Varian Baru C.1.2 Muncul di Afrika, Bisa Terobos Antibodi?
Virus SARS-CoV-2 varian C.1.2 pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada Mei.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian SARS-CoV-2 baru, C.1.2, terdeteksi di Afrika Utara dan beberapa negara lain di dunia. Varian ini memiliki lebih banyak mutasi dibandingkan variants of concern (VOC) atau variants of interest (VOI) lain yang saat ini sudah terdeteksi di dunia.
Peneliti dari National Institute for Communicable Disease (NICD) dan KwaZulu-Natal Research Innovation and Sequencing Platform (KRISP) mengatakan, varian C.1.2 pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada Mei 2021. Setelah itu, varian ini mulai ditemukan di China, Republik Demokratik Kongo, Mauritius, Inggris, Selandia Baru, Portugal, dan Swiss per 13 Agustus 2021.
Menurut studi yang dimuat dalam repositori MedRxiv dan belum ditinjau sejawat, C.1.2 telah mengalami banyak mutasi bila dibandingkan dengan C.1. C.1 merupakan salah satu varian yang mendominasi infeksi SARS-CoV-2 pada gelombang pertama pandemi Covid-19 di Afrika Selatan.
Peneliti mengatakan, varian C.1.2 memiliki lebih banyak mutasi dibandingkan VOC dan VOI yang saat ini sudah terdeteksi di dunia. Mereka juga menemukan bahwa jumlah sekuens yang terdapat pada C.1.2 mungkin kurang mewakili penyebaran dan frekuensi varian tersebut di Afrika Selatan dan dunia.
Studi tersebut juga menemukan adanya peningkatan yang konsisten pada angka genom C.1.2 di Afrika Selatan setiap bulan. Pada Mei, sekuens genom berkisar di angka 0,2 persen lalu meningkat menjadi 1,6 persen pada Juni dan 2 persen pada Juli.
"Ini mirip seperti peningkatan yang terlihat pada varian beta dan delta di negara tersebut semasa deteksi awal," ungkap peneliti, seperti dilansir Business Standard, Selasa.
Menurut studi, lineage C.1.2 memiliki tingkat mutasi sekitar 41,8 mutasi per tahun. Angka ini dua kali lipat lebih cepat dibandingkan tingkat mutasi yang dialami oleh varian-varian SARS-CoV-2 lain di dunia.
Peneliti juga menemukan adanya mutasi N440K dan Y449H pada sekuens C.1.2. Kedua mutasi ini diketahui berkaitan dengan kemampuan virus untuk menghindari antibodi tertentu.
Peneliti mengatakan, kombinasi kedua mutasi ini yang dibarengi dengan beberapa perubahan pada bagian virus berpotensi membantu virus untuk menghindari antibodi dan respons imun. Sejauh ini, karakteristik fenotipe dan epidemiologi C.1.2 masih sedang ditentukan.
"Penting untuk menyoroti lineage ini mengingat konstelasi mutasinya yang mengkhawatirkan," kata peneliti.
Tes laboratorium sedang dilakukan untuk menentukan seberapa baik antibodi bekerja untuk menetralkan virus corona varian baru C.1.2 tersebut. Dr Richard Lessells, pakar penyakit menular dari University of KwaZulu-Natal di Durban, Afrika Selatan menyebut, kemunculan varian C.1.2 menunjukkan pandemi ini masih jauh dari selesai.
Menurut Lesells, virus corona masih terus bermutasi dan berpotensi menjadi lebih kuat dalam menginfeksi. Namun, ia berpendapat, orang tidak perlu terlalu khawatir pada tahap ini.
Dilaporkan Reuters, varian dengan lebih banyak mutasi pasti akan muncul semakin lama pandemi ini berlangsung. Pada Juli, varian C.1.2 menyumbang tiga persen dari sampel dibandingkan 1 persen pada Juni.
Sementara itu, varian delta menyumbang 67 persen pada Juni dan 89 persen pada Juli. Delta adalah varian dari virus corona yang tercepat dan terkuat yang pernah dihadapi dunia.