Perbedaan Stok Vaksin di Daerah Pengaruhi Pemulihan Ekonomi
Pemerintah diminta memastikan distribusi vaksin Covid-19 merata.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan kekhawatirannya terkait perbedaan stok atau ketersediaan vaksin antara satu daerah dan daerah lain bisa. Perbedaan stok vaksin pasalnya bisa menyebabkan pemulihan ekonomi nasional tidak merata di kemudian hari.
"Seperti kata Presiden Jokowi bahwa vaksinasi adalah game changer yang menjadi kunci agar masyarakat bisa produktif. Akan tetapi, kalau pasokan vaksin tidak merata, produktivitas masyarakat juga ikut tidak merata," kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Jumat (20/8).
Padahal, kata LaNyalla, keberhasilan pemulihan ekonomi di daerah akan menunjang pemulihan ekonomi nasional (PEN). Oleh karena itu, stok vaksin di daerah perlu menjadi perhatian serius, terutama oleh Kementerian Kesehatan.
Ia menugasi Komite III DPD RI yang membidangi urusan kesehatan untuk mengawal distribusi vaksinasi hingga ke daerah-daerah. Termasuk pula mengintensifkan komunikasi dengan pemerintah agar vaksinasi bisa merata ke seluruh daerah.
Tidak hanya itu, LaNyalla juga meminta seluruh anggota DPD melakukan pemantauan di daerah pemilihannya masing-masing serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah mengenai stok dan vaksinasi. Langkah tersebut guna mempercepat program Vaksinasi Nasional sehingga kekebalan komunal dapat segera terwujud.
Pada saat bersamaan, Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2015 hingga 2016 itu mengajak semua lapisan masyarakat untuk segera mengikuti vaksinasi Covid-19. Ia berharap 70 persen rakyat Indonesia tervaksinasi di akhir 2021.
Apalagi, kata LaNyalla, beberapa jenis vaksin yang baru datang memiliki efikasi lebih tinggi dan kebal terhadap varian Delta, yakni Moderna dan Pfizer. "Vaksin Pfizer dan Moderna ini kan berbasis mRNA, punya efikasi sekitar 95 persen pada kelompok usia dewasa. Jadi, masyarakat tidak perlu takut lagi divaksin. Segera datangi sentra-sentra vaksinasi terdekat," katanya.
Berdasarkan hasil studi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), diketahui 99,5 persen orang yang meninggal karena terpapar Covid-19 selama 6 bulan terakhir belum mendapatkan vaksin. "Ini artinya orang yang belum divaksin lebih berisiko dibandingkan yang sudah divaksinasi," ujarnya.
Kendati demikian, kata LaNyalla, perlu diingat bukan berarti orang yang telah divaksin tidak mungkin terpapar Covid-19. Namun, sekalipun terinfeksi, tingkat risiko bahayanya lebih rendah.