Ratusan Warga Binaan Lapas di Sleman Terima Remisi
Kegiatan penyerahan remisi tidak hanya dilakukan di Kabupaten Sleman.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sebanyak 250 warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta dan 156 warga binaan Lapas Kelas IIB Sleman mendapatkan remisi. Remisi ini diberikan dalam rangka peringatan 76 tahun kemerdekaan Indonesia.
Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Cahyo Dewanto mengatakan, remisi bagi warga binaan beragam. Ada 239 orang mendapat remisi umum, empat orang langsung bebas, dan tujuh lain masih menjalani pidana penjara pengganti denda.
Pemberian remisi dilakukan setiap tahunnya bertepatan dengan momen peringatan kemerdekaan RI. Cahyo menyebut, remisi diberi kepada warga binaan lapas yang memenuhi syarat secara administrasi dan substansi seperti berkelakuan baik.
"Jumlah remisi telah diatur sedemikian rupa didasarkan UU tentang Pemasyarakatan , Keppres 174/1999, PP 32/1999 dan Permenkumham 3/2018 yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani masa pidana," kata Cahyo, Selasa (17/8).
Kepala Lapas Cebongan, Kusnan menuturkan, napi yang diusulkan untuk mendapatkan remisi 276 dan yang disetujui 156 orang dan sembilan di antaranya langsung bebas. Kegiatan penyerahan remisi tidak hanya dilakukan di Kabupaten Sleman.
"Melainkan dilakukan serentak di seluruh indonesia yang diselenggarakan pula melalui virtual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia," ujar Kusnan.
Bupati Sleman, Kustini Purnomo menyampaikan, remisi tidak cuma dimaknai sebagai pemberian hak warga binaan pemasyarakatan. Remisi merupakan apresiasi negara kepada warga binaan pemasyarakatan yang telah berhasil menunjukan perubahan.
Lalu, memperbaiki kualitas dan meningkatkan kompetensi diri dengan mengembangkan keterampilan untuk dapat hidup mandiri. Sekaligus, menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka mendukung pembangunan perekonomian nasional.
Kustini berpendapat, pemberian remisi hendaknya dilihat sebagai motivasi agar seluruh warga binaan pemasyarakatan selalu berusaha mematuhi dan menaati hukum dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Tolak ukur pemberian remisi tidak didasarkan kepada latar belakang pelanggaran hukum yang dilakukan, tapi didasari perilaku warga binaan selama jalani hukuman," kata Kustini.
Selain itu, Kustini menilai, pemberian remisi bukan suatu bentuk kemudahan bagi warga binaan pemasyarakatan untuk cepat memperoleh kebebasan. Remisi merupakan instrumen untuk meningkatkan kualitas pembinaan dan mendorong motivasi diri.
"Sehingga, warga binaan mempunyai kesempatan, kesiapan beradaptasi tinggi dalam proses reintegrasi sosial sebagai modal untuk kembali ke lingkungan masyarakat," tegasnya.