AS Cabut Sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional

AS di bawah Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap jaksa ICC

REUTERS/Jerry Lampen
Gerbang masuk Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Jumat (2/4) sanksi terhadap jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Fatou Bensouda yang menuai kritik internasional. Sebelumnya di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, AS menjatuhkan sanksi terhadap jaksa tersebut. 

Baca Juga


Pencabutan sanksi diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. AS mencabut sanksi yang dikenakan pada Bensouda atas penyelidikannya apakah pasukan Amerika melakukan kejahatan perang di Afghanistan. Dalam sebuah pernyataan, Blinken mengatakan Departemen Luar Negeri juga telah menghentikan kebijakan terpisah tahun 2019 tentang pembatasan visa pada personel tertentu ICC. AS juga menghapus sanksi terhadap Kepala Yurisdiksi ICC Phakiso Mochochoko, Divisi Pelengkap dan Kerja Sama, dari daftar Warga Negara yang Ditunjuk Khusus.

"Keputusan ini mencerminkan penilaian kami bahwa tindakan yang diambil tidak tepat dan tidak efektif," ujar Blinken, dilansir Middle East Monitor, Rabu (7/4).

Blinken mengatakan Washington mengambil langkah untuk mencabut sanksi, meskipun tidak setuju dengan tindakan ICC yang berkaitan dengan situasi Afghanistan dan Palestina. Selain itu, AS juga untuk menolak tindakan ICC yang berupaya untuk menegaskan yurisdiksi atas personel non-Pihak Negara seperti Amerika Serikat dan Israel.

"Kami yakin, bagaimanapun, bahwa kekhawatiran kami tentang kasus-kasus ini akan ditangani dengan lebih baik melalui keterlibatan dengan semua pemangku kepentingan dalam proses ICC daripada melalui pengenaan sanksi," ujar Blinken.

Blinken mengatakan, Washington mendorong sejumlah reformasi dan mempertimbangkan untuk membantu ICC memprioritaskan sumber dayanya dalam melayani pengadilan. Hal itu merupakan upaya untuk mencegah kejahatan dan menegakkan hukum. 

Seorang juru bicara ICC mengatakan pengadilan dan badan pengaturnya dari negara-negara anggotanya menyambut baik langkah AS tersebut. Presiden Majelis Negara Pihak Silvia Fernandez de Gurmendi mengatakan akan berkontribusi untuk memperkuat pekerjaan pengadilan dan untuk mempromosikan tatanan internasional berbasis aturan.

"Saya percaya keputusan ini menandakan dimulainya fase baru dari upaya bersama kami untuk melawan impunitas," kata de Gurmendi.

 

Tahun lalu, pemerintahan Trump menuding ICC melanggar kedaulatan nasional AS ketika mengizinkan penyelidikan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan Afghanistan, Taliban, atau pasukan AS. Trump kemudian menjatuhkan sanksi yang menargetkan staf ICC, termasuk Bensouda pada September. Sanksi tersebut meliputi pembekuan aset dan larangan perjalanan karena menyelidiki warga Amerika tanpa persetujuan AS. Amerika Serikat bukan negara anggota  ICC.

Kemudian Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga menentang penyelidikan yang diluncurkan pada 2019 atas dugaan kejahatan perang di Wilayah Palestina, termasuk oleh pasukan Israel. ICC mengatakan sanksi itu merupakan serangan terhadap keadilan internasional dan supremasi hukum. Open Society Justice Initiative (OSJI) menuduh Trump telah melanggar hak konstitusional termasuk kebebasan berbicara dengan menjatuhkan sanksi kepada pejabat ICC.

"Amerika Serikat memiliki sejarah panjang dalam menggunakan sanksi untuk menghukum para pelanggar hak asasi manusia, tetapi belum pernah sebelumnya alat ini digunakan untuk menghukum pengadilan independen yang mencari keadilan bagi para korban kekejaman," kata Direktur Eksekutif OSJI James Goldston.

"Kami menyambut baik langkah pemerintahan Biden ini untuk menunjukkan komitmennya terhadap hak asasi manusia, keadilan internasional, dan pemulihan cita-cita AS," ujar Goldston menambahkan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler