Jenis Obat Ini Diyakini Bisa Perangi Kanker

Peneliti identifikasi jenis obat yang bisa perangi kanker dengan mutasi gen.

youtube
Peneliti identifikasi jenis obat yang bisa perangi kanker dengan mutasi gen.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, RICHMOND -- Para peneliti telah mengidentifikasi jenis obat yang dapat digunakan untuk memerangi kanker dengan cara menargetkan mutasi gen utama. Mutasi gen yang disebut Kras adalah salah satu pendorong kanker yang paling umum.

Secara khusus, mutasi itu kerap dijumpai pada kanker pankreas, paru-paru, dan kolorektal, dengan wujud protein KRAS yang sukar dihalau. Baru-baru ini, obat yang dapat mengatasi kondisi tersebut telah disetujui untuk uji klinis fase dua.

Tim peneliti di Virginia Commonwealth University (VCU) mengidentifikasi empat protein yang berbeda dalam mutasi Kras, yakni CDK1, CDK2, CDK7, dan CDK9. Begitu pula obat-obatan yang bisa menangkal pembentukan protein itu.

Para periset memeriksa 294 jenis obat yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk berbagai keperluan. Akhirnya, tim menemukan yang dapat menghambat keempat protein CDK.

Obat tersebut dikenal sebagai AT7519. Sejauh ini obat terbukti tidak berhasil dalam uji klinis untuk mengobati jenis kanker lain, tetapi belum pernah diuji pada kanker pankreas. Untuk mengujinya, para peneliti menggunakan tumor yang ditanam di laboratorium dari lima pasien kanker pankreas.

A7519 berhasil menekan pertumbuhan sel-sel itu, dan menunjukkan hasil yang sama pada model mini wujud organ manusia dan tikus. Tentu saja, ukuran sampelnya kecil dan masih jauh dari tes langsung pada manusia.

Akan tetapi, hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Cancer Research itu jadi awal yang menarik. Tim berharap temuan dapat diterapkan pada kanker lain dengan mutasi Kras, seperti kanker kolorektal dan paru-paru.

"Jika temuan kami benar saat diterjemahkan pada manusia, maka kita dapat melihat respons positif pada pasien kanker pankreas yang tumornya kecanduan mutan Kras," kata salah satu peneliti, Sabti, dikutip dari laman New Atlas, Senin (21/6).

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler