Bank Dunia: Ekonomi China dan Vietnam Mulai Pulih

China dan Vietnam diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih kuat pada 2021.

pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Laporan Economic Update Bank Dunia terbaru menyebutkan negara-negara berkembang di Kawasan Asia Timur dan Pasifik menjalani pemulihan yang tidak merata. Hanya China dan Vietnam yang mengalami grafik pemulihan berbentuk huruf V, output kedua negara tersebut saat ini telah melampaui tingkatan saat sebelum pandemi.


Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Victoria Kwakwa mengatakan adanya pemulihan pada tiga kecepatan yang berbeda. China dan Vietnam diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih kuat pada 2021, masing-masing sebesar 8,1 persen dan 6,6 persen, meningkat dari 2,3 persen dan 2,9 persen pada 2020.

“Negara-negara besar lainnya yang terdampak lebih parah oleh krisis yang terjadi akan bertumbuh pada angka rata-rata 4,6 persen, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum masa krisis. Pemulihan diperkirakan terjadi dalam jangka waktu lebih lama terutama negara-negara pulau yang bergantung kepada sektor pariwisata,” seperti dikutip dari laporan Bank Dunia Edisi April 2021 berjudul Pemulihan Belum Merata, Jumat (26/3). 

Laporan ini memperkirakan stimulus Amerika Serikat dapat menambahkan rata-rata satu poin persentase bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara di kawasan ini pada t2021 dan mempercepat pemulihan hingga rata-rata tiga bulan. Adapun risiko terhadap kemungkinan ini pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang terjadi secara perlahan, yang dapat memperlambat pertumbuhan sebesar hingga satu poin persentase di beberapa negara.

 

Laporan ini juga menyerukan kepada negara-negara untuk mengambil tindakan mengendalikan penyakit, mendukung perekonomian, dan memastikan bahwa proses pemulihannya meliputi pertimbangan kelestarian lingkungan. 

“Terdapat juga peringatan jumlah cadangan dan alokasi vaksin yang ada saat ini, vaksinasi di negara-negara industri dapat menjangkau lebih dari 80 persen penduduk pada akhir 2021, di negara-negara berkembang mungkin hanya dapat meliputi sekitar 55 persen penduduknya,” tulisnya.

Sementara Chief Economist Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menambahkan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, bantuan masih lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang hilang, stimulus belum dapat sepenuhnya mengatasi kekurangan permintaan, dan investasi publik belum menjadi bagian penting dari upaya pemulihan bahkan ketika hutang negara meningkat hingga rata-rata tujuh poin persentase dari produk domestik bruto (PDB).

"Saat ini kita semua membutuhkan kerja sama internasional lebih dari sebelumnya, untuk mengendalikan penyakit, mendukung perekonomian, dan menghijaukan proses pemulihan," ucapnya. 

"China dapat memainkan peran vital dengan mengekspor lebih banyak produk-produk medis, mendorong konsumsinya, dan menerapkan aksi iklim yang lebih kuat. Dan negara itu pun akan mendapatkan manfaat dari dunia yang lebih aman dan pertumbuhan perekonomian yang lebih seimbang," sambung dia.

Laporan ini menyerukan kerja sama internasional dalam hal produksi dan persetujuan terkait vaksin, dan juga tentang alokasi berbasis kebutuhan untuk membantu mengendalikan Covid-19.

“Koordinasi fiskal akan melipatgandakan dampak bagi negara-negara secara kolektif, karena sebagian pemerintah cenderung tidak memberikan stimulus dalam jumlah yang memadai. Dan terlepas dari upaya kerja sama dalam mengurangi emisi, bantuan internasional akan membantu negara-negara berkembang yang lebih miskin untuk menerapkan aksi iklim secara lebih mendalam,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler