Angka Keterisian RS Pasien Covid di Jakarta Turun Signifikan
Angka BOR RS rujukan Covid-19 di DKI Jakarta saat ini cukup rendah, yakni 39 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Dwi Oktavia mengungkapkan, terjadi konsistensi penurunan tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) bagi pasien Covid-19 di 140 rumah sakit rujukan di Ibu Kota. Ia menyebut, jumlah pasien Covid-19 dengan status sedang dan berat yang mendapat perawatan di rumah sakit menurun cukup signifikan.
Dwi memerinci, berdasarkan data hingga 8 Agustus 2021, pihaknya mencatat ada sebanyak 10.559 tempat tidur isolasi yang disediakan. Dari jumlah ini, kata dia, 4.116 tempat tidur diisi oleh pasien Covid-19.
“Sudah terjadi penurunan yang cukup signifikan, sehingga keterisian tempat tidur (isolasi) saat ini juga ada di angka yang cukup rendah 39 persen,” kata Dwi dalam diskusi virtual yang disiarkan pada akun Youtube BPSDM DKI Jakarta, Kamis (12/8).
“Kita punya spare banyak tempat tidur untuk bisa memastikan semua orang yang membutuhkan perawatan di rumah sakit bisa ditangani, bisa mendapat akses ke rumah sakit,” tambahnya.
Sementara itu, sambung Dwi, hal serupa juga terjadi pada tempat tidur di ruang ICU. Ia menuturkan, tingkat keterisian tempat tidur ICU menurun menjadi 65 persen. Dwi menyampaikan, saat ini sebanyak 1.059 tempat tidur telah diisi oleh pasien, dari total 1.639 tempat tidur ICU yang disediakan.
“Kita harapkan tentunya dengan kondisi ini bisa memastikan orang yang membutuhkan perawatan ICU dapat dilayani,” ujarnya.
Lebih lanjut Dwi mengatakan, saat kasus Covid-19 di Jakarta mengalami lonjakan pada satu hingga dua bulan lalu, keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan mencapai 90 persen lebih. Sehingga pihak rumah sakit tidak mampu menampung pasien yang berdatangan.
Apalagi, kata dia, saat itu juga disediakan kapasitas untuk merawat bayi yang terpapar virus corona. “Waktu itu bahkan bisa mencapai 92 persen. Kenyataan di lapangan, walaupun ada selisih delapan persen, tapi it merupakan ICU untuk bayi atau untuk anak-anak, sehingga tentu tidak bisa diisi dengan (pasien) orang dewasa,” ungkap dia.
Selain itu, ia mengakui, saat terjadi peningkatan kasus Covid-19 di Ibu Kota, banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan perawatan di rumah sakit. Bahkan dia menuturkan, saat itu terjadi antrean pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Saat itu, kondisinya sangat ketat, sehingga antrean (di ruang) gawat darurat pun bisa mencapai 60-90 orang hanya dalam satu hari,” ujarnya.
Namun, Dwi mengatakan, kini kondisi rumah sakit rujukan Covid-19 di DKI Jakarta sudah semakin membaik seiring jumlah kasus penularan virus corona yang juga menurun. Meski demikian, ia tetap mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan tidak lengah terhadap penyebaran Covid-19.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk dapat mengurangi mobilitas. “Kita sudah punya pengalaman sejak tahun 2020, kita seperti main roller coaster, naik dan turun kasus itu seiring dengan mobilitas masyarakat. Jadi kita tetap harus terus mengingatkan dan mengatur mobilisasi masyarakat dan jangan sampai kemudian memberikan peluang untuk terjadinya peningkatan kasus,” tutur dia.
Provinsi DKI Jakarta juga telah berhasil keluar dari peringkat lima besar dengan kasus kematian tertinggi dalam seminggu terakhir. Dari data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 1-10 Agustus 2021, DKI Jakarta tercatat hanya dua kali masuk dalam peringkat lima besar pada kasus kematian tertinggi yakni pada tanggal 2 dan 5 Agustus.
Pada 2 Agustus, provinsi ini berada di peringkat ketiga dengan penambahan kasus kematian yang sebesar 154 kasus. Sedangkan pada 5 Agustus, DKI Jakarta tercatat berada di peringkat keempat dengan 126 kasus kematian.
Dalam paparannya sore ini, Selasa (10/8), Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut kasus kematian nasional masih mengalami kenaikan selama tiga minggu terakhir. Pada minggu ini, kasus kematian meningkat 2,92 persen dengan lima provinsi penyumbang kenaikan kematian mingguan tertinggi yakni Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Jawa Tengah.
“Kenaikan kematian yang telah berlangsung 3 minggu berturut-turut ini tentunya menjadi kehilangan besar bagi bangsa Indonesia. Dalam bulan Juli saja kita telah kehilangan 24.496 nyawa, dengan rata-rata kematian harian di atas 1.000 orang,” kata Wiku saat konferensi pers, Selasa (10/8).