Bom Makassar Terindikasi Pelakunya adalah Suami Istri?

Pelaku bom Makassar terindikasi suami istri.

ANTARA/Arnas Padda
Anggota polisi mengumpulkan sisa serpihan ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021). Kepolisian masih melakukan olah TKP serta mengumpulkan serpihan sisa ledakan pada hari kedua pascaledakan bom bunuh diri yang terjadi pada Ahad (28/3/2021) di depan gereja tersebut.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Al Chaidar, Pengamat Intelijen dan Terorisme.


Peristiwa menggemparkan di Makassar yang terjadi pada 28 Maret 2021 adalah sebuah bom bunuh diri keluarga.

Bom bunuh diri keluarga ini maknanya adalah bahwa pelakunya terdiri atas pasangan suami istri dan biasanya kalau mereka memiliki anak, akan juga diikutsertakan di dalam operasi amaliah bunuh diri tersebut.

Kalau kita melihat kasus bom Makassar dari perspektif antropologi di mana sebelumnya sudah ada penelitian tentang bom bunuh diri keluarga tahun 2018 yang terjadi di beberapa gereja di Surabaya. 


Keterangan foto: Terduga pelaku bom bunuh diri di Makassar yang merupakan sepasang suami istri.

Kesimpulan sederhana yang bisa diambil adalah bahwa pelakunya adalah sepasang suami istri. Bom bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga di Surabaya dan Sidoarjo. Ledakan terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro 146, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna.

Dunia tersentak oleh fenomena aneh yang tak terjelaskan oleh teori mana pun tentang sikap radikal yang diambil oleh sebuah keluarga, bersama-sama melakukan bunuh diri di tempat yang dipersepsikan sebagai tempat kafir.

Baca juga : MUI Meminta Bom Makassar Tidak Dikaitkan dengan Agama

Pemilihan target gereja menunjukkan betapa ideologi Wahabi tak menghargai nilai kemanusiaan. Ledakan bom di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya, Jawa Timur, diperkirakan terjadi sekira pukul 07.45 WIB. Pelaku diduga seorang ibu yang membawa dua anak usia di bawah lima tahun (balita). Ketiganya tewas seketika di lokasi kejadian. 

Semua serangan teroris biasanya tak melibatkan anak-anak balita sebagai prajurit pelaku perang sektarian terorisme. Tak terpikirkan bagaimana pada awalnya seorang ibu dengan menggandeng dua orang anak usia balita memaksa memasuki ruang kebaktian di GKI Jalan Diponegoro Surabaya pada sekira pukul 07.45 WIB.

Saat itu kebaktian di GKI Jalan Diponegoro Surabaya belum dimulai. Menurut jadwal, kebaktian akan berlangsung pada pukul 08.00 WIB. Ibu dan dua anaknya yang berupaya masuk ke ruang kebaktian ini sempat dihalau oleh seorang petugas keamanan di pintu masuk GKI di Jalan Diponegoro, Surabaya.

Tahun lalu, Surabaya diguncang bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami dan istri Dita Oepriarto-Puji Kuswati yang juga mengajak anak-anaknya meledakkan diri di tiga gereja.

Mereka sekeluarga ingin masuk surga barengan, sebuah cita-cita eskatologis yang sangat luar biasa.

Terorisme memang sebuah pilihan strategi kaum milenarian dalam memerangi sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme serta sosialisme.

Kaum millenarian sangat percaya akan kehidupan setelah mati yang lebih baik bagi siapa saja yang berjuang untuk agama-Nya.

Hanya saja mereka memersepsikan metode berjuang yang aneh dengan cara menyerang orang-orang sipil yang berlainan agama dengan mereka. 

Belum lagi usai duka akibat teror bom di tiga gereja di Surabaya, ledakan kembali dilaporkan terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad malam, 13 Mei 2018, yang juga dilakukan oleh keluarga yang terimbas oleh ideologi Wahabi Takfiri.

Ledakan terjadi di sebuah rusunawa di Desa Wonocolo, Kecamatan Taman. Tepatnya di lantai 5 kamar No B2. Bangunan permukiman tersebut berada di belakang Polsek Taman Sidoarjo.

Serangan terorisme keluarga ini sangat kecil pengaruhnya; bahkan tak mampu meruntuhkan kapitalisme, sekularisme, dan demokrasi yang selama ini mereka benci.

Kaum teroris, memiliki budaya sendiri yang tak mengait ke jejaring negara, mereka otonom, independen, dan tak bergeming dengan semua aturan pemerintah dalam negara di mana mereka hidup; mereka menjalani sebuah kehidupan anarkis sejati.  

Di Sibolga, Sumatra Utara, sebuah kejadian tragis serupa terjadi terhadap sebuah kuluarga militan yang mencoba melawan kekuatan alat-alat negara dengan cara meledakkan diri.

Bom bunuh diri adalah cara khas kaum milenarian dalam melawan aparat negara sekuler sembari membentengi diri dan keluarga mereka agar tak terjamah oleh tangan-tangan yang dipersepsikan sebagai ekstensi tangan negara yang bergelimang penuh noda dan dosa.

Bom Sibolga adalah replikasi dari konsep jihad bom keluarga di Surabaya yang merupakan inovasi baru dalam fikih atau hukum syariah tentang perang melawan kekuatan negara yang dianggap mewakili kezaliman.

Teror bom Sibolga 2019 adalah sebuah teror bom yang terjadi pada Selasa, 12 Maret 2019 sore hingga Rabu, 13 Maret 2019 dini hari, terjadi di Jalan Cendrawasih, Pancuran Bambu, Sibolga Sambas, Kota Sibolga, Sumatra Utara.  

 

Bom Makassar ini juga terkait dengan Bom Jolo. Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh, pasangan suami istri pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral di Pulau Jolo, Filipina, 27 Januari 2019. Mereka berasal dari Makassar, yang dibawa oleh Andi Baso.

Rullie diketahui sempat berdagang nasi kuning dan menjadi sales jual beli mobil.  Wanita itu disebut sebagai janda dari seorang pria Filipina yang menjadi pengebom bunuh diri pertama di negara tersebut.

Pengebom bunuh diri yang merupakan "pasangan" ini menyerang gereja dan menyebabkan 22 orang meninggal dan 100 lainnya luka-luka. Tujuan dari pasangan Indonesia ini adalah untuk memberi contoh dan memengaruhi teroris Filipina untuk melakukan pengeboman bunuh diri. 

Sepak terjang perempuan di dunia terorisme sangat luar biasa membahana, mengejutkan dunia dengan loyalitas, pengorbanan, dan kelembutannya dalam menantang kekuatan-kekuatan besar dunia.

Cici adalah seorang perempuan yang menarik dan mematikan, WNI di Jolo, Sulu, yang diyakini sebagai pelaku bom bunuh diri  pada 24 Agustus 2020 yang begitu setia pada Amin Baso, sang suami.

Nama lengkapnya adalah  Rezky Fantasya Rullie, WNI yang ditangkap pasukan keamanan Filipuna di Jolo, Sulu, atas tuduhan pelaku bom bunuh diri.

Nana Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Cici tengah hamil lima bulan dan masih berada di Sulu, Filipina selatan.

Sementara para pejabat hanya sibuk membicarakan Nana S Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Renzy Fantasya Rullie alias Cici apakah berstatus warga negara Indonesia.

Cici berencana melakukan aksi bom bunuh diri di Kota Zamboanga sebagai balas dendam atas kematian suaminya, Andi Baso.

Cici ditangkap bersama dengan dua perempuan lainnya yang teridentifikasi sebagai Inda Nhur dan Fatima Sandra Jimlani Jama.

Ketiganya adalah istri dari anggota kelompok Abu Sayyaf yang ditangkap di Barangay San Raymundo di Jolo, Sulu.

Di Indonesia, sebuah laporan menyebutkan perempuan yang ditahan karena terlibat aksi terorisme meningkat delapan kali lipat dalam lima tahun terakhir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler