Data Kematian Covid-19 Dirapel, Ini Penjelasan Satgas
Satgas menyebut banyak daerah laporkan kematian tidak real time dan cenderung dirapel
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, pelaporan kasus kematian akibat Covid-19 yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 mengatakan, sinkronisasi membuat kesenjangan angka kematian bisa terungkap.
Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan, Kemenkes mengumpulkan data kematian alibat virus ini dari seluruh Dinas Kesehatan (Dinkes) di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan sinkronisasi data terus berjalan. Kemudian pada saat melaksanakan proses sinkronisasi tersebut, dia melanjutkan, ternyata ditemukan kasus kematian baik individual yang tidak tercatat di pusat namun ada di daerah.
"Karena sebelumnya belum dilaporkan orangnya siapa meski sudah meninggal dua atau tiga bulan lalu tetapi karena belum tercatat di sistem, kemudian ditemukan gap data dan akhirnya mau tidak mau dimasukkan. Kesannya (angka kematian) sekarang tinggi, padahal meninggalnya sudah di pekan-pekan yang lalu," ujarnya saat berbicara di konferensi virtual BNPB bertema 'Covid-19 dalam Angka: Evaluasi Kepatuhan Protokol Kesehatan dan Perkembangan Covid-19 Agustus 2021," Kamis (12/8).
Pihaknya mengakui, masih ada perbaikan yang harus dilakukan pemerintah, terutama mencatat meninggal dunia. Ia menambahkan, pencatatan angka kematian yang dilakukan saat ini memang belum bisa realtime.
Ia juga mengatakan salah satu tantangan yang ditemui pihaknya adalah masih banyak pemerintah daerah yang belum bisa mengirimkan laporan kematian karena kendala akses internet.
Selain itu, pihaknya mengaku jauhnya jarak masih menjadi persoalan. Ia menyebutkan masih ada daerah pedalaman di Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah yang butuh waktu hingga enam jam dari rumah kemudian pergi ke tempat pos PPKM Mikro kemudian mencatat angka kematian.
Ia mengakui, persoalan ini jadi salah satu tantangan data kesehatan Indonesia yang dihimpun Kemenkes yang kini masih dalam proses penyelesaian. Ia menambahkan, verifikasi otomatis sudah mulai dilakukan. Pihaknya berharap perbaikan data di seluruh daerah bisa lebih baik dalam beberapa pekan mendatang.
Tak hanya kematian, dia menambahkan, sebenarnya angka kesembuhan juga banyak yang belum diperbarui dalam catatan kesembuhan indivdual. Sebab, pihaknya mendapati kasus Covid-19 yang tidak kunjung sembuh padahal sudah selama lebih dari tiga bulan.
Menurutnya, pemerintah daerah yang kesulitan akses internet membuat mereka tidak rutin memperbarui amgks kesembuhan, sehingga yang sakit tidak kunjung sehat. Ia menambahkan, angka kesembuhan ini bisa berpengaruh dalam kasus aktif. Sebab, ia menjelaskan jumlah kasus aktif adalah jumlah total kasus dikurangi yang sembuh dan meninggal dunia.
"Bisa jadi total kasus aktif bisa jadi lebih kecil dibandingkan angka yang sekarang dikarenakan jumlah kesembuhannya belum diperbarui dalam sistem individual. Jadi, kalau dilihat bukan hanya jumlah beberapa kematian melainkan kesembuhan yang harus diupdate dan mungkin bisa terjadi perubahan yang signifikan," ujarnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, Satgas terus mendorong bagaimana sinkronisasi pusat dan daerah tetap berjalan. Ia menambahkan, koordinasi antara Kemenkes dan Dinkes Provinsi didorong dapat berjalan agar gap data ini dapat semakin kecil, tidak terlalu besar sehingga dapat menggambarkan kondisi di Indonesia yang jauh lebih baik lagi.
Sebelumnya dalam kurun waktu tiga pekan terakhir, Kementerian Kesehatan merilis angka Kematian akibat Covid-19 yang cenderung tinggi, dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar. Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Panji Fortuna Hadisoemarto menyampaikan berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
“Contohnya laporan kemarin di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (10/8), dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari Juli sebanyak 57 persen dan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Lalu 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus,” ujar Panji seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (11/8).