Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri 2021 tentang Kesucian

Naskah dan teks khutbah Idul Fitri 2021

Republika/Wihdan
Teks dan Naskah Khutbah Idul Fitri 2021 tentang Kesucian . Foto: Idul Fitri Ilustrasi
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,  Kesucian Manusia, Cinta-Kasih dan Persaudaraan Sesama

Baca Juga


Oleh (Almarhum) Prof Dr. Nurcholish Madjid

Kaum Muslimin Dan Muslimat Yang Terhormat,
Pertama-tama kita ucapkan syukur Kepada Allah subhanahuu wa-ta'ala atas nikmat-karunia yang telah kita terima, yang tidak terbilang banyaknya. Kita mohon bimbingan- Nya, karena barangsiapa dibimbing Allah maka tiada seorang pun mampu menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan Allah, maka tiada seorang pun mampu membimbingnya.

Kita saksikan bahwa tiada suatu tuhan apapun selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa, ai-Ahad, yaitu Tuhan yang sebenar-benarnya. Dan kita saksikan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan hamba-Nya. Kemudian kita mohonkan salawat dan salam Allah untuk junjungan kita itu, beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

lnilah hari raya kita semua. Hari raya kemanusiaan universal, hari raya kesucian primordial manusia, hari raya fitrah, hari raya manusia sebagai makhluk yang hanif, makhluk yang merindukan kebenaran dan kebaikan, yang berbahagia karena kebenaran dan kebaikan. Hari raya puncak perolehan keruhanian kita setelah berpuasa selama sebulan, hari raya kembali ke fitrah, kesucian asal ciptaan Allah untuk manusia, 'ldui-Fithr-i.

Kita kembali ke fitrah kesucian adalah atas bimbingan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, melalui latihan menahan diri yang kita jalankan dengan penuh ketulusan, yang kita genapkan bilangannya selama sebulan. Maka di hari ini kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil, sebagai pernyataan rasa syukur kita kepada Allah atas segala petunjuk-Nya itu.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya:
"Dan hendaknya kamu sempurnakan bilangan hari berpuasa itu, kemudian hendaknya kamu kumandangkan takbir, mengagungkan Allah, atas hidayah yang telah dikaruniakan kepadamu, dan hendaknya kamu sekalian bersyukur". (QS.ai- Baqarah/2:185).
Disebabkan oleh hakikatnya yang terkait langsung dengan ajaran dasar agama, maka Hari Raya ini adalah peristiwa yang amat sentral dalam kehidupan kaum beriman. Maka marilah kita renungkan sejenak makna dan hakikat Hari Raya ini.

Secara budaya keagamaan di negeri kita tercinta ini, dengan kedatangan hari raya kesucian manusia ini kita ucapkan Minai-A'idin wa'I-Fa'izin, semoga kita semua tergolong mareka yang kembali ke fitrah, dan berhasil tidak sia-sia menjalankan ibadah puasa, ibadah latihan menahan diri terhadap godaan hawa nafsu pendorong kejahatan, al-nafs al-ammarah, dan membersihkan jiwa dari dosa.

Karena memang kembali ke fitrah itulah hasil dan wujud utama dari semangat takwa yang menjadi tujuan ibadat puasa. Tujuan itu terdapat secara umum dan universal pada semua manusia. Karena itu setiap umat mempunyai cara sendiri dalam menjalankannya. Semuanya itu dengan tujuan membentuk manusia yang bertakwa. Begitulah disebutkan dalam kitab suci:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu semua puasa sebagaimana telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu, supaya kamu semua bertakwa". (QS.ai-Baqarah/2:183).

Lalu apa makna dan hakikat takwa itu? Yang utama dan pertama ialah beriman kepada Allah dalam keghaiban, dalam keadaan kita tidak melihat-Nya dengan mata kepala kita, namun kita menyadari kehadiran-Nya dalam hidup kita. Takwa ialah kesadaran bahwa Allah beserta kita di manapun kita berada, dan Allah itu Maha Tahu atas segala sesuatu yang kita perbuat.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya:
"Dia mengetahui apa yang masuk ke bumi dan yang ke/uar daripadanya, dan apa yang turun dari langit dan yang naik kepadanya. Dia bersama kamu di manapun kamu berada. Dan Allah Maha Melihat segala sesuatu yang kamu kerjakan". (QS. ai- Hadid/57:4).

