Menggagas Kehumasan Pemerintah yang Profesional
Humas pemerintah diharapkan dapat memainkan peran dalam menunjang tujuan organisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wahyutama Ph,D/Dosen Universitas Paramadina
Beberapa waktu yang lalu, saat berbicara kehumasan pemerintah, maka bayangan banyak orang barangkali akan melayang pada sekelompok pegawai yang bertugas sebagai resepsionis pelayan aduan warga, juru foto pada kegiatan-kegiatan yang diadakan instansi, atau pembawa acara pada berbagai kegiatan seremonial.
Meskipun mungkin sebagian stereotip pekerjaan kehumasan pemerintah tersebut masih ditemui saat ini, namun terlihat humas pemerintah kini giat berbenah untuk memperbaiki citranya tersebut. Setidaknya hal ini yang misalnya dapat dibaca dari pernyataan salah seorang pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang menginginkan setiap humas pemerintah bekerja secara (lebih) profesional selama lima tahun ke depan.
"Standing posisinya humas pemerintah harus sama dengan kualitas humas swasta," kata pejabat tersebut
Pernyataan di atas menarik. Selain karena menunjukkan adanya kesadaran dan komitmen pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas fungsi kehumasan di instansinya, namun juga menunjukkan adanya keinginan pemerintah untuk menyejajarkan humas pemerintah dengan humas di lembaga swasta yang dinilai sebagai acuan standar profesionalisme.
Penulis tentu sangat mengapresiasi komitmen pemerintah untuk melakukan
profesionalisasi kehumasan ini. Meski demikian, penulis hendak memberi sedikit catatan terkait arah profesionalitas yang perlu dituju oleh lembaga pemerintah.
Hal ini karena, menurut penulis, lembaga pemerintah memiliki kekhasan karakter yang sangat berbeda dengan lembaga swasta, yang pada gilirannya juga berimplikasi pada peran dan fungsi kehumasan yang diembannya. Tulisan ini lebih jauh hendak urun ide terkait upaya peningkatan profesionalisme kehumasan pemerintah dalam rangka mendukung program yang dicanangkan Kemenkominfo di atas.
Tulisan ini akan menguraikan konsep ideal kehumasan pemerintah, dengan pertama-tama menguraikan karakteristiknya sebagai lembaga publik yang berbeda dengan lembaga swasta, serta kemudian menjelaskan fungsi dan peran idealnya.
Dijalankannya fungsi dan peran humas pemerintah yang ideal ini, menurut penulis, adalah langkah paling fundamental dilakukan untuk menciptakan transformasi humas pemerintah yang profesional.
Humas Pemerintah sebagai Lembaga Publik
Penulis akan memulai dengan pembahasan terkait karakteristik lembaga pemerintah sebagai lembaga publik. Pakar komunikasi korporat Finlandia Professor Vilma Luoma-aho dan pakar komunikasi lembaga publik asal Spanyol Dr. Maria Jose Canel menuliskan dalam buku mereka (Canel & Luoma-aho, 2019) bahwa terdapat setidaknya tujuh aspek yang membedakan lembaga sektor publik seperti pemerintah dengan lembaga swasta seperti korporat.
Ketujuh aspek itu adalah ownership, source of fund, control, purpose, values, employees, dan orientation. Untuk memperingkas, tulisan ini akan berfokus tiga aspek saja yang penulis nilai paling relevan, yaitu source of fund, purpose, dan values.
Dalam aspek source of fund, lembaga sektor publik menggunakan pajak sebagai sumber pendanaannya, sedangkan lembaga swasta berasal dari modal privat. Hal ini berkonsekuensi pada pertangungjawaban keduanya yang secara fundamental berbeda, di mana lembaga sektor publik harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik sementara lembaga swasta mempertanggungjawabkannya kepada pemilik atau pemangku kepentingannya (pemegang saham).
