Larangan Jilbab Uni Eropa Dinilai Wajah Munafik Soal HAM

Pengadilan Uni Eropa mengizinkan perusahaan larang jilbab

EPA/Mast Irham
Pengadilan Uni Eropa mengizinkan perusahaan larang jilbab. Ilustrasi jlibab
Rep: Meiliza Laveda Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Pengadilan Uni Eropa (CJEU) yang mengizinkan perusahan untuk melarang karyawan mengenakan jilbab dinilai bertentangan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama.  

Baca Juga


“Tidak hanya menambah kekhawatiran hak-hak Muslim Eropa tapi keputusan tersebut dianggap wujud pendekatan munafik Uni Eropa terhadap hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kesetaraan,” kata Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun, dalam artikel yang ditayangkan di Aljazirah.

CJEU memutuskan pada 15 Juli atas dua kasus yang dibawa wanita Muslimah di Jerman yang dicabut dari pekerjaan mereka karena mengenakan jilbab. 

Ini memutuskan perusahaan di negara-negara anggota dapat melarang karyawan mengenakan jilbab jika mereka perlu menampilkan citra netral kepada pelanggan.

Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Turki mengkritik keputusan tersebut dengan mengatakan hal itu dapat memicu Islamofobia lebih dalam. 

Ini terjadi ketika Jerman telah mengalami peningkatan sentimen rasis dan anti-Muslim dalam beberapa tahun terakhir yang didorong oleh propaganda kelompok neo-Nazi dan partai oposisi sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).

Jerman adalah rumah bagi 81 juta orang dan menampung populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Dari hampir 4,7 juta Muslim di negara itu, setidaknya tiga juta adalah keturunan Turki.

Pejabat Turki termasuk Presiden Recep Tayyip Erdogan sering mendesak para pembuat keputusan dan politikus Eropa untuk mengambil sikap menentang rasisme dan jenis diskriminasi lain.

Dilansir Daily Sabah, Kamis (29/7), CJEU dinilai melembagakan, melegalkan, dan membenarkan diskriminasi terhadap Muslim di tempat kerja. Altun menekankan langkah pengadilan untuk melegalkan diskriminasi anti-Muslim meningkatkan ancaman terhadap Muslim Eropa.

“Memang sangat ironis CJEU telah memutuskan seorang karyawan dapat dikenai sanksi dan diberhentikan karena hanya menampilkan simbol agama di tempat kerja,” ucap dia.

Selain itu, dia juga merasa ironis karena CJEU bisa mengeluarkan keputusn yang menargetkan perempuan secara khusus sementara mereka berulang kali telah menyatakan komitmennya untuk kesetaraan gender. Uni Eropa secara efektif mengambil sikap tentang kebebasan beragama yang lebih cocok untuk gerakan sayap kanan ekstrem.

Lebih lanjut Altun mengatakan upaya Uni Eropa untuk secara paksa mengasimilasi Muslim, menghapus identitas agama mereka, dan mencegah mereka terlibat dengan budaya mereka tidak hanya merugikan Muslim Eropa tapi masyarakat Eropa.

“Kegagalan untuk bertindak sekarang tidak hanya akan mengakibatkan Islamofobia dan xenofobia yang memperdalam krisis keamanan di Eropa. Ini juga akan memperdalam krisis legitimasi yang dihadapi Uni Eropa saat ini,” tambahnya. 

 

Sumber: dailysabah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler