AS Resmi Akhiri Misi di Afghanistan
Kehadiran militer AS selama 20 tahun di Afghanistan telah berakhir
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL --- Amerika Serikat (AS) secara resmi telah menyelesaikan misi dan penarikan pasukannya dari Afghanistan pada Senin (30/8) malam. Amerika mengakhiri perang terpanjang mereka dan menutup satu babak dalam sejarah militer yang akan dikenang, karena kegagalan kolosal, janji yang tidak terpenuhi, dan proses evakuasi yang kacau.
Pada Senin malam, pesawat angkut Angkatan Udara membawa pasukan yang tersisa dari bandara Kabul. Komandan Komando Pusat AS, Frank McKenzie, mengatakan pesawat terakhir lepas landas dari bandara Kabul pada pukul 15.29 waktu setempat. McKenzie menyebut Duta Besar AS di Afghanistan, Ross Wilson, berada di penerbangan C-17 terakhir.
“Setiap anggota layanan AS sekarang telah keluar dari Afghanistan. Saya bisa mengatakan itu dengan kepastian 100 persen," ujar McKenzie.
McKenzie mengatakan kepada Pentagon bahwa staf diplomatik inti telah dievakuasi bersama dengan 6.000 warga Amerika lainnya. Menurutnya kurang dari 250 warga Amerika masih berada di Afghanistan. Mereka menyatakan ingin dievakuasi tetapi tidak bisa mencapai bandara Kabul.
"Ada banyak kesedihan terkait dengan kepergian ini. Kami tidak bisa mengevakuasi semua orang yang ingin kami evakuasi. Namun saya pikir, jika waktunya diperpanjang 10 hari lagi kami juga tidak dapat mengeluarkan semua orang," kata McKenzie.
Baca juga : Luhut Sebut Kasus Covid-19 Nasional Turun 90,4 Persen
Presiden AS Joe Biden mengatakan dunia akan memegang komitmen Taliban untuk mengizinkan perjalanan yang aman bagi mereka yang ingin meninggalkan Afghanistan. Biden mengucapkan terima kasih kepada militer AS karena telah melakukan evakuasi berbahaya.
Biden dijadwalkan bertemu dengan warga Amerika yang telah kembali dari Afghanistan pada Selasa (31/8) sore. “Kehadiran militer kami selama 20 tahun di Afghanistan telah berakhir,” kata Biden.
Tembakan perayaan terdengar di Kabul setelah AS menyelesaikan penarikannya dan mengakhiri perang terpanjang Amerika. Juru bicara Taliban Qari Yusuf mengatakan Afghanistan kini telah memperoleh kemerdekaan secara penuh.
"Tentara AS terakhir telah meninggalkan bandara Kabul dan negara kami memperoleh kemerdekaan penuh," ujar Yusuf.
Lebih dari 122 ribu orang telah diterbangkan keluar dari Kabul sejak 14 Agustus atau sehari sebelum Taliban mendapatkan kembali kendali atas Afghanistan setelah digulingkan dari kekuasaan oleh invasi pimpinan AS. Penarikan pasukan asing dari Afghanistan merupakan hasil kesepakatan yang dicapai antara Taliban dengan pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.
Biden mengatakan misi AS di Afghanistan telah mencapai tujuan yaitu menggulingkan Taliban pada 2001. Ketika itu, Taliban menyembunyikan gerilyawan Alqaeda yang mendalangi serangan 11 September di AS.
Baca juga : Penembak Jitu Israel Tewas dalam Bentrokan dengan Warga Gaza
Jelang batas waktu evakuasi, pasukan Amerika menghadapi tugas berat untuk membawa pengungsi terakhir ke pesawat. Mereka menghadapi dua serangan bom bunuh diri oleh kelompok ISIS-Khorasan (ISIS-K) yang berafiliasi dengan ISIS di Afghanistan. Serangan bom bunuh diri yang terjadi pada 26 Agustus menewaskan 13 tentara Amerika dan sekitar 169 warga Afghanistan.
Awal perang di Afghanistan adalah janji yang dibuat mantan presiden George W. Bush saat berdiri di atas puing-puing di New York City, tiga hari setelah pesawat yang dibajak menabrak menara kembar World Trade Center. "Orang-orang yang merobohkan gedung-gedung ini akan segera mendengar kita semua," ujar Bush melalui pengeras suara ketika itu.
Kurang dari sebulan kemudian, tepatnya pada 7 Oktober, Bush melancarkan perang di Afghanistan. Pasukan Taliban kewalahan dan Kabul jatuh dalam hitungan pekan. Pemerintahan Afghanistan yang didirikan AS dan dipimpin oleh Hamid Karzai telah mengambil alih negara. Sementara Osama bin Laden serta militan Alqaeda lainnya melarikan diri melintasi perbatasan ke Pakistan.
Rencana awal invasi AS adalah untuk melumpuhkan Osama bin Laden yang telah menggunakan Afghanistan sebagai basis untuk melancarkan serangan ke AS. Kemudian AS memiliki ambisi yang lebih besar adalah untuk melawan “Perang Global Melawan Terorisme” berdasarkan keyakinan bahwa kekuatan militer bisa mengalahkan ekstremisme Islam.
Afghanistan hanyalah babak pertama pertarungan itu. Bush memilih untuk menjadikan Irak sebagai medan tempur berikutnya pada 2003 dan terperosok dalam konflik yang lebih mematikan. Hal ini menjadikan misi di Afghanistan sebagai prioritas kedua.
Baca juga : Jokowi Minta Masyarakat Segera Vaksinasi Covid-19
Ketika Barack Obama menduduki Gedung Putih pada 2009, dia memutuskan untuk meningkatkan misi di Afghanistan. Obama mendorong jumlah pasukan AS menjadi 100 ribu. Perang terus berlanjut dan Osama bin Laden tewas di Pakistan pada 2011.
Ketika Donald Trump memasuki Gedung Putih pada 2017, dia ingin menarik seluruh pasukan dari Afghanistan. Namun Trump mendapatkan masukan agar tetap mempertahankan pasukan AS di Afghanistan dan meningkatkan serangan terhadap Taliban.
Dua tahun kemudian yaitu pada 2019, pemerintahan Trump merundingkan kesepakatan dengan Taliban. Pada Februari 2020 kedua belah pihak menandatangani perjanjian yang menyerukan penarikan pasukan AS secara penuh pada Mei 2021. Sebagai gantinya, Taliban membuat sejumlah komitmen. Salah satunya adalah tidak menyerang pasukan AS.
Ketika Biden menjabat sebagai presiden, dia mempertimbangkan saran dari anggota tim keamanan nasional untuk mempertahankan 2.500 tentara di Afghanistan. Namun pada pertengahan April, Biden mengumumkan keputusan untuk menarik seluruh pasukan AS dan sekutunya secara bertahap mulai Mei tahun ini. Biden menetapkan tenggat waktu penarikan hingga 31 Agustus.
Sejak pasukan AS dan sekutu menarik diri dari Afghanistan, Taliban mendorong serangan yang menggulingkan kota-kota utama, termasuk ibu kota provinsi. Sebagian besar pasukan keamanan Afghanistan menyerah kepada Taliban. Pada 15 Agustus, Taliban berhasil menguasai Kabul dan Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari ibu kota.
Amerika Serikat gagal membangun militer Afghanistan karena tidak mampu menahan pemberontak. Amerika Serikat telah menghabiskan 83 miliar dolar AS untuk melatih dan melengkapi persenjataan tentara Afghanistan.