China Tawarkan Bantuan Investasi dan Teknis ke Afghanistan
Usai AS pergi, China memiliki kondisi paling baik untuk investasi di Afghanistan
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Bank Dunia memprediksi bantuan internasional ke Afghanistan akan turun 20 persen setelah Taliban berkuasa. Persentasenya pun masih bisa bertambah lagi tergantung tindakan milisi bersenjata itu berikutnya.
Penurunan bantuan itu sudah membuat Afghanistan tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Negara adidaya tetangganya, China dapat memenuhi kekurangan dan kemudian memperkuat pengaruh Beijing di Kabul.
Media pro-Partai Komunis China, Global Times melaporkan seorang pejabat China mengatakan perusahaan-perusahaan Negeri Tirai Bambu siap 'mengirimkan investasi dan bantuan teknis yang tulus' setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari Afghanistan. Tapi ia mencatat ancaman sanksi negara-negara Barat membahayakan rencana itu.
Beijing menaruh harapan pada Taliban untuk bisa membentuk pemerintahan yang moderat dan stabil dengan janji integrasi ekonomi kawasan. Afghanistan sudah menerima investasi dari China. Tapi setelah AS pergi mungkin menciptakan kondisi yang paling baik bagi China untuk berinvestasi di negara berpuluh-puluh tahun berperang.
"Kami mendapat banyak manfaat dari rencana bisnis kami di Afghanistan dalam lima tahun terakhir dan kami yakini operasi akan dijalankan lebih efektif bila situasi stabil," kata pekerja China di distrik China Town, di Kabul, Cassie seperti dikutip Sputnik News, Rabu (25/8).
Karena AS mengambil profit besar-besaran dalam invansinya, banyak pemikir Barat yang mengira China juga akan melakukan hal yang sama saat meningkatkan kerja sama dengan Afghanistan. Sejumlah artikel dan opini menyinggung tentang cadangan mineral Afghanistan atau upaya China mendorong Kabul terlibat dalam Belt and Road Initiative. Namun, seorang pejabat perusahaan milik pemerintah China mengatakan di Global Times, aktivitas bisnis mereka akan sesuai dengan strategi nasional China yakni mengedepankan stabilitas.
Di satu sisi juga banyak yang mengatakan Beijing akan ragu menggelontorkan uang ke negara Asia Tengah yang berbagi perbatasan sepanjang 44 mil, setidaknya sampai Taliban memberikan hasil konkret pada janji-janjinya.
Salah satu janji Taliban adalah berhenti mendukung kelompok teroris East Turkestan Islamic Movement (ETIM). Kelompok teroris itu memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan pernah mencari suaka ke Afghanistan.
Mereka adalah kelompok separatis Xinjiang yang ingin memisahkan diri dari China, karena AS fokus bersaingan dengan China selama beberapa tahun terakhir. Negara Barat membiarkan kelompok tersebut.
Direktur Komite Promosi Perdagangan dan Perekonomian Arab-China, Yu Minghui mengatakan pengusaha-pengusaha China telah membuat kesepakatan yang bagus dengan Afghanistan termasuk dengan Taliban. Ia mencatat milisi tersebut telah berjanji melindungi investor.
Sebab 'siapa pun yang berada di negara itu' setelah NATO mundur 'sedang membantu Afghanistan'. Banyak pengusaha yang dikutip Global Times mengatakan mereka 'kebal' terhadap sanksi-sanksi negara Barat.
Namun, bila hubungan Kabul dengan Amerika Serikat dan Inggris terus memburuk, maka akan menimbulkan risiko tinggi dalam investasi di negara itu. AS dan Inggris mitra terbesar NATO yang menduduki Afghanistan. Kini mereka banyak menggunakan pendekatan 'tunggu dan lihat'.
Serupa dengan apa yang dilakukan China dalam menantikan Taliban memenuhi janjinya. Untuk saat ini, pemerintah de facto Afghanistan sudah disanksi, aset senilai 9,5 miliar dolar AS di Amerika telah dibekukan.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi memperingatkan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab. Sikap yang terlalu agresif terhadap Taliban akan memicu serangan balik.
Direktur penelitian Institut Strategi Nasional, Tsinghua University, Qian Feng mengatakan ada 'ribuan hal yang perlu ditunggu' di Afghanistan. Hal itu termasuk membangun kembali dan memperluas setiap jenis infrastruktur dari mulai komunikasi hingga transportasi, ekstraksi mineral dan pertanian yang cukup unik hingga China dapat berinvestasi dalam jumlah besar.