Gejala-Gejala dari Pasien Terinfeksi Corona Varian Delta

Pasien varian Delta di RSLI Surabaya bergejala ringan dengan CT value di bawah 18.

Antara/Moch Asim
Pasien Covid-19 berolahraga saat menjalani karantina di Rumah Sakit Lapangan Kogabwilhan II Indrapura (RSLKI) di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/6/2021). RSLI Surabaya mengonfirmasi merawat tiga pasien terinfeksi virus corona varian Delta. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Wahyu Suryana,
Zainur Mahsir Ramadhan, Adysha Citra Ramadani, Rizky Suryarandika

Baca Juga


Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya saat ini merawat tiga pasien yang terkonfirmasi terjangkit varian B1617.2 atau Delta. Menurut penanggung jawab RSLI Surabaya, I Dewa Gede Nalendra Djaya Iswara ketiga pasien tersebut bergejala ringan dan sedang dengan CT value di bawah 18.

"Satu gejala ringan, batuk berdahak tanpa komorbid masih dirawat di RSLI. Kedua gejala ringan, demam dengan komorbid DB masih dirawat di RSLI, dan satu tanpa gejala, tanpa komorbid, pindah faskes pada 12 Juni 2021 ke RS Bojonegoro dengan pertimbangan lebih dekat domisili," ujarnya di Surabaya, Selasa (15/6).

Semua pasien varian Delta di RSLI Surabaya merupakan bagian dari klaster Madura. Ketiganya masuk RSLI Surabaya sejak 6 Juni 2021.

Nalendra menyampaikan, pihaknya telah mengirimkan puluhan sampel dari pasien Covid-19 yang CT value-nya rendah, utamanya yang dari Madura. Berdasarkan whole genome sequencing Litbangkes Jakarta, kata dia, ada lima sampel yang keluar dengan hasil tidak didapatkan mutasi. Kemudian, 32 sampel masih belum keluar hasilnya.

Sedangkan di ITD Unair, ada 11 sampel yang belum keluar. Sementara itu, ada 10 sampel sudah keluar hasilnya, di mana didapati tiga yang terkonfirmasi B1617.2.

"Tiga itu pasien yang sedang kami rawat tersebut. Ada juga sampel pada 8 dan 10 Juni masih belum keluar hasilnya," ujar Nalendra.

Berdasarkan studi di Inggris, di mana di negara tersebut banyak ditemukan kasus varian Delta, para peneliti menyimpulkan, bahwa sakit kepala, sakit tenggorokan, hingga pilek menjadi gejala paling umum terkait infeksi varian Delta. Menurut Tim Spector, seorang profesor epidemiologi genetik di King's College London yang memimpin penelitian, varian yang pertama terdeteksi di India itu bisa diibaratkan sebagai 'flu yang buruk'.

"Covid bertindak berbeda sekarang, lebih seperti flu yang buruk. Orang mungkin mengira mereka baru saja terkena flu musiman, dan mereka masih pergi ke pesta," kata Spector dikutip dari The Guardian, Selasa (15/6).

Spector menambahkan, varian Delta membuat batuk menjadi gejala paling umum kelima. Sedangkan hilangnya penciuman, tidak masuk dalam 10 besar gejala yang ada.

Lebih jauh, menurut data yang ada, Spector menambahkan, varian Delta 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha yang pertama kali terdeteksi di Kent. Varian ini juga membuat vaksin menjadi kurang efektif, terutama jika seseorang yang terjangkit hanya mendapat satu dosis.

"Saya pikir pesannya di sini adalah, jika Anda masih muda dan mengalami gejala yang lebih ringan, itu mungkin hanya terasa seperti pilek atau perasaan ringan, tetap di rumah dan lakukan tes," kata Spector.

Di Inggris, berdasar data hingga 10 Juni lalu, peningkatan kasus Delta lebih tinggi terjadi pada populasi yang tidak divaksinasi di Inggris. Kasus meningkat paling banyak pada kelompok usia 20-29, dan kelompok usia 0-19 berada di belakangnya. Pengumpulan data itu, dilakukan sejak 23 Mei hingga 5 Juni.

Kala varian Alpha masih mendominasi di Inggris, studi dari Imperial College London menemukan kecenderungan gejala yang berbeda. Saat itu, gejala yang paling umum ditemukan adalah menggigil, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, dan nyeri otot. Gejala-gejala ini disertai dengan gejala umum Covid-19 seperti demam dan kehilangan indera penciuman atau perasa.


Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM, dr. Gunadi mengatakan, dari 34 sampel diperiksa, 28 terkonfirmasi sebagai varian Delta. Dari kasus yang terjadi di Kudus menunjukkan kemungkinan besar adanya transmisi lokal varian delta.

