Masjid Harus Menjadi Basis Bersama Melawan Covid-19

Masjid harus menjadi gelombang penyadaran dalam melawan Covid-19.

ANTARA/Reno Esnir
Warga yang hendak melaksanakan sholat Jumat membaca pengumuman peniadaan sholat Jumat di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Jumat (25/6/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali meniadakan kegiatan sholat Jumat di masjid-masjid yang berada di wilayah zona merah untuk menekan laju penyebaran COVID-19
Rep: Muhyidin Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa masjid sebagai sentral ibadah umat Islam dapat menjadi basis penyadaran bagi masyarakat sekitar tentang pentingnya gerakan bersama melawan Covid-19.

"Saat ini merupakan momentum yang tepat bagi umat Islam untuk menunjukkan keindahan Islam. Masjid dapat menjadi gerbang lokomotif penyadaran di masyarakat," ujar Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (25/6).



Miftachul mengatakan masjid harus menjadi pelopor dalam menegakkan protokol kesehatan, seperti memakai masker dalam melaksanakan ibadah, menjaga jarak antarjamaah, mencuci tangan secara berkala, hingga membawa alat ibadah dari rumah. Menurutnya, saat ini penularan Covid-19 menyebar secara tak terkendali. Perlu kesadaran bersama dalam upaya memutus rantai penularan virus berbahaya tersebut.

Di samping memberikan edukasi serta percontohan penerapan protokol kesehatan, masjid juga mesti berdaya dalam merespons segala instruksi yang dikeluarkan pemerintah maupun MUI dalam mengatasi pandemi.

"Apabila diperlukan, para ulama dan pengurus masjid dapat mengambil langkah tawaqquf (menghentikan sementara) aktivitas peribadatan massal di masjid sampai kondisi benar-benar terkendali di kawasan tersebut," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan mengatakan masjid juga dapat menjadi pelopor dalam menjalin solidaritas dan saling membantu antarsesama. Ia mencontohkan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dapat mengoordinasi donasi dan pemanfaatan zakat produktif, infak dan sedekah untuk penanggulangan pandemi Covid-19.

"Khususnya bagi masyarakat kecil yang terdampak, sehingga dapat memenuhi kebutuhan harian anggota masyarakat yang terkena Covid-19 dan bagi mereka yang melaksanakan isolasi mandiri di rumah," katanya.

Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Katib Syuriyah PBNU, KH M Mujib Qulyubi mengatakan, umat Islam di era pandemi ini harus menjadi momentum untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga memperdulikan orang lain yang terdampak Covid-19.  Masjid harus bisa menjadi sarana untuk menjaga kehidupan kaum Muslim pada khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya.

"Saya kira para tokoh agama harus meyakinkan kepada umat bahwa Covid-19 itu nyata adanya. Karena, sudah banyak guru kita, orang dekat kita, kiai kita, sahabat kita, keluarga besar kita, yang sudah terkena Covid-19 dan bahkan mungkin sudah meninggal dunia. Itu berarti nyata ada, dan secara medis maupun laboratorium juga terbukti,'' katanya dalam sebuah wawancara dengan Republika.

Maka, sebagai umat Islam jangan bersikap atau bahkan sampai mengajak orang untuk tidak percaya Covid-19. Kalaupun ada yang mempolitisir Covid-19 atau mencari keuntungan dari pengobatan atau vaksin, itu bisa saja terjadi. Tetapi, semua itu harus diyakinkan kepada umat Islam bahwa Covid-19 itu ada. 

''Dan tentu kita harus mengikuti prokes yang selama ini diberikan oleh pemerintah. Ketiga, jangan  lupa menjaga imun dan mendekatkan diri sedekat-sedekatnya kepada Allah Swt. Keempat, kita juga tidak boleh sungkan untuk mengingatkan kepada siapapun yang melanggar prokes. Misalnya, kalau ada yang pakai masker setengah hidung, maka kita harus mengingatkan,'' tegas Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler