Negara-Negara Afrika Ikut Tangguhkan Vaksin AstraZeneca
WHO mendesak negara-negara terus melanjutkan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Pemerintah Republik Demokratik Kongo mengumumkan penghentian sementara penggunaan vaksin AstraZeneca, di tengah kekhawatiran terkait risiko efek samping penggumpalan darah.
"Kami menunggu kesimpulan dari penelitian yang sedang dilakukan Eropa dan juga oleh komite ilmiah kami sendiri dan kemudian kami akan membuat keputusan akhir," jelas Menteri Kesehatan Eteni Longondo kepada wartawan. "Mungkin dalam dua atau tiga minggu, kita akan mendapatkan kesimpulan ini."
Awalnya, Pemerintah Kongo berencana menggunakan pengiriman pertama 1,7 juta dosis vaksin yang tiba pada awal Maret untuk memvaksinasi 20 persen penduduknya. Di antaranya adalah petugas kesehatan, orang berusia di atas 55 tahun, dan orang yang menderita kondisi kesehatan serius seperti penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, atau diabetes.
Kekhawatiran efek samping menghalangi proses vaksinasi
Kamerun juga menjadi negara Afrika yang menangguhkan vaksin AstraZeneca."Dewan ilmiah menyarankan agar kami tidak terus menggunakan vaksin ini sampai penyelidikan pendahuluan selesai," kata Menteri Kesehatan Kamerun, Manaouda Malachie.
Dia menambahkan, negaranya akan menyimpan semua dosis yang diterima sejauh ini sampai ada kejelasan lebih lanjut tentang keamanan dan efek samping vaksin.
Belasan negara Eropa telah menangguhkan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca pekan ini, menyusul laporan tentang risiko pembekuan darah. Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyelidiki laporan tersebut.
WHO menyerukan vaksinasi dilanjutkan
WHO mendesak negara-negara terus melanjutkan penggunaan vaksin AstraZeneca.
"Saat ini, WHO menganggap bahwa manfaat vaksin AstraZeneca lebih besar daripada risikonya dan merekomendasikan agar vaksinasi dilanjutkan," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan, pada Rabu (17/3).
Namun, WHO juga menyoroti pentingnya menyelidiki klaim tentang efek samping.
Baca juga : Hasil Riset Vaksinasi pada Ibu Hamil dan Uji Coba untuk Anak
"Hal ini (potensi efek samping setelah imunisasi) tidak berarti bahwa kejadian-kejadian itu terkait dengan vaksinasi itu sendiri, tetapi merupakan hal yang benar untuk diselidiki. Ini juga menunjukkan bahwa sistem pengawasan bekerja dan bahwa pengendalian yang efektif sudah diterapkan,‘‘ lanjut pernyataan tersebut.
Muluken Yohannes, penasihat Kementerian Kesehatan Ethiopia, mengatakan kepada DW bahwa Ethiopia akan terus menggunakan vaksin AstraZeneca kecuali ada bukti nyata dari risiko keselamatan yang teridentifikasi.
Ghana juga masih melanjutkan penggunaan vaksin AstraZeneca. "Sebagai sebuah negara, kami menerimanya dan sejumlah orang telah mendapat vaksin dan kami tidak memiliki laporan tentang ancaman serius," kata Augustina Sylverken, seorang ahli dalam Pengobatan Tropis dengan Pusat Penelitian Kolaborasi Kumasi di Pengobatan Tropis, kepada DW.
Apa efek penangguhan terhadap vaksinasi?
Para ahli mengatakan bahwa perdebatan seputar penggunaan vaksin AstraZeneca dapat menghambat vaksinasi Afrika yang sedang berlangsung. Meskipun ada saran dari regulator medis dan ahli lain di lapangan untuk terus melanjutkan vaksinasi.
“Ada banyak orang yang skeptis tentang virus ini,” ujar Seni Kouanda, seorang ahli epidemiologi di Institut Kesehatan Masyarakat Afrika, kepada DW.
"Bagi mereka, vaksin adalah hal yang sama. Efek sampingnya, bagi mereka, adalah ‘‘berkah‘‘. Orang-orang yang skeptis seperti itu mungkin juga menolak vaksinasi, setidaknya dengan AstraZeneca, jika kampanye terus berlanjut,‘‘ tambahnya.
AstraZeneca awalnya dipandang sebagai terobosan dalam penanggulangan pandemi virus corona, khususnya di negara berkembang. Harganya jauh lebih murah, lebih mudah didistribusikan dan dikelola, daripada vaksin buatan BioNTech-Pfizer yang memerlukan suhu sangat rendah untuk proses penyimpanan.
Baca juga : Menlu Retno Tekankan Akses Vaksin untuk Pulih dari Pandemi
Sebanyak 25 negara Afrika telah disuplai dengan vaksin AstraZeneca melalui skema multilateral COVAX, yakni sebuah inisiatif bersama dari WHO dan aliansi vaksin internasional GAVI. (pkp/gtp)
Koresponden DW Mimi Mefo, Reliou Koubakin, Solomon Muchie dan Zakari Sadou berkontribusi pada laporan ini.