Muslim Kanada Ingin Jadi Guru untuk Hilangkan Islamofobia

Aysha Yaqoob, Muslim Kanada yang menjadi guru hilangkan Islamofobia.

cbc.ca
Alysa Yakoob, Muslimah Kanada yang berprofesi sebagai guru.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Aysha Yaqoob merupakan anak dari keluarga imigran Pakistan di Kanada. Sejak kecil, ia sudah menyadari bahwa dirinya berbeda dengan teman-temannya. Perlakuan tidak menyenangkan yang dialaminya dan keluarga mendorongnya untuk melakukan perubahan.

Baca Juga


"Saya memilih menjadi guru dengan harapan dapan memperbaiki sistem pendidikan,"katanya seperti dilansir CBA News, Kamis (17/6).

Aysha melalui profesinya ingin memberitahu bahwa perbedaan pakaian bukan untuk dilecehkan melainkan dihargai. Seperti halnya makanan biryani yang gurih dan pedas bukan untuk diolok-olok melainkan dinikmati. "Mungkin dengan menjadi seorang guru Muslim akan membagi beban menghadapi orang-orang yang membenci Islam,"kata dia. 

Aysha mengaku, pengalamannya sewaktu sekolah bisa jadi tidak menakutkan andai ada sosok seorang guru Muslim. "Saya ingin menjadi sosok itu," katanya.

 

 

Ketika Aysha memutuskan menjadi guru tidak ada yang percaya. Bahkan, ada salah seorang muridnya mengaku heran dengan pencapaian Aysha. "Saya memilih untuk mengambil tanggungjwab menghadapi siswa yang rasis, sehingga mereka suatu hari tidak merasa hebat namun biasa saja,"katanya.

Menurut Aysha, kehadirnya di sekolah juga diharapkan sebagai pengingat adanya keberagaman dalam masyarakat Kanada. Karenanya, dalam setiap kelasnya, Aysha mendorong para siswa bertanya tentang prasangka terhadap dirinya.

"Kami diskusi dan belajar bersama. Saya juga melihat mereka ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik,"ucapnya

Untuk itu, kata Aysha, menjadi tanggung jawab keluarga dan pendidik untuk menjamin seluruh siswa merasa aman di ruang kelas dan komunitasnya. Asha bertekad untuk terus membantu mengingatkan adanya keberagaman dalam masyarakat Kanada.

"Rasisme sudah mendarah daging, hingga saya dewasa masih harus menghadapinya,"kata dia.

 

 

Aysha menilai apa yang terjadi pada keluarga Afzaal merupakan pengingat masih adanya rasisme di Kanada. Masih ada kecemasan dan rasa takut yang dihadapi Muslim Kanada. 

"Ketika saya melihat banyak pernyataan oleh kepemimpinan kota, provinsi dan federal, saya diingatkan lagi minimnya tindakan mereka," katanya.

Kanada, kata Aysha, membutuhkan pemimpin yang tidak hanya bersedia mengutuk rasisme dan kebencian anti-Islam, tetapi juga benar-benar melakukan sesuatu untuk itu. 

"Keluarga saya terlihat seperti keluarga Afzaal. Orang tuaku kerap pergi jalan-jalan sore dan ibuku selalu memakai salwar kameez dengan bangga. Bisa saja kami yang jadi korban,"katanya. 

 

"Sekarang tanggung jawab setiap orang Kanada untuk mengutuk, mempertanyakan, dan mengadvokasi perubahan, dimulai dengan percakapan di rumah dengan orang yang mereka cintai,"harapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler