Antam Siapkan Capex Rp2,84 Triliun untuk Tahun 2021
Antam sedang dalam proses penyelesaian pabrik smelter feronikel di Halmahera Timur.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menyediakan dana untuk belanja modal atau capital expenditur (capex) sekitar Rp 2,84 triliun pada tahun 2021. Dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan yang bersifat rutin serta pengembangan usaha yang bersifat proyek.
"Alokasi yang terbesar adalah untuk pengembangan usaha," kata SVP Corporate Secretary Antam, Kunto Hendrapawoko, Rabu (7/4).
Kunto menjelaskan emiten berkode ANTM ini sedang dalam proses penyelesaian pabrik smelter feronikel di Halmahera Timur. Pabrik smelter ini nantinya akan memiliki kapasitas produksi sebesar 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi).
Dengan beroperasinya pabrik ini, diharapakan total kapasitas portofolio feronikel Antam akan menjadi 40.500 TNi. Saat ini jumlah nikel yang tersedia baru tercatat 27 ribu TNi. Progres pabrik smelter ini sekarang sudah mencapai 98 persen.
Pabrik smelter ini akan menjadi fokus perseroan pada tahun 2021. "Kami masih akan berfokus pada penyelesaian proyek smelter pabrik feronikel di Halmahera Timur agar bisa segera berkontribusi kepada prusahaan di tengah outlook nikel yang semakin positif ke depannya," tutur Kunto.
Selain itu, Antam memiliki kerja sama dengan inalum dalam proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR). Kunto menambahkan, perseroan saat ini juga memiliki beberapa proyek pengembangan yang sedang digodok untuk bisa segera dikerjakan.
Pada tahun ini, menurut Kunto, Antam juga akan meningkatkan produksi bijih nikel. Perseroan menargetkan produksi bijih nikel di tahun ini bisa naik menjadi 8,44 juta wmt dibandingkan 4,76 juta wmt pada tahun 2020.
Selain produksi, Antam akan mendorong penjualan bijih nikel. Perseroan menargetkan penjualan bijih nikel pada 2021 bisa mencapai 6,71 juta wmt, naik dari 3,3 juta wmt pada tahun lalu.
"Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan bijih nikel di dalam negeri seiring aktivitas smelter domestik karna membaiknya industri dan harga komoditi," tutur Kunto.