 
Menanamkan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup itulah tujuan semua ibadat, dan hikmah seluruh ajaran Tuhan dalam semua kitab suci. AI-Qur'an menyebut dirinya sebagai kitab yang tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yang sifat pertamanya ialah beriman kepada keghaiban, atau beriman dalam keghaiban. Al-Qur'an telah menyebutkam bahwa kitab-kitab suci sebelumnya yang diturunkan kepada para nabi, juga bertujuan mananamkan kesadaran bertakwa, walaupun dalam keadaan mereka tidak melihat-Nya namun sadar akan kehadiran-Nya, sama dengan tujuan al-Qur'an:


وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ (48) الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ (49) وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنزلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ (50

Artinya:
" Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat. Dan al-Quran lni adalah suatu Kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang Telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya?". (QS. al-Anbiya/21:48-50).

Berdasarkan ajaran pokok itu, al-Qur'an juga mengajarkan bahwa cobaan Allah berupa adanya godaan penyelewengan adalah untuk diketahui siapa yang takut kepada Allah dalam keghaiban, dan siapa yang tetap melanggar dalam keghaiban itu

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya:

" Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat- Nya. barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, Maka baginya azab yang pedih". (QS. al-Ma'idah/5:94).

Beriman kepada Allah dalam keghaiban! Takut kapada Allah dalam keadaan kita tidak melihat-Nya, tapi kita menyadari akan kehadiran-Nya dalam semua kegiatan kita. ltulah takwa! ltulah tujuan kita berpuasa. Maka jika kita tidak dapat mencapai tujuan, dengan sendirinya puasa kita adalah sia-sia, tanpa guna. Kita berpuasa hanya mendapatkan derita Iapar dan dahaga semata.

Sebab jika kita masih melanggar batas dalam keghaiban, maka sesungguhnya kita tidak beriman. Atau, paling tidak iman kita cacat, tidak sempurna. Nabi SAW mengajarkan, bahwa orang tidak akan berbuat dosa selagi ia beriman. Atau, tidaklah orang beriman selagi ia menjalankan perbuatan dosa.


“Tidaklah orang berzina ketika berzina itu beriman; tidaklah orang mencuri ketika mencuri itu beriman; dan tidaklah orang itu minum khamar ketika meminumnya itu beriman". (Hadits sahih kitab Hujaj al-Qur'an, 1:47)

Oleh karena itu sepatutnya kita senantiasa merenungkan keadaan diri kita. Kita semua merasa diri kita sebagai kaum beriman. Tetapi dalam kenyataannya acapkali kita tidak dapat menahan diri, kemudian tergoda melakukan dosa, padahal Allah senantiasa menyaksikan. Dalam fikiran kita selalu ada ancaman adanya momen, saat sekejap betapapun singkatnya, ketika kita jalani, bahkan ingkar akan kehadiran Tuhan dalam hidup kita, bahwa Tuhan beserta kita di manapun kita berada.

Jadi sesungguhnya kita kaum beriman ini senantiasa terancam kehilangan iman. Karena itu Allah subhanahu wata'ala tetap memperingatkan kita kaum beriman untuk beriman! Yaitu beriman kepada Allah dan Rasul itu, serta kepada ajaran kitab-kitab suci yang diturunkan kepada para rasul sebelumnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kamu semua kepada Allah dan Rasui-Nya dan kepada kitab yang Dia turunkan kepada Rasui-Nya, serta kitab yang Dia turunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, para maliakat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasui-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya ia telah sesat sejajuh-jauhnya". (QS. an-Nisa/4:136).

Kaum muslimin dan muslimat yang terhormat,
Sekarang, pertanyaanya ialah, mengapa kita selalu terancam untuk melakukan dosa, ingkar kepada Allah, melanggar larangan-Nya?

Mengapa kita ini setiap saat dapat lupa Allah, mengabaikan perjanjian kita dengan Pencipta kita, dan menerjang batas-batas yang ditetapkan-Nya?

Sebabnya ialah, karena kita ini semua adalah anak cucu Adam, Bani Adam. Dan Adam, beserta isterinya, pernah terusir dari surga, tersungkur jatuh kedalam hidup hina, penuh derita dan nestapa, karena leluhur manusia itu telah tergoda! Yaitu tergoda oleh bisikan jahat setan untuk melanggar larangan Tuhan, karena janji palsu akan hidup abadi dan memiliki kekuasaan yang bakal bertahan sepanjang zaman. Kitab suci al-Qur'an dengan jelas menggambarkan hal itu dalam surah Thaha ayat 115-122.

وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا (115) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى (116) فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى (117) إِنَّ لَكَ أَلا تَجُوعَ فِيهَا وَلا تَعْرَى (118) وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلا تَضْحَى (119) فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى (120) فَأَكَلا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى (121) ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى (122)

"Sesungguhnya kami telah buat janji kepada Adam sebelumnya, namun ia lupa, dan tidak kami dapati padanya keteguhan jiwa. Ketika kami berkata kepada para malaikat:" Sujudlah kamu semua kepada Adam", maka merekapun sujud, kecuali lblis, ia durhaka. Lalu kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia menyababkan kamu berdua keluar dari surga, yang membuat kamu menjadi sengsara. Sesungguhnya di surga itu kamu tidak akan kelaparan, dan tidak pula akan telanjang. Dan sesungguhnya kamu juga tidak akan kehausan, dan tidak pula akan kepanasan.Kemudian setan menggodanya, dan berkata: "Hai Adam, maukah engkau aku tunjukkan pohon kehidupan abadi (syajarat-u '1-khuld-i) dan kekuasaan yang tidak akan binasa (mulk-un Ia yab/a)?. Maka keduanya, Adam dan Hawa' memakan buah dari pohon itu, dan jadi nampaklah pada mereka aurat mereka, lalu mulailah keduanya menutupi diri dengan dedaunan surga. Adam telah durhaka kepada Tuhannya, maka sesatlah ia. Kemudian Tuhan mengangkatnya, maka diberikannya taubat dan dibimbingnya". (QS. Thaha/20:115-122).


Begitulah penuturan suatu babak dalam cerita langit, suatu drama kosmis, yang melibatkan leluhur manusia. Adam telah terikat janji dengan Tuhan untuk taat kepada-Nya. Namun ia lupa, karena godaan setan yang takkan binasa (mulk-un Ia yabla). Mereka berdua melanggar, memakan buah pohon terlarang, lupa akan janjinya kepada Tuhan.
Keinginan hidup abadi! Akibatnya kita menjadi serakah, terkungkung nafsu, membekali diri dengan mengumpulkan kekayaan untuk tujuh turunan, tidak peduli dengan penyelewengan, kecurangan! Nafsu mendapatkan kekuasaan yang takkan binasa!

Maka kita pun mengabaikan segala ketentuan, melanggar segala larangan, demi kekuasaan. Harta dan tahta! ltulah yang selalu menggoda manusia, hasil bisikan lblis musuh Tuhan yang terlaknat sampai hari kiamat. ltulah yang mendorong manusia jatuh tidak terhormat, kehilangan harkat dan martabat. Kita umat manusia adalah anak cucu Adam. Maka kita pun menyimpan dalam diri kita nafsu serakah kepada harta dan tahta, yang membuat kita lupa akan segala larangan dan batasan.

Maka seperti Adam dan Hawa' leluhur kita yang diusir dari surga, kita selalu terancam mengalami kejatuhan yang hina, hidup penuh derita dan nestapa, sampai datang saatnya kita kembali kepada Tuhan dan bertobat penuh penyesalan. Tetapi umat manusia, anak cucu Adam, akan terus hidup bermusuhan, saling membunuh, dan membuat kerusakan, kecuali mereka yang mendapat bimbingan, rahmat, dan kasih-sayang Tuhan.

Adam dan Hawa', nenek moyang kita yang mewariskan bahaya keserakahan harta karena ingin hidup abadi dan nafsu berkuasa yang tidak akan berhenti. Karena potensi keserakahan itulah, para malaikat dahulu memprediksi Adam dan keturunannya akan membuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Namun rahmat dan kasih-sayang Allah meliputi segala sesuatu, dan Dia adalah Penerima taubat:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54) وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (55) أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَى عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ (56) أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (57) أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (58) بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (59)

"Katakanlah: ‘Hai para hamba, umatku, yang telah melampaui batas terhadap diri sendiri mereka, janganlah berputus asa dari rahmat Allah! Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang. Kembalilah kamu sekalian kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya, sebelum datang azab kepadamu dan kamu tidak tertolong lagi. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, dan kamu tidak menyadari. Janganlah sampai kelak ada yang berkata, ‘Alangkah menyesalku atas kelalaianku di sisi Allah, sungguh aku termasuk mereka yang meremehkan. Atau janganlah sampai kelak ada yang berkata: ‘Kalau saja Allah memberiku petunjuk, tentulah aku termasuk mereka yang bertakwa.' Atau janganlah sampai kelak ada yang berkata, ketika melihat azab: ‘Kalau saja aku dapat kembali ke dunia, niscaya aku akan termasuk mereka yang beramal kebajikan." Sebenarnyalah, telah datang berbagai keterangan-Ku kepadamu, namun engkau mendustakannya dan menyombongkan diri, dan engkau termasuk mereka yang ingkar). (QS. az-Zumar/39:53-59)·

Hari ini, pada Hari Raya Fitrah ini, adalah saat yang baik kita menarik pelajaran dari leluhur kita, Adam dan Hawa'. Janganlah sampai kita mengulangi pelanggaran Adam dan Hawa'. Menuruti bisikan jahat setan, mengumbar hawa nafsu keserakahan karena janji palsu hidup abadi dan kekuasaan yang tak bakal terhenti. Hari Raya ini adalah kesempatan yang amat baik untuk merenung, dengan ingat dan menangkap isyarat do'a yang diajarkan Allah kepada kita semua,


قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Katakanlah: "Wahai Tuhan Pemilik segala kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehandaki; Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan siapapun engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Ali 'lmran/3:26).

 
Kaum muslimin dan muslimat yang terhormat  Bangsa kita telah mengalami malapetaka yang dahsyat beberapa waktu yang lalu, karena kita lupa akan pesan kisah Adam dan Hawa'. Kita telah melanggar perjanjian antara manusia dan Tuhan.

Dampak dari semua pelanggaran itu masih terus berlangsung dan masih terasakan sampai sekarang. Kita bertikai mengumpulkan harta dan kekayaan, kita bersengketa berebut kedudukan dan kekuasaan. Kita nampaknya sedang mengulangi lagi kesalahan Adam. Akankah kita, seperti leluhur kita itu, juga tercampak dalam kehinaan, kehilangan semua nilai suci kemanusiaan, merusak tatanan hidup dan lingkungan yang danai sejahtera, terjerembab ke dalam jurang permusuhan dan pertumpahan darah yang tidak berkesudahan?! Semoga tidak!

Dan dengan datangnya Hari Raya Kesucian Manusia ini, kita berkasempatan memperbaiki diri, melakukan introspeksi dan kembali kepada kejadian primordial yang suci. Dalam suasana dan kesadaran kesucian itu, kita akan kembali kepada kebahagiaan primordial, tempat leluhur kita Adam dan Hawa' hidup bebas dan bahagia, yaitu kehidupan aman, tenteram dan damai. Dalam kebahagiaan itu, tidak ada sumpah-serapah dan caci-maki, melainkan ucapan salam, damai untuk semua.
جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ () لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا تَأْثِيمًا
Artinya:
"Di sana mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia, juga tidak ucapan tuduhan berdosa, melainkan ucapan "Damai, damai" semata". (QS. al-Waqi'ah/56:25-26).  
Dalam suasana rahmat dan kasih-Nya itu, Allah mengajarkan kepada kita bahwa hakikat kemanusiaan adalah satu, dengan tetap ada perbedaan yanga tidak hakiki, yang perbedaan itu tidak seharusnya membawa kepada pertikaian.
وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلَّا أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Tidaklah manusia itu melainkan umat yang satu (sama), kemudian mereka berse/isih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihankan itu". (QS. Yunus/10:19).

Karena itu, dalam suasana hidup penuh kedamaian tidaklah berarti bahwa perbedaan sesama manusia akan lenyap. Perbedaan yang tidak hakiki akan selamanya tetap ada di antara manusia. Tetapi dengan anugerah rahmat dan kasih- Nya kepada manusia, perbedaan itu tidak akan membawa pertikaian, dan memang demikian itulah Allah menciptakan manusia.

Sebaliknya, jika tiada anugerah rahmat kasih sayang Allah itu kepada kita, kemudian kita terus-menerus bersilang sengketa dan bertikai, maka itulah jaminan kita bakal hidup sengsara.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (118) إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (119)

Artinya:
“Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan seluruh manusia umat yang tunggal. Namun meereka se/amanya akan berselisih, kecuali yang mendapatkan kasih Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Sabda Tuhanmu telah sempurna:'Pastilah Aku penuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia sekalian". (QS. Hud/11:118-119).