"Sebelumnya sudah terdeteksi beberapa kasus, namun acak dan sekarang sudah jadi klaster di Kudus. Artinya, kemungkinan besar sudah terjadi transmisi lokal di Indonesia, khususnya di Kudus. Tidak menuntup kemungkinan juga ke luar Kudus," kata Gunadi, Senin (14/6).

Gunadi menambahkan, varian Delta telah terbukti menimbulkan dua dampak yaitu lebih cepat menular serta mampu mempengaruhi respons sistem imun manusia. Transmisi yang begitu cepat telah terlihat dari kasus di India dan Kudus itu sendiri.

"Varian delta bisa menurunkan respons sistem imun kita terhadap infeksi Covid, baik respons imun yang ditimbulkan infeksi alamiah maupun vaksin," ujar Gunadi.

Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup serius, Gunadi meminta masyarakat tetap disiplin menjalankan prokes pencegahan Covid-19. Berlaku bagi seluruh masyarakat, termasuk yang telah melakukan vaksinasi karena reinfeksi masih bisa terjadi.

"Prokes harus diperketat. Meski sudah vaksin, prokes tidak boleh longgar," kata Gunadi.

Namun, menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, penerapan prokes saja tak cukup untuk menangkal varian baru Covid-19. Dicky mendesak pemerintah berinovasi dalam program pencegahan dan penanganan Covid-19.

"Harus berbeda responsnya karena enggak cukup hanya dengan prokes, enggak ada bukti ilmiahnya cukup kendalikan (Covid-19) hanya gunakan prokes saja," kata Dicky kepada Republika, Selasa (15/6).

Dicky menyarankan pemerintah Indonesia meniru kebijakan negara lain dalam menghadapi varian Delta. Salah satunya peningkatan testing, tracing, treatment (3T).

"Negara yang berhasil hadapi varian ini gunakan tiga kombinasi yaitu lakukan penguatan vaksinasi secara masif, 3T dan lockdown. Kombinasi itu kalau sudah meledak, enggak ada cara lain. Ini yang bedakan dia dengan varian lain," ujar Dicky.

In Picture: Lonjakan Kasus Baru Covid-19 di Jakarta

Petugas mengendarai bus sekolah yang membawa pasien Covid-19 tanpa gejala di Graha Wisata Ragunan, Jakarta, Senin (14/6). DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang mengalami peningkatan kasus Covid-19 paling besar dalam sepuluh hari terakhir dengan peningkatan sebesar 302 persen. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

 

 



Terlepas dari itu, Dicky mengimbau masyarakat supaya tak panik berlebihan dengan ledakan kasus infeksi di sejumlah wilayah. Ia menyarankan kewaspadaanlah yang sepatutnya ditingkatkan oleh publik.

"Bukan berarti tidak perlu takut, tapi bukan juga abai karena harus serius, harus khawatir," imbau Dicky.

Pada hari ini, pemerintah menegaskan bahwa vaksinasi Covid-19, dari berbagai produsen, masih cukup ampuh untuk menekan laju penularan virus. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, efektivitas vaksinasi di Indonesia masih di atas 50 persen.

"Apakah vaksin di sini memiliki efektivitas masih tinggi atau tidak? Secara keseluruhan, sekarang ini masih. Karena efektivitas di atas 50 persen masih terpenuhi dan penelitian lebih lanjut harus selalu dilakukan agar vaksin yang dipakai adalah vaksin yang afektif," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (15/6).

Pernyataan Wiku mengenai tingkat efektivitas vaksinasi tersebut merespons merebaknya varian Delta. Varian ini terbukti mendominasi lonjakan kasus di beberapa daerah, seperti Kudus, Bangkalan, dan DKI Jakarta.

"Pada prinsipnya setiap virus pasti akan mengalami mutasi karena dalam rangka untuk survival dia. Dan proses mutasi dia, bisa berlangsung terus menerus apabila potensi untuk menular tersedia. Atau penularan tetap terjadi," kata Wiku.

Pertanyaan mengenai efikasi dan efektivitas vaksin Covid-19 terhadap mutasi virus, ujar Wiku, juga ditanyakan seluruh ahli di dunia. Menurutnya, pemerintah tetap terus memantau perkembangannya dan memastikan vaksinasi yang dilakukan memberikan proteksi kolektif.

Dalam rekap variant of concerns yang dilansir Kementerian Kesehatan, dari total 1.989 sekuens yang diteliti, ditemukan ada 145 mutasi baru. Di antaranya, 36 varian Alpha asal Inggris dan 104 varian Delta asal India.


Tren Covid-19 Meningkat, Zona Merah di Indonesia Bertambah - (Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler