Mencari Solusi Banjir yang Efektif di Ibu Kota
Teknologi ini memasukkan air sebanyaknya dengan cepat ke dalam tanah sebagai cadangan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan banjir di Jakarta bukan hanya milik pemerintah provinsi atau pusat. Kalangan swasta pun diharapkan ikut berperan serta aktif membantu mengatasi banjir di Ibu Kota yang hampir setiap tahun selalu terulang.
Didorong niat untuk membantu mengatasi banjir di Jakarta, PT Katama Suryabumi, perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan inovasi, menggandeng penemu teknologi sistem pengendali banjir untuk mencari solusinya. "Kerja sama ini berangkat dari keprihatinan persoalan banjir di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perlu dicari solusi banjir yang efektif tetapi juga ramah lingkungan," kata CEO PT Katama Suryabumi, Kris Suyanto di Jakarta, Rabu (7/4).
Katama Suryabumi dikenal sebagai pemilik inovasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL) yang dirancang untuk bangunan-bangunan tahan gempa di Sumatra Barat, Bengkulu, dan Aceh. Terkini, KSLL dipakai untuk konstruksi Kampus Untirta di Sindangsari, Kabupaten Serang yang belum lama ini diresmikan Presiden Joko Widodo.
"Prinsip dari teknologi ini dengan mengalirkan air yang di permukaan saat terjadi banjir kembali ke dalam perut bumi, sehingga bisa dipakai sebagai cadangan air tanah," kata Kris.
Berbagai inovasi pengendali banjir sudah diterapkan di Jakarta mulai sistem polder, embung, kolam olakan, sumur resapan, embung, kanal, atau waduk. Namun kenyataannya belum sepenuhnya efektif menangani bencana tersebut.
Menurut Kris, bagi warga yang kediamannya bertetangga dengan 13 sungai di Jakarta, banjir sudah menjadi hal biasa. Padahal, fungsi sungai seharusnya dapat mengalirkan air dari hulu ke muara dengan lancar. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan tata ruang di sepanjang sungai yang membuat debit air menjadi ekstrem, yakni mengering pada musim kemarau dan meluap saat penghujan.
Penemu dari sistem pengendali banjir, Abdul Kadir dan Badransyah telah mematenkan teknologi temuannya ke Kemenkumham. Prinsip kerja dari teknologi ini memasukkan air dari kali atau sungai sebanyak-banyaknya dengan cepat ke dalam akuifer perut bumi dan menyimpannya sebagai cadangan (deposit) air.
Menurut Kris teknologi ramah banjir ini pernah diuji coba di Tb Simatupang, Jakarta Selatan, tepatnya dekat dengan lokasi Sekolah High Scope. Selama uji coba terbukti mampu mengatasi genangan yang kerap terjadi di kawasan itu.
Badransyah mengatakan teknologi ramah banjir yang dipergunakan berbeda dengan sumur vertikal yang dikembangkan Pemprov DKI Jakarta. Lubang yang dibuat untuk saluran air memiliki ke dalaman tertentu hingga menembus batu tempat cadangan air.
Teknologi ramah banjir ini menggunakan rangkaian pipa pralon yang disambung untuk mengalirkan air permukaan ke bawah tanah. "Untuk mencapai kedalaman ideal sebelum dilakukan pengeboran dibuat tes sondir untuk mengetahui daya dukung tanah," ujar dia.
Kemudian yang tak dipikirkan dalam sistem drainase vertikal termasuk biopori adalah kemungkinan dinding tanah luruh sehingga mengakibatkan sumbatan yang menghambat air masuk ke dalam tanah. Badran menjelaskan sistem ini dirancang sedemikian rupa sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyumbatan. Bahkan air dipermukaan terlebih dahulu melalui berbagai proses penyaringan sehingga yang masuk ke dalam tanah benar-benar air yang bebas partikel.
Badran juga menyampaikan teknologi ramah banjir ini sudah melalui rangkaian uji coba sebelumnya. Salah satunya biaya operasi dan pemeliharaan. Setelah dihitung-hitung dengan sistem filter yang dibuat tidak butuh biaya dan waktu untuk perawatan.
"Cukup menggunakan tenaga PPSU atau pasukan oranye yang sudah ada untuk melakukan perawatan. Perawatan juga tidak perlu menggunakan peralatan maupun keahlian khusus. Kendaraan pengangkut sampah berikut peralatan sudah cukup agar filter tetap terjaga mengalirkan air," ujarnya menjelaskan.
Berdasarkan uji coba, teknologi ini mampu menggelontorkan air ke dalam perut bumi dengan cepat. Sehingga saat musim hujan menjadi tabungan bagi air tanah. Sedangkan pada saat kemarau dapat menjadi sumber air bersih bagi masyarakat Jakata yang masih menggunakan air tanah.
"Teknologi ramah banjir ini dapat diterapkan untuk wilayah-wilayah yang selama ini tergenang banjir. Untuk daya tampungnya dapat disesuaikan dengan debit air yang datang saat daerah itu banjir," ujar Badran.