Nadiem Makarim tak Lagi Jadi Menteri, Bagaimana Nasib Kurikulum Merdeka Belajar?

Banyak pelajar yang dinilai merasa kebingungan dengan implementasi kurikulum tersebut

Edi Yusuf/Republika
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim menyampaikan sambutan saat pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kelas Muda Angkatan 1, di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat, Jalan Wartawan, Kota Bandung, Selasa (6/2/2024). Dalam momen itu, Nadiem pun berpesan agar para wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi. SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Rep: Mgrol153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pakar pendidikan dari Universitas Ibn Khaldun, Bogor, Dr Rahmatul Husni, menyoroti nasib kurikulum Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim seiring transisi kursi menteri yang akan berlangsung tak lama lagi.

Baca Juga


Menurut dia, keberlanjutan program ini menjadi sangat krusial dalam menjaga kesinambungan sistem pendidikan. Ia berharap, kurikulum ini dapat dilanjutkan dan ditingkatkan di bawah kepemimpinan Prof Abdul Mu'ti yang akan mengisi menteri pendidikan dasar dan menengah pada era pemerintahan Prabowo Subianto. 

"Kurikulum Merdeka Belajar telah menjadi salah satu inovasi besar dalam sistem pendidikan kita. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kurikulum ini benar-benar membawa kemerdekaan bagi siswa, atau hanya menjadi slogan semata?"ujar Rahmatul saat ditemui di Bogor, Rabu (16/10/2024).

Sejumlah pelajar dievakuasi di lantai bertingkat gedung penyelamatan Museum Tsunami Aceh saat berlangsung Simulasi Evakuasi Mandiri di Banda Aceh, Aceh, Rabu (9/10/2024). - (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Ia juga menyoroti betapa banyak pendidik yang merasa kebingungan dengan implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Oleh karena itu, diperlukan arahan yang lebih jelas agar kurikulum ini bisa dijalankan dengan baik di lapangan. 

"Kebijakan yang baik harus tetap dijalankan terlepas dari siapa yang menjabat. Yang paling penting adalah evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar bermanfaat bagi siswa dan pendidik,"jelas dia.

Rahmatul juga menekankan perlunya integrasi antara kemajuan teknologi dan pendidikan yang beradab untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam bersikap. Menurut dia, teknologi dalam pendidikan harus digunakan sebagai alat untuk mendukung pengembangan moral dan karakter, bukan sebagai tujuan akhir. 

"Kita ingin menciptakan generasi yang mampu bersaing di era digital, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai moral dan kebijaksanaan. Itulah esensi pendidikan yang sebenarnya,"ujar dia.

Dia berharap agar kepemimpinan baru di Kementerian Pendidikan dapat membawa perubahan positif bagi sistem pendidikan Indonesia. Pergantian menteri ini diharapkan bukan hanya menjadi ajang peralihan kebijakan, tetapi juga momentum untuk merefleksikan kembali arah pendidikan nasional yang lebih komprehensif, yang tidak hanya mengejar angka dan teknologi, tetapi juga adab dan kebijaksanaan.

 

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nunuk Suryani sebelumnya menyebutkan Merdeka Belajar perlu dilanjutkan untuk dunia pendidikan ke depan.  

"Maka di punggung saya ada kata lanjutkan Merdeka Belajar, karena kita ingin Merdeka Belajar substansi esensinya karena buktinya sudah ada di depan mata kita," kata Nunuk belum lama ini.

Dia mengatakan, Merdeka Belajar menjadi kebijakan yang mampu mendorong mutu dunia pendidikan baik dari sisi pembelajaran yang didapat peserta didik maupun bagi tenaga pengajar.

Kurikulum Merdeka Belajar sebelumnya mendapat kritik keras dari wakil presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla dalam acara Diskusi Terumpun 'Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan' yang diselenggarakan di kawasan parlemen senayan, Jakarta, Sabtu (7/9/2024).

Menurut JK, sebaiknya pemerintah bersikap konservatif dalam menyelenggarakan pendidikan. Dia mengatakan, Merdeka Belajar justru tak membuat anak belajar karena tidak ada ujian. JK pun mengusulkan kembali diadakannya Ujian Nasional untuk membuat para siswa menjadi belajar. 

Lebih lanjut, JK meminta agar pemerintah mencontoh India dan China yang memiliki demografi besar dengan pendidikan yang terbilang sukses. Negara-negara tersebut pun dinilai menerapkan UN. "Apa inti disana, Ujian Nasional. Anda boleh lihat disana,"ujar dia.

JK pun mengatakan, hampir semua perusahaan di Amerika Serikat memiliki CEO orang India. Tak hanya itu, wakil presiden AS yang akan berkontestasi pada Pemilu Presiden 2024, Kamala Harris juga memiliki ibu dari India. "Berarti pendidikannya maju,"ujar dia.

 

 

 

 

Kurikulum Merdeka Belajar sempat mendapatkan kritik dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang meminta Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan refleksi atas Program Merdeka Belajar di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

"Kenapa refleksi? Karena beberapa kali Kemendikbudristek menyampaikan soal Merdeka Belajar ini terinspirasi dari Ki Hajar Dewantara soal konsep mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam diskusi yang diikuti di Jakarta, Kamis (2/5/2024).

Ubaid menilai konsep mencerdaskan kehidupan bangsa yang seharusnya menjadi ruh dan semangat Program Merdeka Belajar belum sepenuhnya dimaknai dengan baik oleh guru, siswa, serta masyarakat secara umum.

Salah satu contohnya, ungkap dia, adanya kasus guru yang diberhentikan karena melontarkan kritik terhadap pemerintah di Jawa Barat beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, hal tersebut tidak menandakan bahwa guru tersebut benar-benar merdeka.

"Artinya, pertanyaan besarnya adalah kalau kita teriak-teriak soal Merdeka Belajar, bisa direfleksikan kepada guru-guru kita sebenarnya mereka itu merdeka nggak?" ujarnya.

Tidak hanya pada guru, Ubaid melanjutkan wujud kemerdekaan dari Program Merdeka Belajar juga tidak ditemukan pada seluruh peserta didik, di mana data Badan Pusat Statistik pada 2023 menyatakan terdapat sekitar tiga juta anak di Indonesia putus sekolah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler