DKI tak Segera Tarik Rem Darurat, Ini Penjelasan Wagub

Pemprov DKI mengikuti Pemerintah Pusat menerapkan pengetatan PPKM Mikro. 

Republika/Flori Sidebang
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria
Rep: Flori Sidebang  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lonjakan kasus Covid-19 dalam sepekan terakhir cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 lalu. Bahkan pada 20 Juni 2021 sempat memecahkan rekor tertinggi angka penularan virus corona sepanjang pandemi, yakni sebesar 5.582 kasus baru.

Baca Juga


Namun, peningkatan kasus kali ini tidak membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera menarik rem darurat atau menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan, ada perbedaan kewenangan dalam mengambil keputusan antara saat ini dan 2020 silam.

"Dulu kewenangannya ada di (pemerintah) daerah, sekarang kewenangan ada di pusat. Sekarang sudah ada aturan," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Senin (21/6) malam. 

Ariza mengatakan, perubahan kewenangan itu terjadi setelah ada kebijakan penerapan PPKM yang diatur oleh pemerintah pusat. Dengan tujuan untuk koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi dalam kerja sama penanganan pandemi Covid-19 di seluruh daerah, terutama Jawa-Bali.

"Sejak adanya PPKM semuanya dikooordinasikan lewat pemerintah pusat, dan itu sangat baik. Sehingga antara daerah bisa saling menolong, bisa membantu, bisa bersinergi dengan baik," tutur dia.

"Jadi sekali lagi, PPKM Mikro ini adalah kebijakan yang baik, ada koordinasi yang baik antara pemerintah daerah," tambahnya. 

Ariza mengatakan, Pemprov DKI pun akan mengikuti keputusan pemerintah pusat dalam menerapkan pengetatan PPKM Mikro usai terjadi lonjakan kasus Covid-19. Ariza menyebut, sejumlah poin yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) tidak berbeda jauh dengan aturan pengetatan yang telah disampaikan oleh  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. 

"DKI Jakarta akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan dan keputusan yang sudah diambil oleh pemerintah pusat. Apa yang sudah disampaikan oleh Pak Menko, Pak Airlangga itu nanti kurang lebih yang akan kita tuangkan dalam Pergub," ujarnya. 

 

Dia mengatakan, pembatasan yang dilakukan di Ibu Kota merupakan upaya Pemprov DKI untuk mencegah dan menangani penyebaran virus corona. "Silakan teman-teman menyebutnya apa saja, apakah pengetatan PPKM, apakah rem darurat, silakan, yang pasti kita melakukan upaya-upaya pencegahan, penanganan dan pengendalian covid dengan membuat batasan-batasan, kapasitas jam operasional dan jam malam dan juga jalan-jalan atau tempat-tempat kerumunan kami batasi," kata Ariza. 

Dia menuturkan, hingga kini Pemprov DKI masih menunggu instruksi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk menindaklanjuti keputusan pemerintah pusat terkait pengetatan PPKM Mikro tersebut. "Kami sedang menunggu instruksi Mendagri sebagai rujukan atau landasan (Pergub)," ujar dia. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan bahwa seluruh daerah zona merah di Ibu Kota wajib tunduk pada aturan pengetatan PPKM mikro. Pengetatan itu akan dilakukan mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021, dengan dasar Instruksi Mendagri. 

Pengetatan tersebut menyasar 11 sektor kegiatan masyarakat. Beberapa di antaranya adalah kewajiban bagi kantor yang terletak di zona merah untuk menjalankan WFH bagi 75 persen karyawan. Kemudian pembelajaran secara daring sepenuhnya bagi sekolah-sekolah di zona merah. 

Lalu, kapasitas pengunjung di kafe, restoran, rumah makan dibatasi 25 persen dan didorong untuk take away (bawa pulang). Adapun, jam operasionalnya juga dibatasi hanya sampai pukul 20.00 WIB.

"Terkait dengan kegiatan beribadah untuk dilakukan di rumah masing-masing di zona merah sampai dengan ada perkembangan. Demikian pula kegiatan di arena publik termasuk tempat wisata zona merah ditutup," ujar Airlangga. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler