Alquran Isyaratkan Kematian adalah Nikmat
Dengan kematian manusia bisa meraih hidup abadi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran dan Sunnah mengisyaratkan kematian adalah nikmat. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 28:
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Kaifa takfurụna billāhi wa kuntum amwātan fa aḥyākum, ṡumma yumītukum ṡumma yuḥyīkum ṡumma ilaihi turja'ụn.
“Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Maksud dari ayat di atas adalah bagaimana bisa kamu terus-menerus kafir kepada Allah, yakni tidak mengesakan-Nya dan tidak mensyukuri nikmat-Nya padahal kamu tadinya mati, tidak berada di bumi. Lalu, Dia menghidupkan kamu di bumi kemudian Dia mematikan kamu dengan mencabut nyawa kamu sehingga kamu meninggalkan bumi dan menghidupkan kamu lagi, di alam barzakh. Kepada-Nya lah kamu dikembalikan untuk dinilai semua amal perbuatan selama kamu hidup di dunia.
Pendiri Pusat Studi Alquran Prof. M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya, Kematian Adalah Nikmat, pakar kosa kata Alquran Ar-Raghib Al-Asfahani menyebut ayat tersebut didahulukannya kata mati atas kehidupan. Ini memberi isyarat, kematian adalah nikmat karena dengan kematian manusia bisa meraih hidup abadi.
Filosof Pakistan ternama, Muhammad Iqbal memiliki pendapat serupa. Dia mengomentari firman Allah dalam surat Maryam 93-95:
اِنْ كُلُّ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ اِلَّآ اٰتِى الرَّحْمٰنِ عَبْدًا ۗ
لَقَدْ اَحْصٰىهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا ۗ
وَكُلُّهُمْ اٰتِيْهِ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ فَرْدًا
Ing kullu man fis-samāwāti wal-arḍi illā ātir-raḥmāni ‘abdā. Laqad aḥṣāhum wa ‘addahum ‘addā. Wa kulluhum ātīhi yaumal-qiyāmati fardā.
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba. Dia (Allah) benar-benar telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan setiap orang dari mereka akan datang kepada Allah sendiri-sendiri pada hari Kiamat.”
Ayat di atas menurut Iqbal adalah tidak ada satu pun yang wujud dan berakal di langit dan di bumi kecuali akan datang menghadap kepada ar-Rahman selaku soerang hamba yang dimiliki oleh-Nya sehingga dia pasti datang dalam keadaan patuh dan tunduk, suka atau tidak suka.
Sesungguhnya demi keagungan Allah, Dia Yang Maha Esa itu telah mengetahui keadaan, kebutuhan, dan keinginan mereka dengan rinci, baik sebelum hadir di pentas jagad raya dan telah menghitung mereka dengan hitungan yang teliti sehingga semua Dia penuhi kebutuhannya. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat sendiri-sendiri dalam keadaan amat butuh, tanpa anak, harta, dan pembantu, bahkan tanpa busana yang menutupi aurat mereka.
Manusia yang terbatas akan mendapat kehormatan menghadap Allah yang tidak terbatas. Mereka menghadap untuk menyaksikan amal perbuatan.
Alquran tidak menganggap keterbatasan sempurna sebagai puncak kebahagiaan manusia, tetapi ganjaran sempurna adalah proses penguasaan darinya, keunikan dan kekuatan kegiataannya dalam kedudukannya sebagai ruh.
Terkait konteks memahami nikmat karena kematian, Rasulullah juga bersabda ketika dia dihadapkan satu jenazah, “Seorang hamba Allah yang Mukmin (wafat) mustarih karena dia telah terbebaskan dari kesulitan dan kepayahan hidup duniawi menuju ke rahmat Allah, sedang hamba pendurhaka Mustarah minhu yakni manusia, hewan, dan tumbuhan-tumbuhan telah terbebaskan dari aneka gangguannya,” (HR Bukhari dan Muslim).