Pemerintah akan Impor Bahan Baku Pakan Unggas

Impor bahan baku akan dilakukan lewat penugasan ke BUMN.

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Petani mengupas jagung untuk dikeringkan di Dusun Sukamanah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Selasa (15/7/2021). Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung tahun 2021 bisa mencapai 22,5 juta ton untuk kebutuhan industri pakan unggas dalam negeri, dengan target luas tanam seluas 4,2 juta hektare.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Harga pakan unggas dalam beberapa waktu terakhir masih cukup mahal hingga menyentuh Rp 8.000 per kilogram (kg) bahkan lebih. Pemerintah tengah mencari alternatif bahan baku impor agar harga pakan unggas dalam negeri bisa diturunkan.


Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, mengatakan, pemerintah tengah berupaya mendapatkan bahan baku pakan unggas dari pasokan impor. 

Salah satunya, yakni distillers dried grains with solubles (DDGS) atau bungkil kedelai sebagai substitusi dari komoditas jagung. Kemendag sudah melakukan penjajakan melalui US Grains Council untuk bisa mendapatkan bahan baku pakan demi membantu peternak. 

‘’Diharapkan itu menjadi solusi penyediaan bahan baku saat ini karena pakan masuk komoditas supercycle. Harganya tinggi," kata Oke dalam webinar Pusat Kajian Pertanian dam Advokasi, Kamis (22/7).

Oke menuturkan, impor bahan baku akan dilakukan lewat penugasan ke BUMN. Sejauh ini, di tengah tingginya harga pakan unggas pemerintah belum mengambil langkah penugasan impor karena harus memastikan ketersediaan bahan baku yang siap didatangkan.

Namun, ia mengakui belum ada konsep penugasan yang lengkap ke BUMN dalam importasi bahan baku pakan ternak. "Yang jelas, ini perlu diperkuat karena harga dibentuk mekanisme pasar dan intervensi  dilakukan  lewat penugasan BUMN," ujar Oke.

Kenaikan harga pakan ternak dipicu meningkatnya harga bahan baku yang digunakan untuk produksi. Baik bahan baku yang selama ini berasal dari impor maupun bahan baku lokal, yakni jagung. Menurut Oke, komoditas jagung mengalami kenaikan harga sejak awal tahun.

Berdasarkan data Kementan, harga jagung di tingkat pabrik pakan selama Juni 2021 sebesar Rp 5.700 per kg. Harga itu, naik 43,9 persen dibandingkan Juni 2020, juga lebih tinggi 27 persen dari harga acuan pemerintah dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020.

Selain harga pakan, Oke menyampaikan, kondisi harga bibit ayam atau day old chick (doc) yang masih tinggi juga mempengaruhi kenaikan biaya produksi unggas. Namun, Oke menyampaikan, hingga pekan ketiga Juli 2021, harga DOC mulai turun 20 persen dari bulan sebelumnya, menjadi sekitar Rp 5.225 per kg. Namun, harga itu juga masih 4,5 persen di atas harga batas bawah penjualan.

Oke mengatakan, industri perunggasan memiiki peran penting bagi pemenuhan protein hewani masyarakat. Karena itu, pemerintah harus intervensi ketika terjadi masalah kenaikan harga produksi. Menurut catatan Kemendag, kontribusi daging ayam kepada ketersediaan protein sebesar 3,48 gram per kapita per hari. Itu setara 57,2 persen dari penyediaan protein komoditas daging.

Pakar Pertanian IPB, Muladno, menambahkan, persoalan jagung yang mahal saat ini akibat ketersediaan dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna. Sementara itu, dilakukan penutupan impor jagung sejak tahun 2016.

Mulando menilai, harga pakan yang mahal merupakan isu bertahun-tahun tapi tidak jelas solusinya. Sementara, data pemerintah yang tidak akurat membingungkan pelaku usaha. "Jagung sebagai makanan pokok ayam broiler masih terus dirundung masalah yang makin menggunung," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler