Awas Pembelian Panik Oksigen dan Obat Covid...!!!

Pemerintah diminta amankan ketersediaan obat dan oksigen bagi RS dan penderita Covid.

ANTARA/Ardiansyah
Pedagang menyiapkan tabung oksigen pesanan warga di agen penjualan oksigen di Sukarame, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (1/7/2021). Menurut pedagang, penjualan dan isi ulang tabung oksigen saat pandemi COVID-19 meningkat hingga 200 persen sejalan dengan tingginya penambahan kasus COVID-19.
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah diminta bertindak tegas mengamankan obat dan oksigen untuk kebutuhan rumah sakit (RS) serta penderita Covid-19. Masyarakat juga diimbau untuk tidak ikut-ikutan memborong oksigen dan obat-obatan.


Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo menyambut baik langkah penerapan PPKM darurat, 3-20 Juli 2021. Upaya itu merupakan langkah pencegahan dengan mengurangi interaksi antarmanusia. Langkah tersebut juga diharapkan membuat laju transmisi Covid-19 bisa ditekan.

Meski demikian, Dradjad mengingatkan, kasus Covid-19 sudah meledak. RS sudah kewalahan menangani pasien. Dengan demikian, pemerintah perlu bertindak tegas melakukan intervensi terhadap pasokan dari barang kebutuhan krusial untuk pengobatan dan perawatan pasien Covid-19, misalnya oksigen dan obat.

“Jangan sampai terjadi penimbunan oleh anggota masyarakat yang karena takut tertular Covid lalu membeli oksigen, jenis-jenis obat tertentu, yang mengakibatkan harganya melonjak dan suplainya berkurang,” kata Dradjad.

Jika dibiarkan, RS akankesulitan mendapatkan pasokan barang yang krusial tersebut. Kata Dradjad, sudah banyak kejadian penderita Covid-19 kesulitan mendapatkan oksigen.

“Saya imbau kepada masyarakat umum, lebih baik tetap di rumah. Tidak usah ikut memborong atau membeli oksigen, obat cacing, dan sebagainya. Istilahnya panic buying. Karena ini akan mengganggu tugas RS untuk merawat para pasien dan mengurangi angka kematian,” papar ekonom senior Indef tersebut. Masyarakat bisa berpartisipasi dalam mencegah penyebaran covid dengan tidak bepergian, disiplin menjalankan prokes.

Dradjad meminta pemerintah harus betul-betul berfokus menggenjot riset bagi penemuan vaksin dan obat untuk Indonesia sendiri. Dikatakan Dradjad, kemungkinan pandemi Covid-19 masih akan lama. Bahkan kalaupun sudah banyak yang sudah divaksin, mungkin akan perlu disuntik ulang karena kekebalan dari vaksin tidak bertahan tahunan.

“Ini sudah menjadi bagian pertahanan keamanan nasional, untuk bisa mempunyai vaksin dan obat sendiri,” ungkapnya.

Pernyataan Luhut

Dradjad juga menyinggung tentang pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menteri Luhut mengatakan, pemerintah tidak memprediksi kasus Covid-19 bakal meledak pada Juni.

“Saya prihatin dengan pernyataan Bang Luhut tersebut karena agak aneh kalau pemerintah tidak bisa memprediksi. Para epidemiolog sudah memperingatkan mengenai kemungkinan lonjakan ini,” kata Dradjad.

Selain itu, ada juga ledakan kasus di India, jalur penerbangan kita masih terbuka, awak kapal yang juga bebas masuk ke Indonesia. Di Jakarta dan beberapa daerah lain juga ada warga negara asing yang positif dengan Covid-19 varian delta.

“Dari artikel yang saya publikasikan pada awal Juni, saya juga sudah mengingatkan, bahwa Indonesia di zona kuning dengan risiko masuk ke zona merah. Jadi agak aneh saja kalau pemerintah tidak bisa memprediksi,” kata Dradjad yang saat ini tengah berfokus melakukan kajian Covid-19 dari aspek sosial ekonomi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler