Komodo Masuk Daftar Hewan Terancam Punah

Kenaikan air laut mempengaruhi 30 persen komodo selama 45 tahun ke depan.

Republika/Rahayu Subekti
Salah satu komodo yang ada di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (19/9).
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komodo terdaftar sebagai spesies terancam punah (endangered) pada Sabtu (4/9) dalam pembaruan Daftar Merah (Red List) satwa liar. Komodo terperangkap di habitat pulau yang lebih kecil karena air laut naik.

Baca Juga


Sekitar 28 persen dari 138.000 spesies yang dinilai oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN) kini terancam punah di alam liar selamanya. Kepunahan ini disebabkan karena dampak destruktif aktivitas manusia terhadap alam semakin dalam.

Komodo adalah kadal terbesar yang masih hidup dan hanya ditemukan di Taman Nasional Komodo yang terdaftar sebagai Warisan Dunia dan Flores. "Spesies semakin terancam oleh dampak perubahan iklim,” kata IUCN.

Naiknya permukaan laut diperkirakan akan menyusutkan habitat kecilnya sehingga mempengaruhi 30 persen spesies selama 45 tahun ke depan. Di luar kawasan lindung, kemunduran yang menakutkan juga dengan cepat kehilangan pijakan jejak manusia meluas.

 

“Gagasan bahwa hewan prasejarah ini telah bergerak satu langkah lebih dekat ke kepunahan sebagian karena perubahan iklim sangat menakutkan,” kata Andrew Terry, Direktur Konservasi di Zoological Society of London.

Pesan Utama dari Kongres IUCN

Pesan utama dari Kongres IUCN, yang berlangsung di kota Prancis, Marseille adalah punahnya spesies dan perusakan ekosistem merupakan ancaman eksistensial yang setara dengan pemanasan global.

Perubahan iklim itu sendiri mengancam masa depan banyak spesies, terutama hewan dan tumbuhan endemik yang hidup di pulau-pulau kecil atau titik-titik keanekaragaman hayati tertentu.

 

 

 

Tingkat yang Mengkhawatirkan

Pembaruan Daftar Merah satwa liar juga memperingatkan penangkapan ikan berlebihan mengancam hampir dua per lima spesies hiu. Survei ikan hiu dan ikan pari paling komprehensif mengungkapkan 37 persen dari 1.200 spesies yang dievaluasi sekarang diklasifikasikan sebagai terancam punah. Hewan-hewan ini masuk adalam katagori  “rentan (vulnerable) ”, “terancam punah (endangered) ” atau “sangat terancam punah critically endangered)”.

Profesor Universitas Simon Fraser Nicholas Dulvy mengatakan jumlah itu merupakan sepertiga lebih banyak spesies yang berisiko daripada hanya tujuh tahun lalu. Dulvy juga menjadi penulis utama studi yang diterbitkan pada Senin (30/8) yang mendukung penilaian Daftar Merah.

“Status konservasi kelompok secara keseluruhan terus memburuk dan risiko kepunahan secara keseluruhan meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan,” katanya kepada AFP.

Lima spesies ikan hiu todak,yang moncong bergeriginya tersangkut di alat tangkap dibuang dan hiu mako sirip pendek yang ikonik termasuk di antara yang paling terancam.

 

“Ikan Chondrichthyan, kelompok yang sebagian besar terdiri dari hiu dan pari, penting bagi ekosistem, ekonomi dan budaya,” kata Sonja Fordham, presiden Shark Advocates International dan rekan penulis studi, mengatakan kepada AFP.

Pemulihan

Pemulihan paling spektakuler terlihat pada tuna sirip biru Atlantik yang melompat dari “terancam punah” (endangered) di tiga kategori ke zona aman “berisiko rendah ”(least concern). Spesies tersebut-yang menjadi andalan sushi kelas atas di Jepang- terakhir dinilai pada 2011.

“Ini menunjukkan konservasi berhasil-ketika kita melakukan hal yang benar, suatu spesies dapat meningkat,” kata Jane Smart, direktur global Kelompok Konservasi Keanekaragaman Hayati IUCN, dilansir dari Phys, Ahad (5/9).

 

“Tapi kita harus tetap waspada. Ini tidak berarti kita bisa bebas menangkap semua spesies tuna ini,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler