UII tak Puas Putusan MK Soal Pengujian UU KPK
Perubahan tampak sengaja dilakukan dalam waktu singkat.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: part
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 67
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined index: serial
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 82
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: search
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 2070
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) memberikan tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU KPK. Ini terkait kontroversi pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai revisi kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
UII menyatakan, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 bukan UU tentang perubahan UU KPK. Namun, justru suatu pembentukan UU baru karena telah mengubah fungsi, postur, dan arsitektur KPK secara fundamental.
Perubahan tampak sengaja dilakukan dalam waktu singkat memanfaatkan momentum singkat dan spesifik yakni hasil pilpres dan pileg telah diketahui. Perubahan tersebut juga mendapat persetujuan bersama DPR dan Presiden, sehingga berpengaruh signifikan ke partisipasi publik.
Lalu, penggunaan data pelaksanaan seminar tanpa diberi catatan materi pembahasan seminar dan suasana selama seminar dalam pertimbangan Majelis Hakim MK tidak tepat. Majelis Hakim MK seolah menjadikannya sebagai sandaran legitimasi ilmiah.
MK seharusnya berperan strategis menjaga spirit reformasi, menjaga independensi KPK dalam pemberantasan korupsi, dan mengoreksi secara jernih regulasi yang mereduksi kedudukan dan independensi KPK. Hal ini justru tidak tampak dalam putusan MK.
Pertimbangan yang mereduksi makna demonstrasi hanya kebebasan berpendapat jelas bertentangan fungsi MK. Baik sebagai pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, pelindung HAM, pelindung hak konstitusional warga negara dan pelindung demokrasi.
Terkait judicial review yang diajukan, Rektor UII, Prof Fathul Wahid mengatakan, itu semua merupakan jihad konstitusi UII. Yang mana, beriring langkah pula dengan sangat banyak elemen bangsa yang menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK itu.
"Didasari rasa cinta, rasa rindu, agar bangsa ini jadi lebih bermartabat. Kami ingin KPK sebagai pengawal pemberantasan korupsi dikuatkan, dan UU KPK yang direvisi justru memiliki celah-celah melemahkan KPK," kata Fathul, Selasa (5/5).
Senada, Dekan Fakultas Hukum UII, Dr Abdul Jamil menuturkan, semua ini jadi bagian usaha UII untuk berjuang karena melihat revisi UU KPK memiliki banyak celah. Baik dari sisi prosedural pembentukan RUU KPK maupun sisi materiil UU KPK tersebut.
"Karena korupsi merupakan penghambat kesejahteraan rakyat, dan UU kemarin justru melemahkan KPK yang lahir untuk memberantas korupsi dan menjadi tumpuan kekuatan bangsa menghapuskan korupsi," ujar Jamil.
Walau belum puas, setelah ini civitas akademika UII masih akan melakukan kajian-kajian lebih lanjut terhadap putusan MK tersebut. Meski begitu, sejauh ini belum ditentukan rencana selanjutnya terkait putusan MK ini dari sisi hukum.