Dokter Wanita Muslim Bersejarah di Masa Nabi Muhammad
Dokter wanita Muslim ikut merawat korban perang di masa Nabi Muhammad.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dunia Islam, dokter dan tenaga kesehatan wanita berkembang seiring dengan perkembangan Islam itu sendiri. Dikatakan sejarawan, perkembangan yang dilalui para dokter wanita itu, semakin muncul ketika Islam dilanda banyak pertempuran.
Katakan saja mulai dari operasi ringan, operasi trauma hingga amputasi yang sudah fasih dipahami dokter wanita Muslim saat itu. Pada masa tersebut, dokter wanita biasa merawat luka, menghentikan pendarahan, mengganti balutan dan memberikan krim buatan tangan untuk menyembuhkan luka.
Hal tersebut juga digambarkan lebih jauh dalam kitab Al-Tabbari yang menyebutkan wanita membantu mengobati luka sahabat yang terinfeksi dengan membuat krim antiseptik yang tepat. Sebagai contoh, Zainab dari Bani Oud, diketahui merupakan wanita yang berspesialisasi dalam mengobati penyakit mata dan membuat obat-obatan topikal.
Al Shifaa binti Abdullah yang biasa mengobati bisul kulit dengan krim topikal buatan tangan, juga ditunjuk sebagai kepala Husbah (badan yang akan mengatur berbagai bisnis di Souk, termasuk komposisi obat-obatan). Dia diangkat oleh khalifah kedua, Umar Ibn al-Khattab. Namun demikian, sangat sedikit referensi dan literatur terkini untuk dokter wanita Muslim yang sangat berjasa dalam ilmu kedokteran.
Dirangkum dari Muslim Heritage, berikut adalah beberapa dokter wanita Muslim yang memiliki jasa di pengobatan Muslim.
1. Rufaydah Al Aslamiyyah
Rufaydah memeluk Islam di masjid Nabi di Madinah setelah Hijrah dan bergabung dengan Nabi (SAW) dalam beberapa pertempuran. Dia bergabung dengan tentara dalam pertempuran Badar dan mendukung para pejuang serta mengobati luka-luka mereka.
Rufayda mempelajari sebagian besar pengetahuan medisnya dengan membantu ayahnya, Saad Al-Aslamy, yang juga seorang dokter. Dia adalah orang pertama dalam sejarah Islam yang bertanggung jawab atas pusat medis lapangan bergerak militer.
Selama masa hidupnya, Rufaydah merawat sahabat yang terluka, seperti yang dia lakukan untuk Saad Ibn Muaaz atas permintaan Nabi SAW, menurut Hadits dalam Sahih Bukhari. Saat itu, dia melepaskan panah dari lengannya di tenda medis.
Rufaydah juga melatih beberapa sahabat wanita tentang pertolongan pertama dan pedoman menyusui sebelum pertempuran Khaibar. Para perawat wanita ini biasa membantunya menjalankan tenda militer medis keliling dan memiliki shift siang dan malam untuk merawat orang-orang yang terluka. Kisah ini, menginspirasi banyak masjid untuk dijadikan sebagai pusat medis, rehabilitasi, dan vaksin Covid-19 seperti yang direkomendasikan oleh beberapa ulama di masa sekarang.
2. Al-Shifaa (Laila binti Abduallah Al-Qurashiyah Al-Adawiyah- Om Sulaiman)
Al-Shifa binti Abduallah al-Qurashiyah al-‘Adawiyah adalah salah satu sahabat wanita yang memiliki kehadiran kuat dalam sejarah Islam awal. Hal itu, mengingat dirinya yang merupakan salah satu wanita bijak saat itu.
Dia sudah melek huruf selama masa buta huruf masih merajalela. Dia adalah guru wanita pertama pada masa Nabi (SAW).
Di samping itu, dirinya yang bernama asli Laila, juga memiliki keterampilan sebagai praktisi medis dan perawat. Umum di benak masyarakat saat itu, jika dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam praktik kedokteran, hingga dirinya dijuluki Al-Shifa (penyembuhan).
Al-Shifa biasa menggunakan pengobatan pencegahan terhadap gigitan semut. Ide tersebut disetujui Nabi SAW, dan meminta Laila untuk melatih wanita Muslim lainnya.
Dia biasa membaca dan menulis dengan baik dan biasa mengajar Hafsah binti al-Khattab (istri Nabi) menulis dan melatihnya mengobati orang-orang dengan penyakit kulit. Ia terkenal karena mengobati kondisi dermatologis, seperti bisul, mirip dengan eksim, dengan gejala yang mirip dengan gigitan semut.
Lambat laun, Laila juga ditunjuk oleh Umar Ibn al-Khattab (khalifah kedua) sebagai inspektur pasar (Hosbah) di Madinah (wanita Muslim pertama yang memegang jabatan publik seperti itu).
3. Nusaybah binti Harits al-Ansari (Om Atiyyah Al-Ansariyyah)
Nusaybah mempraktikkan pengobatan sebelum dan sesudah memeluk Islam. Meski dikenal sebagai dokter yang sibuk, Nusabayah juga memiliki hubungan baik dengan para istri Nabi SAW dan biasa mengunjungi mereka secara teratur dan berbagi hadiah dengan mereka.
Semasa hidupnya, dia kerap memfokuskan pengetahuan kedokteran dengan melakukan praktik sunat dengan dorongan Nabi SAW. Selain dari upayanya melakukan perawatan dan pengobatan pada korban perang, dia juga merupakan orang yang memandikan dan menyiapkan jenazah Zainab (putri Nabi SAW) setelah kematiannya. Perlu juga disebutkan dia juga melaporkan lebih dari 40 hadits Nabi (SAW), beberapa di antaranya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Salah satu haditsnya adalah tentang diperbolehkannya wanita menghadiri sholat Idul Fitri sebagaimana diriwayatkan dalam Sahih Al-Bukhari. Dia kemudian pindah ke Al-Basrah di Irak hingga akhir hayatnya.
4. Nusaybah bint Ka'ab al Maziniyyat (Om Omara)
Sebagai salah satu wanita yang memeluk Islam di periode awal, dia kerap menghadiri berbagai acara keagamaan. Bahkan, dirinya juga melakukan perjalanan dari Madinah ke Mekah untuk bertemu nabi (SAW) sebelum Hijrah. Dia adalah wanita pertama yang berjanji kepada Nabi SAW untuk mendukungnya ketika dia akan berimigrasi ke Madinah.
Semasa hidupnya, dia kerap mendukung dan merawat orang yang terluka karena perang dan konflik. Dikatakan, dia juga merupakan pejuang yang kuat, hal itu diketahui saat dia bergabung dalam pertempuran melawan Mosailimah (selama khalifah pertama – Abu Bakar), hingga lengannya harus diamputasi karena luka parah selama perang. Menariknya, dia merawat dirinya sendiri ketika dia kembali ke Madinah.
5. Om Sinan Al-Islamiyyah
Om Sinan adalah salah satu sahabat yang meminta izin kepada Nabi (SAW) untuk pergi ke medan perang dan membantu para prajurit yang terluka dan memberikan air kepada mereka yang kehausan. Selain mengobati dan merawat para sahabat, dirinya juga bergabung dengan Nabi SAW dalam pertempuran Khaibar.