Pancaindra dalam Epistemologi Islam
Pancaindra dalam Epistemologi Islam.
Dalam ilmu anatomi tubuh modern tantu saja menegaskan bahwa fungsi indera hanya terkait denga syaraf otak yang mana pusat gerak tubuh manusia. Proses atau kemampuan dari panca indera hanya dijelaskan secara empiris misalnya, mata mampu melihat karena adanya cahaya dan retina yang mampu menangkap bayangan serta ketepatan sudut elevasi yang membuat benda terlihat jelas tanpa mengalam efek fatamorgana. Oleh sebab itu kehidupan manusia memiliki panca indera hanya dipahami sebatas makhluk hidup yang memiliki kemampuan intelektual evolutive berdaarkan pengalamannya. Panca indera dalam islam merupakan salah satu atura epistemology yang diakui karena panca indea merupakan kamampuan yang dimiliki manusia serta memperoleh dari Allah. Pertanggung jawaban panca indera teefolong sebagai pertangggungjawaban ilmiah yaitu berkaitan dengan kebenaran agama yang sangat rasional[1]. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu yang berdasarkan organ yang dimiliki seperti otak dan jantung.
Menurut pandangan dunia islam bahwa mengakui adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi melalui indera dan penagalaman inderawi dapat dilakukan dengan tidak meremehkannya akan tetapi harus mengakui bahwa hal itu tidak sebatas pada kekuatan akal semata melainkan dalam islam dipandang juga bahwa dalam pencapaian ilmu pengetahuan hakikatnya melibatkan aspek spiritual, terutama berasal dari wahyu dan dibenarkan oleh agama serta dikuatka oleh intelektual da intuitif[2].
Rasio/akal dalam Epistemologi Islam
Epistemology adalah pengetahuan yang membahas pengetahuan juga yang sering disebut teori. Yaitu pokok bahasan epistemology meliputi hakikat dan sumber pengetahan, metode memperoleh pengetahuan dan kriteria kesahihan pengetahuan. Pengetahuan filsafat adlah pengetahuan logis tentang objek yang abstrak logis, dalam arti rasional. Logis adalah akal terdiri dari logis rasional yaitu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukum alam, dan logis supra rasional pemikiran akal yang kebenarannya berdasarkan logika yang ada dalam susunan argumentasinya. Epistemology memiliki beberapa perbedaan mengenai teori, pengetahuan, karena setiap ilmu memiliki objek, metode, system dan tingkat kebenaran yang berbeda-beda. Mengenai alat pencapaian pengetahuan, para pemikir islam secara umum sepakat ada tiga alat epistemology yang dimiliki islam untuk mencapai pengetahuannya yaitu, indera, akal, dan hati[3].
Pada hakikatnya bangunan epistemology didasarkan pada prinsip bahwa jiwa manusia mamou menangkap hakikat segala sesuatu dengan beberapa kemungkinan pertama kekuatan daya berfikirnya dalam menkonsep sesuatu sehingga mendapatkan petunjuk dari Tuhan sehingga terbuka jiwanya untuk menangkap Sebagian dari apa yang ditetapkan oleh Allah, kedua manusia mampu menangkap hakikat tersebut dengan keadaan tertidur, ketiga terungkaplah kebenaran karena pertolongan Allah yang bersifat rahasi sehingga menggetarkan hati manusia tersebut dengan rahasia-rahasia Allah[4]
[1]Muhammad Taqiyuddin, Panca Indera dalam Epistemologi Islam, Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 4, No.1, Februari 2020
[2] Komaruddin, Prinsip-Prinsip Episteologi Pendidikan Islam Paradigma Tauhid Naquib al-Attas, Jurnal Studi Agama, Vol. 20, No. 1, 2020
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1998, p. 16
[4] Dudi Badruzaman, Perkembangan Paradigma Epistemologi Dalam Filsafat Islam, Jurnal Islam, Vol. 8, No. 2, Agustus, 2018