Maka dengan rahmat Allah, perbedaan bukanlah suatu cacat atau kekurangan. Perbedaan akan membawa barkah dan hikmah karena dapat menjadi pendorong perlombaan antara kita menuju berbagai kebaikan. Perbedaan sesama manusia adalah kehendak dan rahasia ilahi, dan kelak dalam alam Akhirat setelah kita mati, barulah kita akan mendapat keterangan apa hakikatnya!
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya:
“••• Untuk setiap umat diantara kamu, Kami telah berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah kehendaki, niscaya Dia jadikan kamu, umat manusia, umat yang tunggal. Tetapi Allah hendak menguji kamu dalam hal yang telah dianugerahkan-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah kamu berbuat berbagai kebajikan. Kepada Allah-lah kembalimu semua, maka Dia akan jelaskan kepadamu tentang segala sesuatu yang telah kamu perselisihkan itu... ". (QS. al-Maidah/5:48).
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
"Dan setiap umat punya arah kemana ia menghadap diri. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di manapun kamu berada pasti Allah akan kumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu). (QS. al- Baqarah/2:148).
Bagi sementara kalangan di antara kita, perbedaan lahiri antara berbagai golongan disalahfahami sebagai perbedaan hakiki. Maka bagi mereka itu, seperti halnya bagi kaum musyrik, sulit sekali memenuhi ajakan untuk tidak berpecah belah, untuk bersatu dalam ajaran-ajaran dasar kesucian dari Tuhan Yang Maha Esa.
Maka karena persamaan dasar syari'at agama semua nabi itu, Allah ajarkan kepada kita sekalian agar beriman kepada semua kitab suci dan semua nabi, tanpa membeda-bedakan salah seorangpun dari antara mereka. Ajaran semua nabi itu sama, karena semua berasal dari Allah subhanahu wa-ta'ala, dan semua kembali kepada-Nya.
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Artinya:
"Rasul telah beriman kepada yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula kaum beriman. Semuanya beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya dan para rasui-Nya: “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dari para rasui-Nya", dan mereka berkata: “Kami dengar dan kami patuh. Ampunilah kami ya Tuhan, dan kepada Engkaulah semuanya kembali". (QS. al-Baqarah/2:285).

Memang dalam kenyataannya, perbedaan lahiri, perbedaan yang tidak hakiki, tidak semuanya dapat dihindari. Demikian itu, antara lain karena adanya perbedaan latar belakang lingkungan kehidupan, baik lingkungan alam maupun lingkungan kemasyarakatan. Tetapi melalui kegiatan berlomba- lomba menuju kepada berbagai kebaikan (al-khairat), perbedaan yang ada akan justru membawa kepada hikmah rahmat Allah, karena menyedikan proses pembiakan silang untuk kuatnya pandangan dan wawasan.

Maka manusiapun berbeda-beda dan terbagi-bagi menjadi berbangsa dan bersuku-suku, semuanya tercipta atas kehendah Allah, agar kita saling kenai dan saling hargai, bukan untuk menjadi alasan membagi-bagi manusia secara diskriminatif, dengan pembagian tinggi-rendah yang tidak berdasarkan hasil kerja atau jasa kepada sesama manusia. Dalam pandangan Jlahi, manusia seluruhnya adalah sama, kecuali berdasarkan tingkat taqwanya.

 
Kaum muslimin dan muslimat yang terhormat
Maka, akhirnya, marilah kita ambil hikmah Hari Raya ini dengan sebaik-baiknya.
Marilah kita semua kembali kepada kesucian asal kita, kesucian fitrah yang hanif, yang dengan tulus mencari dan mengikuti kebenaran dan kebaikan.
Marilah kita tanamkan takwa dalam diri kita, menyadari kehadiran Tuhan dan pengawasan-Nya dalam segala kegiatan.

Marilah kita lawan godaan setan yang mendorong nafsu serakah, dan marilah kita tegakkan keadilan, demi kebahagiaan kita seluruh warga masyarakat dan Negara tanpa perbedaan.

Marilah kita galang persaudaraan antar umat, antar suku bangsa, dan antar sesama manusia seluruhnya. Marilah kita wujudkan itu semua dengan iman, amal kebajikan, bebas dari syirik pemujaan kepada harta dan kekuasaan.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“AIIah janjikan kepada mereka yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal kebajikan, bahwa Dia pasti akan jadikan mereka penguasa di bumi, sebagaimana Dia telah jadikan sebelumnya orang-orang berkuasa, dan pasti Dia akan teguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia pasti akan mengubah mereka dari suasana ketakutan menjadi aman tenteram. Mereka beribadat kepada-ku, tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang fasik". (QS. an- Nur/24:55).
Semoga Allah menganugerahkan kepda kita rahmat, taufiq, hidayah, dan 'inayah-Nya.

Sumber:

http://simbi.kemenag.go.id/epustaka_slims/index.php?p=show_detail&id=117

sumber : Kemenag.go.id
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler