WHO Minta Vaksin Booster Ditunda Sampai Tahun Depan
Banyak negara masih menghadapi kekurangan untuk dosis pertama dan kedua vaksin
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus telah meminta negara-negara kaya dengan pasokan besar vaksin virus corona untuk menahan diri dari menawarkan suntikan booster atau penguat hingga akhir tahun, Rabu (8/9). Desakan itu kembali disampaikan usai pemerintahan yang sama sebelumnya diabaikan.
Ghebreyesus mengatakan terkejut dengan komentar oleh asosiasi produsen farmasi terkemuka sehari sebelumnya yang mengatakan persediaan vaksin cukup tinggi untuk memungkinkan suntikan booster dan vaksinasi di negara-negara yang sangat membutuhkan dosis. Padahal faktanya banyak negara masih menghadapi kekurangan untuk dosis pertama dan kedua.
"Saya tidak akan tinggal diam ketika perusahaan dan negara yang mengendalikan pasokan vaksin global berpikir bahwa orang miskin dunia harus puas dengan sisa vaksin," kata Ghebreyesus.
Ghebreyesus menegaskan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah bukan prioritas kedua atau ketiga. "Petugas kesehatan mereka, orang tua, dan kelompok berisiko lainnya memiliki hak yang sama untuk dilindungi," katanya dikutip dari Aljazirah.
Ghebreyesus sebelumnya menyerukan moratorium pada vaksinasi booster hingga akhir September. Namun, negara-negara kaya, seperti termasuk Israel, Inggris, Denmark, Prancis, Jerman, Spanyol, dan Amerika Serikat, justru telah memulai atau sedang mempertimbangkan rencana untuk menawarkan suntikan ketiga vaksin sebanyak dua dosis. Rencana itu akan diberikan kepada orang-orang mereka yang rentan, seperti orang tua atau kelompok yang menderita penyakit sistem imun yang terganggu.
Kepala WHO mengatakan menerima pesan dukungan yang jelas dari para menteri kesehatan pada pertemuan negara-negara Kelompok 20 bulan ini. Mereka komitmen membantu mencapai target bahwa semua negara memvaksinasi setidaknya 40 persen warga pada akhir tahun.
"Sebulan yang lalu, saya menyerukan moratorium global pada dosis booster, setidaknya sampai akhir September untuk memprioritaskan vaksinasi orang yang paling berisiko di seluruh dunia yang belum menerima dosis pertama mereka. Ada sedikit perubahan dalam situasi global sejak saat itu," ujar Ghebreyesus.
Melihat kondisi di lapangan yang ternyata tidak sesuai, Ghebreyesus menyerukan perpanjangan moratorium hingga setidaknya akhir tahun. Permintaan itu agar setiap negara dapat memvaksinasi setidaknya 40 persen dari populasinya.
Sekitar 80 persen dari 5,5 miliar dosis vaksin yang telah diberikan secara global ditujukan ke negara-negara berpenghasilan tinggi. Ghebreyesus mengatakan, negara-negara kaya juga telah menawarkan untuk menyumbangkan satu miliar dosis vaksin ke negara lain, tetapi kurang dari 15 persen dari dosis tersebut telah terwujud.
Produsen telah berjanji untuk memprioritaskan program yang didukung PBB untuk memberikan vaksin kepada yang paling membutuhkan di dunia. "Kami tidak ingin ada janji lagi. Kami hanya ingin vaksinnya,” kata kepala WHO itu.
Selain itu, Ghebreyesus mengatakan hampir semua negara berpenghasilan rendah telah menunjukkan kemampuan untuk menjalankan kampanye imunisasi skala besar untuk polio, campak, dan penyakit lainnya. "Karena produsen telah memprioritaskan atau diwajibkan secara hukum untuk memenuhi kesepakatan bilateral dengan negara-negara kaya yang bersedia membayar dolar tinggi, negara-negara berpenghasilan rendah telah kehilangan alat untuk melindungi rakyat mereka,” katanya.