Djoko Tjandra Ungkap Besarnya Niat Pulang ke Tanah Air

Dalam duplik, Djoko Tjandra ungkap niat pulang ke Indonesia lebih besar dari urus PK

Antara/Galih Pradipta
Terdakwa kasus dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat Djoko Tjandra
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam duplik, terdakwa perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dam suap penghapusan red notice serta DPO, Djoko Tjandra menuturkan bahwa niat satu-satunya hanya pulang ke Indonesia. Bahkan, hal itu melebihi niatnya untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) atas kasus cessie Bank Bali. 

Baca Juga


"Satu-satunya niat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra adalah pulang ke tanah air yang dicintainya. Lebih daripada niatnya hendak melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah action plan dia batalkan," ujar anggota tim penasihat hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/3). 

Menurut penasihat hukum, pembatalan action plan dengan alasan hal itu hanyalah tindak penipuan semata. Sebab, seluruh poin dalam action plan itu dianggap Djoko Tjandra tak mungkin bisa dilakukan.

"Upaya hukum permohonan fatwa MA yang dijanjikan oleh saksi Pinangki Sirna Malasari tidak terwujud dan tidak lebih daripada hanya suatu penipuan belaka," kata Soesilo.

Sehingga dengan alasan tersebut, dalam duplik itu Djoko Tjandra meminta majelis hakim untuk membebaskanya dari semua dakwaan. "Oleh karena itu, berdasar azas hukum universal 'actio non facit reum, nisi mens sit rea' yang artinya suatu tindakan tidak membuat orang bersalah jika tidak ada niat atau maksud jahat," katanya.

 

Usai mendengarkan duplik, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menunda persidangan dan akan menjadwalkannya kembali pada Senin (5/4). Nasib Djoko Tjandra akan dalam dua pekan ke depan.  

"Ditetapkan kembali (sidang vonis) pada Senin (5/4) pada pukul 10.00 WIB dengan acara untuk putusan," ucap hakim ketua Muhammad Damis. 

Damis menyebut, ada beberapa petimbangan hingga akhirnya memutuskan persidangan ditunda selama sepekan. Salah satunya, dia terkendala kegiatan pekerjaan di luar kota.

"Mohon waktu hari Senin (5/4) karena gini pak alasannya. Pada tanggal 30 Maret dan 31 Maret, sampai tanggal 1 April itu saya ada kegiatan dengan Mahkamah Agung dan kemungkinan akan berdinas di luar kantor. Itu penyebabnya," katanya.

Jaksa penunut umum (JPU) dan penasehat hukum dari Djoko Tjandra yang dimintai pendapatnya perihal jadwal sidang selanjutnya pun tak keberatan. Mereka sepakat persidangan digelar dua pekan lagi. 

Sementara Djoko Tjandra usai menjalani persidangan meyakini majelis hakim akan memutuskan bahwa dirinya merupakan korban penipuan yang dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari Cs saat ingin mengurus kepentingannya di Indonesia. Menurutnya, fakta soal penipuan itu dikuatkan selama proses persidangan, dimana jaksa Pinangki justru sebagai pihak yang menghampiri Djoko Tjandra di Malaysia untuk menawarkan jasa dalam mengurus perkara hukum di MA.

"Memang faktanya memang itu kan penipuan. Oh jelas, saya didatengin kok di malaysia. Buka saya mencari. Itu keyakinan dan fakta dipersidangan kan begitu," kata Djoko Tjandra. 

Djoko Tjandra bahkan mengaku santai dengan putusan yang akan dibacakan hakim dalam persidangan nanti. "Santai ajalah, sesuai fakta hukum aja apa yang terjadi dalam persidangan tadi," ujarnya.

Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Tjandra. Penuntut Umum menyatakan terdakwa perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.

Selain terbukti bersalah, dalam amar tuntutan, penuntut umum juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan tertanggal 4 Februari 2021.

Penuntut umum menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.

Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler