Pelajar Muslim di Massachusetts Jadi Korban Islamofobia
Tiga dari Lima pelajar Muslim di Massachusetts mengalami ejekan dan dilecehkan.
REPUBLIKA.CO.ID, WEST SPRINGFIELD -- Organisasi advokasi dan hak-hak sipil Muslim, Dewan Hubungan Amerika-Islam cabang Massachusetts, melaporkan penindasan karena agama terhadap pemuda Muslim berada pada tingkat yang tinggi. Hal ini disampaikan oleh Azeem Chaudhry, salah satu mentor kelompok pemuda Muslim di West Springfield.
"Saya dulu menyembunyikan fakta bahwa saya adalah Muslim," kata dia sebagaimana dilansir dari laman WWLP, Jumat (9/7).
Laporan Dewan hubungan Amerika-Islam cabang Massachusetts menyebutkan, 3 dari 5 siswa Muslim di Massachusetts mengalami ejekan dan dilecehkan secara verbal dan fisik karena agama yang dianut. "(Pelecehan) ini bukan hanya fisik dan verbal, tetapi juga di online. Jadi agak sulit untuk dihindari," kata Chaudhry.
Sebanyak 33 persen siswa sekolah menengah yang disurvei mengatakan mereka mengubah penampilan, perilaku, atau nama mereka untuk menyembunyikan keislamannya. Mariam Aydah, salah seorang mentol kelompok pemuda, mempraktikkan itu.
"Sebelum saya mulai mengenakan jilbab, saya biasa menguji situasi setiap hari, untuk melihat bagaimana orang akan bereaksi terhadap saya. Dan Anda akan melihat perbedaan besar," katanya.
Dari riset tersebut, juga disebutkan, bahwa 17 persen siswa melaporkan jilbab mereka ditarik atau bentuk sentuhan lain yang menyinggung. Masyarakat Islam di Massachusetts Barat pun memberikan dukungan dan membantu para pemuda yang mendapat pelecehan maupun penghinaan.
Aydah mengatakan, ada beberapa kasus kritis yang muncul, misalnya ada yang sampai mencoba bunuh diri. Sehingga bagi Aydah, ini sudah sangat memprihatinkan. Selain itu, 84 persen siswa yang disurvei menyampaikan, siswa Muslim secara individu didorong untuk menjadi satu-satunya suara bagi semua Muslim di kelas.
"Guru saya cukup bias dengan saya ketika mereka mengajarkannya," kata Aydah.
Dewan Hubungan Amerika-Islam merekomendasikan untuk memasukkan rencana pelajaran yang dikembangkan oleh organisasi Muslim atau yang dipimpin oleh para sarjana Muslim kepada para siswa. Ini diyakini akan ikut membantu mendidik siswa yang non-Muslim.
"Setidaknya ada seorang muslim yang mengajarkan Islam atau bahkan ada narasumber di mana bukan hanya satu profesor saja yang sudah memiliki biasnya sendiri-sendiri," lanjut Miriam.