Siap Transisi, Pertamina Terus Tumbuhkan EBT
Pertamina mendorong tumbuhnya EBT melesat menjadi 17 persen pada 2030
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-76, PT Pertamina (Persero) menegaskan kembali komitmen dan kesiapannya untuk terus mendorong tumbuhnya energi baru terbarukan (EBT) yang saat ini masih satu persen melesat menjadi 17 persen pada tahun 2030. Diharapkan lonjakan porsi EBT tersebut dapat memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional di masa depan agar semakin tumbuh dan tangguh.
Pjs Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relation Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan upaya mewujudkan komitmen target EBT telah dirumuskan sebagai Program Green Energy Transition dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) yang sejalan dengan Grand Strategi Energi Nasional.
“Sebagai BUMN yang berperan sebagai pengelola energi nasional, Pertamina telah mengantisipasi pergeseran konsumsi energi melalui delapan inisiatif strategis untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi dengan mendorong terus tumbuhnya energi baru terbarukan,” ujar Fajriyah.
Fajriyah menguraikan, kedelapan inisiatif transisi energi yang sedang dijalankan Pertamina saat ini yakni upaya peningkatan kapasitas Geothermal, dimana pada tahun 2020 total kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE adalah 1.877 MW, yang terdiri dari 672 MW yang dioperasikan langsung oleh PGE dan 1.205 MW dioperasikan melalui Joint Operation Contract (JOC). Pada tahun 2030, total kapasitas terpasang ditargetkan bisa mencapai total 2.745 MW.
Kedua, untuk mengoptimalkan wilayah kerja geothermal, Pertamina Geothermal Energy yang mengelola 15 Wilayah Kerja telah memulai inisiatif pemanfaatan green hydrogen yang akan menggunakan listrik dari lapangan Geothermal Pertamina dengan total potensi 8.600 kilogram hidrogen per hari.
“PGE telah membentuk tim khusus untuk mengkaji pengembangan green hydrogen di Ulubelu. Dari hasil kajian awal ditemukan bahwa Wilayah Kerja Geothermal Ulubelu mempunyai fluida panas bumi yang didominasi oleh air dan uap panas yang cocok untuk pengembangan energi tersebut. Saat ini inisiasi pembangunan Green Hydrogen Plant dengan kapasitas 22-100 kilogram (kg) per hari sedang direncanakan, dengan target operasi di tahun 2022,” ungkapnya.
Di masa depan, tambah Fajriyah, sektor transportasi akan diwarnai oleh pertumbuhan Electric Vehicle (EV). Mengantisipasi trend tersebut Pertamina ikut berpartisipasi dalam Joint Venture (JV) Indonesia Battery Company yang akan memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029 dan pada saat bersamaan juga mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping and charging. Wujud inisiasi strategis ini, menurut Fajriyah terlihat pada hadirnya pilot project Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di enam lokasi Jakarta dan Tangerang.
Upaya meningkatkan pertumbuhan EBT juga didorong Pertamina dengan pembangunan Pabrik Metanol untuk gasifikasi dengan kapasitas 1.000 ktpa yang rencananya on stream pada 2025 serta pembangunan Green Refinery dengan kapasitas 6-850 KTPA pada tahun 2025.
Pertamina, lanjut Fajriyah, juga menyadari bahwa di masa depan konsumsi energi didominasi oleh listrik. Oleh karena itu, melalui anak usahanya Pertamina Power & NRE juga terus meningkatkan kapasitas pembangkit yang ditargetkan pada tahun 2026 mencapai 10 Giga Watt (GW). Beberapa pembangkit yang mengandalkan EBT yakni pengembangan Biomassa/Biogas dengan kapasitas 153 MW, Bio Blending Gasoline dan Gasoil, Biocrude dari Alga dan Ethanol 1,000 KTPA on stream pada 2025.
Inisiatif EBT lainnya yang dijalankan Pertamina juga mengarah pada pengembangan Dimethyl Ether (DME) dengan kapasitas 5.200 KTPA. Pabrik pengolahan batubara menjadi LPG tersebut rencananya akan beroperasi pada 2025. Pengembangan di sektor EBT ini juga dilakukan Pertamina sepanjang tahun 2020 hingga 2026 yakni meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit dari sumber energi lain yang ada di Indonesia meliputi Solar PV 4 ~ 910 MW, Bayu ~225 MW (2024), dan Hydro ~400 MW.
“Permintaan energi Indonesia diproyeksi akan pulih pascacovid-19 di 2022 dan kemudian tumbuh sekitar 2,1 persen per tahun hingga 2040. Sebagai BUMN Energi yang diamanahkan untuk menjaga ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi nasional, Pertamina harus menyiapkan masa depan, namun juga memberikan solusi atas permasalahan saat ini,” imbuh Fajriyah.
Sebagai bentuk dukungan terhadap langkah Pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, Pertamina juga telah menerapkan Circular Carbon Economy di beberapa area dengan melakukan pola 3R; Recycle (Biomassa, Biogas), Reduce ((Solar PV, EV, LNG Bunkering) dan Reuse (CCUS untuk CO2-EOR, CO2-EGR dan pemanfaatan CO2 menjadi metanol).
“Untuk keseluruhan inisiatif strategis untuk EBT ini, Pertamina akan mengalokasikan sekitar sembilan persen dari total CAPEX pada periode 2020-2024. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3 persen,” pungkas Fajriyah.