KPK Setorkan Rp 12,5 Miliar Rampasan Korupsi Imam Nahrawi

KPK setorkan uang rampasan korupsi Imam Nahrawi ke kas negara.

Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan uang hasil rampasan terpidana korupsi Imam Nahrawi ke kas negara. Lembaga antirasuah itu menyetorkan uang rampasan korupsi sebesar Rp 12,5 miliar dari perkara yang menjerat mantan menteri pemuda dan olahraga tersebut.

Baca Juga


"Penyetoran uang rampasan ke kas negara sebagai bentuk komitmen nyata pelaksanaan  aset recovery dari hasil tindak pidana korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (4/6).

Ali mengatakan, penyetoran kas tersebut mengacu lada putusan MA RI Nomor : 485 K/Pid. Sus/2021 tanggal 15 Maret 2021 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi  DKI Jakarta Nomor : 30/PID.SUS-TPK/2020/ PT DKI. JKT tanggal 8 Oktober 2020 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor : 9/Pid.Sus/ TPK/2020/PN. Jkt. Pst tanggal 29 Juni 2020.

Seperti diketahui, Imam Nahrawi dinyatakan terbukti menerima suap Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,348 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap dilakukan guna mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.

 

Dalam dakwaan pertama, Imam Nahrawi bersama bekas asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dinilai terbukti menerima uang total Rp 11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 8,35 miliar yang berasal dari sejumlah pihak.

Majelis kasasi pada MA RI pada 15 Maret 2021 memutuskan untuk menjatuhkan pidana kepada IMam Nahrawi dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Imam juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar.

Bila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti itu. Jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka akan dipidana selama 3 tahun.

Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler