Citigroup Raup Rp 87 T dari Penjualan Aset di 13 Negara
Bisnis dari 13 negara berkontribusi 4,2 miliar dolar AS terhadap pendapatan 2020.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Citigroup Inc diperkirakan bisa mendapatkan dana sebesar enam miliar dolar AS atau sekitar Rp 87 triliun (kurs Rp 14.500) dari penjualan aset bisnis ritelnya di 13 negara di kawasan Asia Pasifik, Eropa, dan Timur Tengah. Dilansir Bloomberg seperti dikutip Senin (26/4), proses penjualan yang sudah berjalan di Australia dan banyak perusahaan lokal yang berminat pada penjualan aset Citi di negara ini, ujar salah seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
Selain Australia, Citi menargetkan untuk keluar dari negara lain, seperti di kawasan Asia Tenggara dan Polandia, pada tahap awal. Adapun, proses keseluruhan penjualan aset bisnis ritel Citi masih berada di tahap awal dan timeline serta valuasi masih bisa berubah.
"Kami sudah mulai (penjualan aset bisnis ritel) dan tidak ada waktu yang disia-siakan," kata CEO Citi Jane Fraser pada konferensi pekan lalu.
Citigroup telah mengumumkan rencana keluar dari pasar bisnis ritel di Australia, Bahrain, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Polandia, Rusia, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Namun, Citi tetap melayani nasabah korporasi dan segmen private-banking ketiga belas negara tersebut. Langkah ini merupakan upaya penyegaran dari Citigroup di bawah komando Fraser, yang menjadi pemimpin perusahaan pada Maret lalu.
Bisnis dari 13 negara tersebut berkontribusi senilai 4,2 miliar dolar AS terhadap pendapatan 2020, demikian pernyataan Citigroup. Namun, hal ini terkikis oleh biaya operasional dan pencadangan yang membuat bisnis di 13 negara tidak memperoleh keuntungan.
Setelah pelepasan aset ritel tersebut, Citigroup akan mengoperasikan bisnis konsumer di kawasan Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika dari empat wealth center di Singapura, Hong Kong, Uni Emirat Arab, dan London.