IDEAS Rilis Survei Dampak Pandemi pada Keluarga Miskin 

Secara medis, keluarga miskin tak terpengaruh pandemi, tetapi terdampak ekonominya.

EPA-EFE/Bagus Indahono
Seorang pria Indonesia mengumpulkan kotak karton yang tidak terpakai di sebuah permukiman kumuh di Jakarta, Indonesia pada 24 Maret 2021.Survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan bahwa kelompok keluarga miskin sangat patuh terhadap protokol kesehatan.
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan bahwa kelompok keluarga miskin sangat patuh terhadap protokol kesehatan. Namun merekalah pihak yang paling keras terdampak krisis akibat adanya pandemi.

Baca Juga


Survei tersebut digelar di lima wilayah aglomerasi utama di Indonesia yaitu Jakarta Raya (Jabodetabek), Semarang  Raya, Surabaya Raya, Medan Raya dan Makassar Raya. Survei dilakukan kepada 1.013 kepala keluarga miskin secara tatap muka sepanjang 7 Januari sampai 11 Februari 2021.

Pada survei tersebut secara menarik, keluarga miskin tidak banyak terpengaruh langsung oleh pandemi. Sebesar 99,4 persen responden menyatakan tidak ada satupun anggota keluarga mereka yang terinfeksi Covid-19 dan secara mengejutkan 97,6 persen mengaku mematuhi protokol kesehatan.

"Temuan ini cukup mengejutkan, mengindikasikan kesadaran dan kepatuhan protokol kesehatan yang sangat baik di keluarga miskin, meski secara umum kita melihat masih banyak masyarakat di kawasan metropolitan yang abai dan tidak mematuhi protokol kesehatan," kata Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (7/5).

Dia menambahkan bahwa secara medis pandemi Covid-19 tidak terlalu berpengaruh kepada keluarga miskin, hal justru keras menghantam adalah krisis akibat dari pandemi. Sebanyak 97,9 persen responden dari keluarga miskin mengaku ekonominya sangat terdampak pandemi.

Sebanyak 97,9 persen mengaku ekonominya terdampak dan merasakan berbagai masalah ekonomi yang mereka hadapi mulai dari turunnya penghasilan keluarga, kehilangan pekerjaan hingga pendidikan anak mereka terlantar. Dalam penjabaran Yusuf menjelaskan sebesar 84,6 persen responden menyatakan pekerjaan atau usahanya terdampak oleh pandemi.

"Dampak paling banyak dirasakan adalah usaha sepi pembeli, jam kerja dan gaji dipotong hingga mengalami PHK, sulit mencari pekerjaan baru dan menganggur," katanya.

 

Terdapat 77,2 persen mengaku turunnya penghasilan keluarga, 76,9 persen mengaku kebutuhan pangan keluarga mereka terganggu, dan 32,6 persen kehilangan pekerjaan. Responden yang mengaku menganggur melonjak dari 8,3 persen sebelum pandemi menjadi 14,3 persen setelah pandemi.

Dari 85,7 persen responden yang masih bekerja setelah pandemi, 17,5 persen  diantaranya mengaku harus beralih profesi untuk dapat terus bekerja. Profesi utama keluarga miskin yang menurun paling banyak karena pandemi adalah buruh pabrik, sopir, penjaga toko/warung, petugas keamanan, petugas kebersihan, karyawan, buruh bangunan hingga asisten rumah tangga.

"Sedangkan profesi keluarga miskin yang meningkat paling banyak setelah pandemi adalah bekerja serabutan, diikuti buruh lepas/harian, buruh tani, pemulung dan berdagang/ usaha mandiri," ujar Yusuf.

Disrupsi pada usaha dan pekerjaan keluarga miskin, membuat penghasilan mereka merosot tajam. Penghasilan responden jatuh dari rata-rata Rp 2,1 juta per bulan sebelum pandemi menjadi rata-rata Rp 1,3 juta per bulan saat pandemi.

Jatuhnya penghasilan keluarga miskin ini diikuti dengan jatuhnya pengeluaran mereka, dari rata-rata Rp 1,7 juta per bulan sebelum pandemi menjadi rata-rata Rp 1,4 juta per bulan saat pandemi. IDEAS menyarankan pihak terkait untuk mengoptimalkan ruang-ruang intervensi dalam rangka meminimalkan beban yang dihadapi keluarga miskin agar mereka dapat melewati krisis.

Pertama, mengintensifkan bantuan sosial dan membuatnya menjadi reguler dan permanen selama pandemi belum berakhir. Beban berat yang telah menyentuh kebutuhan paling dasar yaitu pangan, membuat bantuan sosial menjadi krusial.

 

Kedua, intervensi non bansos yang sangat bagi keluarga miskin, terutama intervensi terkait dengan ketahanan pangan dan ketahanan psikologis keluarga miskin. Intervensi yang mempromosikan pertanian tanpa lahan atau urban farming terutama untuk keluarga miskin perkotaan berpotensi besar menopang ketahanan pangan dan bahkan ketahanan ekonomi keluarga miskin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler