PBB Peringatkan Ancaman Kelaparan di Tigray Ethiopia
Perekonomian di Tigray hancur akibat konflik
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Mark Lowcock memperingatkan ratusan ribu orang di wilayah konflik Tigray, Ethiopia dan utara negara itu terancam tewas karena kelaparan. Ia mengatakan perekonomian di wilayah itu hancur.
Pertanian, perternakan dan bisnis ambruk, jaringan telekomunikasi dan perbankan mati. "Kami sudah mendengar kematian terkait kelaparan," kata Lowcock dalam pernyataanya seperti dikutip Aljazirah, Ahad (6/6).
"Masyarakat harus sadar, masyarakat internasional harus meningkatkan upaya termasuk menyediakan uang," tambahnya.
Pada November 2019, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengerahkan pasukan bersenjata ke Tigray usai menuduh Tigray People’s Liberation Front (TPLF) yang berkuasa di daerah itu mendalangi penyerangan ke kamp-kamp militer pemerintah federal.
Konflik Tigray yang sudah berlangsung selama enam bulan menyebabkan kematian puluhan ribu orang dan sejumlah kekejian lainnya serta pemerkosaan massal, pembunuhan ekstayudisial dan pengusiran paksa. Korbannya tidak hanya masyarakat tapi juga pihak berwemang dan organisasi kemanusian. Eritrea membantu Ethiopia dalam konflik ini.
"Konflik ini menghancurkan matapencaharian dan infrastruktur, memicu pembunuhan massal, penculikan dan kekerasan seksual," katanya.
Ia menambahkan ada bukti yang menunjukan Eritrea menggunakan 'kelaparan sebagai senjata perang'. Melanggar undang-undang humanitarian internasional.
"Kini ada ratusan ribu orang di utara Ethiopia yang kelaparan, bencana kelaparan terburuk yang dalam beberapa dekade terakhir, kini ratusan ribu orang atau terancam kehilangan nyawa," kata Lowcock.
Ia mengatakan ada puluhan ribu orang yang tinggal di wilayah yang dikuasai pasukan oposisi. "Ada upaya yang disengaja, berulang kali untuk mencegah mereka mendapat makanan," katanya.