Perkuat Kolaborasi Media Massa Asia Tenggara di Era Digital
Gangguan media telah menjadi masalah global dan perlu diselesaikan secara bersama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Di era berkembangnya media digital yang sulit dibendung saat ini dibutuhkan kolaborasi bersama antara sejumlah media massa di Asia Tenggara. Kolaborasi itu dipandang penting agar informasi yang beredar di masyarakat dapat tetap terkendali dengan bagi sehingga isu negatif yang berpotensi memecah persatuan atau mengganggu keamanan dapat dikurangi.
Gagasan itu terungkap dalam diskusi media di Asia Tenggara yang digelar Dewan Pers, Jumat (6/8). Agus Sudibyo anggota Dewan Pers Indonesia menyebutkan pada 23 februari tahun ini parlemen Australia telah mensahkan ketentuan bagi media digital dan media massa untuk berbagi informasi. Ketentuan tersebut keluar setelah terjadinya ketimpangan informasi antara media digital dan media massa umum yang ada. Terutama terkait dengan pembagian konten, keuntungan dan penggunaan data. Hal itu guna memperluas penggunaan beragam data di masyarakat yang menggunakan platform berbeda.
Menurut Agus, gangguan media telah menjadi masalah global dan perlu diselesaikan secara bersama. Hampir mustahil mengatasi gangguan yang luar biasa ini hanya dengan seorang diri. Karena itu perlunya dipertimbangkan untuk membangun kualisi para penerbit di Asia Tenggara termasuk menjalin kerja sama dengan Australia, uni Eropa dan lainnya.
Kavi Chongkittavorn, anggota lembaga Pers Thailand juga mengakui berkembangnya media digital telah mendorong maraknya berita rumor di masyarakat. hal ini berdampak pada kebingunan masyarakat terlebih di masa pandemi saat ini. Banyak informasi simpang siur terkait merek vaksin tertentu di media sosial yang dikonsumsi masyarakat. Karena itu pihaknya menggagas perlunya kerja sama lebih erat antar media di Asia Tenggara. Hal ini dibutuhkan agar dapat diperoleh informasi yang lebih berimbang antar media massa. "Kita bisa kerjasama lebih baik karena banyak kelemahan dalam menangani Covid-19 di tiap negara,"katanya.
Tan Sri Johan Jaaffar, wartawan senior Malaysia dalam kesempatan sama menyabutkan berkembangnya media digital telah membuat bisnis koran meredup. Namun, kondisi itu terjadi dibanyak negara karena gaya hidup orang telah berubah, tinggal bagaimana mendorong minat orang untuk kembali membaca. Apa yang terjadi saat ini bisa langsung dinikmati banyak orang secara rela time melalui media sosial hanya melalui ponsel. "Ini tantangan media saat ini,"katanya.
Menurutnya, jumlah penduduk ASEAN yang mencapai sekitar 600 juta jiwa lebih menjadi pasar potensial bagi media massa khususnya iklan yang menghidupi mereka. Karena itulah dibutuhkan kolaborasi bersama agar media bisa memainkan peran penting dalam menyalurkan informasi yang bertanggung jawab ke publik di masing masing negara. Konten penting tapi bukanlah segalanya, karena konten harus ditunjang faktor lain. "Kita terlalu lama katak dalam tempurung dan kini harus berubah, ini wake up call, dan harus cari solusinya," katanya.
Menurut Bambang Harymurti, wartawan Senior Indonesia wabah pandemi Covid-19 telah menjadi tsunami bagi bangsa Indonesia. Berkembangnya media digital saat ini telah memperburuk kondisi yang ada karena banyak beredar berita hoax yang sulit dikendalikan di media sosial. Berkembangnya media digital juga telah membuat banyak media massa harus tutup apabila mereka terlambat bertranformasi. Namun, disisi lain berkembangnya media digital telah merubah tatanan bisnis yang kini lebih bertumpu pada model digital yang lebih cepat, praktis dan efisien
Virgili da Silva Guterres, Chairman Conselho de Imprensa Timor juga menyebutkan kolaborasi sudah menjadi tradisi bagi negara Asia Tenggara. Diplomasi media bisa dilakukan dan menjadi model kerja sama. Sejumlah isu publik seperti kesehatan, pendidikan menjadi masalah bersama yang bisa diatasi dengan membangun kolaborasi. "Kita harus jamin Asia tenggara menjadi kawasan bebas untuk setuju dan tidak setuju,"katanya.