Islamofobia di Inggris Naik 430 Persen Pascaserangan Israel

Tell Mama UK mendesak penyelidikan penuh atas insiden kebencian.

Foto : MgRol_94
Islamofobia di Inggris Naik 430 Persen Pascaserangan Israel
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah laporan mengejutkan muncul di Inggris di mana kebencian anti-Muslim atau Islamofobia mengalami peningkatan 430 persen. Berdasarkan laporan yang dibuat sekelompok peneliti, angka ini meningkat dibanding satu pekan sebelumnya, pada 8-17 Mei.

Baca Juga


Kelompok pemantau ini lantas mengaitkan lonjakan tersebut dengan eskalasi terbaru dari serangan Israel terhadap Palestina. Menurut pernyataan Tell Mama UK, 13 laporan terkait serangan Islamofobia terjadi pada 1-7 Mei dan meningkat menjadi 56 serangan pada pekan berikutnya.

"Insiden itu jelas dipengaruhi oleh apa yang terjadi di Israel dan Palestina. Menyusul lonjakan tersebut, kami telah dan terus mengamati sejumlah laporan terkait, seperti perundungan rasialis di kalangan siswa," kata kelompok tersebut dikutip di Ahlulbayt News Agency (ABNA), Kamis (27/5).

Dalam beberapa kasus, kelompok ini menyebut ada komentar yang mengkhawatirkan, bahkan sepenuhnya tidak dapat diterima, datang dari staf dan manajemen di beberapa sekolah terhadap siswa di sana.

Mengutip Undang-Undang Kesetaraan 2010 negara itu, kelompok itu menggarisbawahi badan publik, termasuk sekolah, harus mempertimbangkan untuk menghapus diskriminasi, memajukan kesetaraan mereka yang memiliki karakter yang dilindungi, serta berusaha untuk membina hubungan yang positif dan baik antara kelompok-kelompok tersebut.

Tak hanya itu, mereka juga mendesak penyelidikan penuh atas insiden kebencian dan rasialisme semacam itu. Diperlukan keterlibatan komunitas dan pelatihan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang kesetaraan pada masa depan, serta memahami bagaimana bahasa yang berbahaya akan berdampak pada siswa dan komunitas yang lebih luas.

 

"Guru juga harus memberi contoh dengan mengingatkan siswa bahwa intimidasi, rasialisme, Islamofobia, dan bentuk kebencian lainnya tidak akan ditoleransi," kata mereka menambahkan.

Suasana yang tegang meningkat di seluruh wilayah Palestina bulan lalu karena keputusan pengadilan Israel mengusir keluarga Palestina dari rumah mereka di lingkungan Sheikh Jarrah demi kelompok permukiman mereka. Situasi lantas memburuk setelah pasukan Israel menggerebek Masjid al-Aqsa dan menyerang jamaah di dalamnya.

Konfrontasi ini menyebar ke Jalur Gaza, dengan Israel melancarkan serangan udara yang menewaskan sedikitnya 248 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita, serta melukai lebih dari 1.900 lainnya. Otoritas kesehatan di Tepi Barat juga mengonfirmasi 31 orang tewas di wilayah pendudukan, dengan total 279 orang di seluruh wilayah Palestina.

Sebanyak 12 orang Israel juga tewas dalam tembakan roket Palestina dari Jalur Gaza. Kementerian Tenaga Kerja dan Perumahan Palestina yang berbasis di Gaza menyebut setidaknya 2.000 bangunan hancur total dan 15 ribu bangunan tidak dapat digunakan sebagai akibat dari serangan Israel di daerah kantong itu.

Sekitar empat masjid dan puluhan kantor polisi hancur total dalam serangan itu, sementara banyak pabrik di kawasan industri menjadi tidak dapat digunakan. Israel menduduki Yerusalem Timur al-Quds, tempat al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Mereka mencaplok seluruh kota pada 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional. 

 

Link artikel asli

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler