Indahnya Ramadhan di Desa Telaga Said, Langkat
Mencicipi nuansa Ramadan di Kampung Mandiri Berjuluk Kasih Sayang
REPUBLIKA.CO.ID, Seperti biasa, siang itu Prasuta Citra bergegas ke suatu tempat di samping surau; dapur umum, begitu mereka menyebutnya.
Di tempat terbuka seluas 10x10 meter beratap daun rumbia ini, Cici -- panggilan akrab Prasuta -- dan puluhan perempuan lain bergotong-royong menyiapkan berbagai jenis makanan.
Makanan itu nantinya bakal disantap ribuan warga Kampung Majelis Ta'lim Fardhu 'Ain alias Kampung Matfa, Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, saat berbuka puasa.
Menjalani hidup di Kampung Matfa memang terasa begitu istimewa, apalagi saat Ramadan.
"Sebetulnya bukan hanya selama bulan puasa. Pada hari-hari biasa kami juga membagi kelompok untuk bertugas menyiapkan kebutuhan makan dan minum semua warga di sini," kata Cici kepada Anadolu Agency, Sabtu (1/4).
Kebersamaan jadi kunci kehidupan di Kampung Matfa. Sedangkan senyum dan sapa merupakan ciri warganya.
Di sini, warga tinggal di barak yang ukuran serta bentuknya nyaris sama.
Barak yang dimaksud merupakan bangunan semi permanen berbahan anyaman bambu, kayu serta rumbia.
Warga juga sangat menjaga keharmonisan dalam bertetangga. Bahkan, mereka dilarang tidak bertegur sapa selama tiga hari walau sedang menghadapi persoalan.
Hal ini juga yang membuat Kampung Matfa dijuluki Kampung Kasih Sayang.
Meski tampak sederhana, warga Kampung Matfa hidup dengan kemandirian yang menakjubkan.
Di atas lahan seluas sekitar 20 hektare itu, mereka mengelola secara mandiri tujuh hektare kawasan pertanian, puluhan kolam ikan, ternakkan kambing, sapi dan ayam, serta ratusan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Hasil dari berbagai sektor itu akan dijual ke pasar. Keuntungan penjualan kemudian disetor ke Baitul Mal, badan keuangan kampung.
Dari Baitul Mal inilah seluruh kebutuhan hidup warga dipenuhi. Mulai dari kebutuhan alat mandi hingga biaya pernikahan.
Tak cuma itu, di kampung ini juga terdapat layanan kesehatan berupa klinik serta lembaga pendidikan seperti sekolah dasar dan madrasah. Semuanya digratiskan buat warga.
Selain dijual, hasil pertanian dan peternakan juga akan diolah untuk konsumsi warga.
Seperti yang kini dilakukan Cici bersama rekan-rekannya di dapur umum.
"Yang dimasak untuk sahur dan buka puasa ini kebanyakan berasal dari hasil pertanian kami sendiri. Kalaupun ada yang kurang, itu nanti akan kami beli dari luar kampung. Biayanya juga ditanggung Baitul Mal," kata Cici.
Cici merupakan satu di antara 1.100 jiwa, dari 260 kepala keluarga, yang kini memilih hidup di Kampung Matfa.
Bersama suaminya, Cici 'hijrah' ke tempat ini pada 2012 lalu.
Kala itu, ribuan warga dari berbagai daerah berbondong-bondong datang dan membangun perkampungan.
Latar belakang mereka beragam, mulai dari petani, guru, aparatur sipil negara, aparat hingga dokter gigi.
Mereka semua merupakan jemaah seorang ulama besar yang telah meninggal dunia, KH. Ali Mas'ud bin Abdullah atau Yang Mulia Tuan Guru.
Terdapat satu tujuan umum yang mendorong mereka mantap meninggalkan kehidupan lama dan memilih tinggal di kampung ini.
"Yang jelas tentu ingin menjalani hidup yang lebih baik. Mendalami ilmu agama dan menerapkan prinsip kasih dan sayang," kata Kholiqul Ritonga, suami Cici.
Setelah Tuan Guru meninggal pada 2011 lalu, jemaah memutuskan untuk mencari pemimpin baru.
Dialah Muhammad Imam Hanafi, putra dari Tuan Guru yang kini digelari Tuan Imam. Dirinya mewarisi kharisma serta ilmu sang ayah.
Jelang berbuka puasa tiba, warga berkumpul di Klinik Rumah Sehat, tempat layanan kesehatan yang baru siap dibangun.
Sembari berbuka puasa, mereka berdoa bersama untuk meresmikan klinik ini.
Di antara warga, Tuan Imam terlihat duduk bersila. Lelaki berambut sepundak ini sedang memberi tausiah tentang keutamaan berpuasa di Bulan Ramadan.
"Dalam Bulan Ramadan ini begitu banyak manfaatnya. Di antaranya yakni membakar semua dosa-dosa kita," kata Tuan Imam.
Tuan Imam memiliki prinsip tersendiri dalam memimpin warga. Baginya, hidup tidak hanya tentang membangun hubungan baik dengan Tuhan, melainkan juga hubungan sesama makhluk-Nya.
Tuan Imam juga menekankan pentingnya kebersamaan. Oleh karena itu, segala aspek kehidupan di kampung ini dilakukan secara bersama-sama.
"Hablumminallah, hablumminannas. Jadi bukan hanya kepada Allah, tapi juga dengan sesama manusia," ujar Tuan Imam.