Dokter Sukses Pisahkan Kembar Siam Naifa dan Nayyara

Dokter mengakui operasi kembar siam kali ini merupakan yang tersulit.

Antara
Ilustrasi bayi kembar siam. Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita sukses melakukan operasi pemisahan kembar siam Naifa dan Nayyara.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita sukses melakukan operasi pemisahan kembar siam Naifa dan Nayyara. Operasi kembar siam itu memakan waktu hingga 25 jam, dimulai pada Sabtu (10/4) pukul 07.00 WIB dan berakhir Ahad (11/4) pukul 08.00 WIB.


"Terdapat 39 dokter spesialis yang terlibat, dengan keseluruhan tim sebanyak 131 orang," ujar Direktur Utama RSAB Harapan Kita, Didi Danukusumo dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (12/4).

Pelaksanaan operasi koreksi pada kembar siam Naifa dan Nayyara juga dibantu oleh sejumlah dokter dari lain. Di antaranya, RS Kanker Dharmais, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, RS St Carolus, RSU Adhyaksa, dan dari Puskes TNI.

"Kami sebenarnya sudah melakukan lima operasi kembar siam, tapi operasi kembar siam kali ini adalah yang tersulit," ucapnya.

Hal senada dikatakan Dokter Spesialis Bedah Anak, Alexandra. Ia mengakui operasi kembar siam Naifa dan Nayyara menjadi tantangan dan pengalaman baru.

"Memang agak sulit karena bagian yang menempel adalah bagian tulang ekor," katanya.

Bagian sumsum tulang belakang juga saling berhubungan. Kemudian hanya terdapat satu anus, tetapi memiliki dua rektum (gudang penyimpanan sementara feses), sedangkan vaginanya ada dua tetapi saling menempel.

"Itu merupakan tantangan tersendiri bagaimana memisahkan kedua bagian itu," ucapnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Anestesi, Abdul Mu'nim Umar mengatakan timnya berperan untuk menjaga bayi Naifa dan Nayyara itu tetap dalam kondisi terbius, tidak sakit dan para dokter bedah dapat melakukan tugasnya dengan baik. "Alhamdulillah semua berjalan sesuai dengan apa yang kami antisipasi," ucapnya.

Ia menyampaikan salah satu yang diantisipasi dalam operasi itu adalah hipotermia, di mana pasien dengan operasi lama, terutama bayi akan mengalami kehilangan suhu dari tubuhnya. "Alhamdulillah kami bisa mempertahankan kondisi bayi tetap stabil selama 25 jam, dan perdarahan yang terjadi kami bisa ganti dengan sel-sel darah yang juga sudah disiapkan," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler