Pasukan Eritrea Menarik Diri dari Tigray Ethiopia
AS, Jerman, Prancis, dan negara G7 menyerukan pasukan Eritrea dengan cepat
REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kementerian Luar Negeri Ethiopia mengatakan, pasukan Eritrea mulai menarik diri dari wilayah Tigray. Sebelumnya ada peningkatan laporan atas pelanggaran hak asasi manusia termasuk pemerkosaan, penjarahan, dan pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh pasukan Eritrea.
"Pasukan Eritrea yang telah melintasi perbatasan dan Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia telah mengambil alih menjaga perbatasan nasional," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Ethiopia.
Pada Jumat (2/4), Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan negara-negara G7 lainnya menyerukan penarikan tentara Eritrea dengan cepat, tanpa syarat, dan dapat diverifikasi. Selama berbulan-bulan, Eritrea dan Ethiopia membantah kehadiran pasukan Eritrea meskipun ada puluhan saksi mata.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengakui kehadiran pasukan Eritrea di Tigray. Namun Eritrea masih belum mengakui bahwa pasukannya berada di Ethiopia dan menolak untuk bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi di wilayah itu.
Abiy mengatakan pasukannya telah melakukan operasi besar-besaran selama tiga hari terakhir, saat melawan musuh di wilayah barat dan utara. Dia tidak menyebut secara spesifik Tigray tapi wilayahnya terletak di utara.
Ethiopia mengirim pasukannya ke Tigray pada November untuk berperang melawan TPLF, yang saat itu merupakan partai penguasa regional, yang telah menyerang pangkalan militer di wilayah tersebut. Pada akhir November, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) menarik diri dari ibu kota regional Mekelle dan pemerintah Ethiopia mengumumkan kemenangan.
Baca juga : Deklarasi 103 Mantan Perwira AL Turki Ajak Kudeta Diselidiki
Listrik dan sambungan telepon ke Tigray terputus selama empat hari terakhir, sehingga sulit untuk memverifikasi penarikan dari Eritrea. Wartawan Reuters di Tigray bulan lalu melihat tentara Eritrea di kota-kota besar dan jalan-jalan utama.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan, terjadi "bentrokan dan penyergapan yang dilaporkan di sebagian besar wilayah". Bulan lalu, sebuah organisasi bantuan juga menyaksikan penyergapan terhadap konvoi militer dan eksekusi warga sipil di luar hukum di jalan utama. Kementerian Luar Negeri mengatakan akses penuh ke kawasan itu sekarang telah diberikan kepada organisasi kemanusiaan.
"Di beberapa bagian Tigray Selatan dan Tenggara, misalnya, akses telah dibatasi selama lebih dari sebulan dan jalan dari Alamata ke Mekelle tetap ditutup, menghalangi operasi kemanusiaan di daerah tersebut," ujar pernyataan OCHA.
Kementerian Luar Negeri mengatakan penyelidikan bersama dengan para ahli eksternal atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia akan segera dimulai. Kementerian mendesak donor untuk mengirim lebih banyak makanan dan bantuan medis.
Asal mula konflik terjadi ketika Abiy mulai berkuasa pada 2018 lalu. Dia melakukan reformasi demokrasi dan negosiasi untuk mengakhiri konflik dengan Eritrea. Tetapi dia membubarkan Ethiopian People's Revolutionary Democratic Front (EPRDF) yang sudah berkuasa selama hampir 30 tahun.
EPRDF adalah koalisi partai berdasarkan etnis. TPLF mendominasi koalisi tersebut dan mengumpulkan kekuatan sebagai etnis minoritas. Jumlah penduduk Tigray hanya 6 persen dari total populasi di Ethiopia.
Setelah Abiy mendorong mereka mundur, para pemimpin TPLF mundur ke kampung halaman mereka di utara Ethiopia. Sejak itu Abiy menuduh mereka mencoba mengganggu stabilitas negara. Dalam dokumen rapat yang dikirimkan ke jurnalis pada November lalu, kantor perdana menteri menuduh TPLF sebagai dalang kekerasan di seluruh negeri.
"Tangan tersembunyi TPLF ada dalam pembunuhan warga sipil di banyak bagian di negara," tulis dokumen tersebut.
Dokumen tersebut mengutip data intelijen tapi tidak menyajikan buktinya. TPLF sudah membantah tuduhan semacam itu di masa lalu. Namun, organisasi pengungsi Internal Displacement Monitoring Centre mengungkapkan dalam dua tahun terakhir kekerasan memaksa 3 juta orang Ethiopia mengungsi. Tetapi semakin memburuk ketika Covid-19 menerjang negara terpadat kedua di benua Afrika itu.
Abiy harusnya memandu Ethiopia untuk menjalankan pemilihan demokratis pertama mereka pada musim panas lalu. Tapi dengan alasan pandemi, ia menunda rencana tersebut.
TPLF mengatakan langkah pemerintah federal memperpanjang kekuasaannya sendiri tidak konstitusional. Maka mereka mengabaikan perintah Abiy dan membentuk komisi pemilihan mereka sendiri dan menggelar pemilihan daerah sendiri.
Pemerintah federal menyatakan pemilihan daerah Tigray tidak konstitusional. Kedua belah pihak saling menyerang legitimasi masing-masing. Abiy mengatakan TPLF telah melewati batas ketika menggelar serangan ke Pangkalan Militer Bagian Utara.
Pada 4 November, Abiy memerintahkan serangan udara dan serangan darat terhadap TPLF karena menentang otoritasnya. Tentara federal Abiy menggulingkan TPLF dari ibu kota regional Mekelle, tetapi pertempuran dengan skala rendah terus berlanjut.