Dalam aspek purpose, sementara lembaga swasta berorientasi pada pencapaian individual gain atau keuntungan individual (pemilik atau pemegang saham), lembaga sektor publik berorientasi pada pencapaian kesejahteraan dan pemenuhan kepentingan bersama. Dalam hal ini, ukuran kesuksesan sebuah lembaga publik bukanlah dari profit yang ia hasilkan melainkan sejauh mana ia dapat memberi kemanfaatan yang luas bagi seluruh rakyat yang merupakan tax payer-nya.
Terakhir, dalam aspek values, lembaga sektor publik beroperasi dengan landasan nilai-nilai bersama yang merepresentasikan seluruh rakyat yang menjadi konstituennya. Sedangkan, lembaga swasta beroperasi dengan nilai-nilai yang bisa dikonstruksikan secara unik dan mandiri sesuai dengan nilai-nilai yang diusung oleh pemangku kepentingannya.
Berdasarkan ketiga aspek di atas, nampak jelas bahwa karakter dan orientasi lembaga sektor publik berbeda 180 derajat dengan lembaga swasta. Sementara lembaga swasta memiliki karakter privat (dipertanggungjawabkan kepada pemilik) dan berorientasi pada profit (keuntungan pemiliknya), lembaga sektor publik berkarakterkan publik (dipertanggungjawabkan kepada publik) dan berorientasi kepada pemberian manfaat bagi rakyat yang menjadi konstituennya.
Dalam hal ini, lembaga sektor publik dapat dikatakan dibenarkan jika ia memprioritaskan pemenuhan kebutuhan rakyat dibandingkan kebutuhan kemajuan organisasinya sendiri. Dalam ukuran yang ekstrem, lembaga sektor publik bahkan memiliki justifikasi untuk merugi secara organisasi sepanjang hal itu dilakukan untuk kepentingan rakyat yang lebih besar.
Lembaga sektor publik diharapkan untuk lebih memprioritaskan kelangsungan hidup rakyatnya dibandingkan kelangsungan hidup organisasinya sendiri.
Peran dan Fungsi Ideal Humas Pemerintah
Konstruksi lembaga sektor publik seperti di atas pada gilirannya berkonsekuensi pada peran komunikasi yang dijalankannya. Canel dan Luoma-aho (2009) menyatakan bahwa aktivitas komunikasi lembaga sektor publik didefinisikan sebagai, “goal‐oriented communication inside organizations and between organizations and their stakeholders that enables public sector functions, within their specific cultural/political settings, with the purpose of building and maintaining the public good and trust between citizens and authorities.”
Dua hal penting dapat digarisbawahi dari definisi di atas. Pertama, bahwa fungsi komunikasi lembaga sektor publik adalah untuk mendukung fungsi dasar lembaga sebagai pelayan publik. Kedua, tujuan dari komunikasi lembaga sektor publik adalah untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan (trust) dari publik.
Karakter dari komunikasi lembaga sektor publik ini sekilas tidak banyak berbeda dengan peran komunikasi (khususnya yang dilakukan humas) lembaga sektor swasta. Sebagai perbandingan, bisa dilihat definisi public relations yang dirumuskan oleh Public Relations Society of America sebagai berikut, "Public relations is a strategic communication process that builds mutually beneficial relationships between organizations and their publics (Wilcox, Cameron, & Reber, 2015).
Seperti terlihat, baik komunikasi di lembaga sektor publik dan komunikasi di lembaga sektor privat sama-sama menekankan tujuan komunikasi pada pengelolaan hubungan baik antara organisasi dengan khalayaknya. Meski demikian, pada lembaga sektor publik, pengelolaan hubungan baik ini tidak semata berorientasi pada mencapai manfaat timbal balik antara organisasi dan khalayaknya, tapi juga pada upaya menjaga kepercayaan warga negara terhadap akuntabilitas lembaga.
Atau secara lebih tegas, fungsi utama komunikasi di lembaga sektor publik adalah untuk melayani warga negara sekaligus mempertanggungjawabkan kinerja kepada warga negara selaku pihak pembayar pajak (tax payer).
Sejalan dengan perspektif di atas, Mordecai Lee, anggota senat senior di Amerika Serikat yang juga merupakan profesor emeritus di bidang administrasi publik dari University of Wisconsin, merumuskan tiga tipologi utama peran kehumasan pemerintah.
Di mana, dua tipologi pertama merupakan peran ideal kehumasan pemerintah, sedangkan tipologi ketiga adalah peran kehumasan yang tak terelakkan muncul namun perlu disikapi secara hati-hati karena potensinya untuk menyimpangkan humas pemerintah dari peran idealnya. Ketiga tipologi itu adalah peran demokratis, peran pragmatis, dan peran politis (Lee et al., 2012).
Dalam hal peran demokratis, humas pemerintah dinyatakan memiliki kewajiban untuk menjalankan fungsi akuntabilitas kepada publik. Kewajiban ini sendiri muncul sebagai konsekuensi dari karakter humas pemerintah sebagai lembaga pelayan publik.
Peran demokratis ini meliputi pengelolaan hubungan dengan media (yang berorientasi pada pemberian informasi yang kredibel dan transparan kepada media sebagai wakil dari publik), mengambil inisiatif untuk menyediakan informasi yang relevan dan penting diketahui publik terkait kebijakan, layanan, atau kinerja dari instansi pemerintah, serta menyerap aspirasi dan kebutuhan warga negara terkait kinerja atau layanan yang diberikan instansi pemerintah.
Dalam hal peran pragmatis, humas pemerintah dinyatakan diharapkan dapat memainkan peran dalam menunjang tujuan-tujuan organisasi. Dalam konteks lembaga sektor publik, tujuan organisasi yang dimaksud khususnya terkait dengan upaya organisasi untuk memberikan jasa layanan kepada publik.
Termasuk di dalamnya, upaya untuk mengedukasi publik dalam memanfaatkan layanan publik yang disediakan serta mengedukasi publik untuk berperilaku sesuai dengan program yang dicanangkan oleh instansi pemerintah tersebut (seperti misalnya kementerian kesehatan yang berkepentingan mendidik publik untuk mengadopsi perilaku hidup sehat).
Kedua peran di atas, peran demokratis dan peran pragmatis, merupakan peran-peran fundamental dan ideal yang diharapkan untuk mampu dilakukan humas pemerintah secara baik. Dilakukannya kedua peran tersebut dengan baik, akan membuat humas pemerintah mencapai profesionalitas yang dicanangkan.
Sedangkan terkait peran politis humas pemerintah, dinyatakan Lee sebagai peran yang pelaksanaannya perlu dilakukan dengan kehati-hatian agar tidak menyimpangkan humas pemerintah dari kewajibannya dalam menjaga akuntabilitas kinerja di hadapan publik. Peran politis ini sukar dihindari 'membonceng' pada aktivitas kehumasan pemerintah, sehingga kesadaran dan komitmen pihak-pihak terkait untuk membatasi diri darinya sangat diperlukan.
Peran politis humas bisa muncul dalam bentuk penggunaan dana instansi untuk mengiklankan sosok pejabat tertentu di instansi tersebut misalnya. Atau juga penggunaan dana instansi untuk aktivitas pencitraan organisasi (dalam rangka membangun dukungan publik) yang sebenarnya tidak terlalu memberi kemanfaatan bagi publik.
Kesimpulan
Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa upaya untuk membangun humas pemerintah yang profesional adalah upaya yang memerlukan waktu yang cukup untuk merealisasikannya. Namun, paling tidak kita bisa berupaya memastikan bahwa transformasi menuju profesionalitas tersebut berjalan pada arah yang benar (on the right track).
Adanya komitmen dari Kemenkominfo untuk melakukan profesionalisasi kehumasan di instansi pemerintah adalah langkah awal yang sangat patut diapresiasi. Terakhir, hendak dinyatakan kembali bahwa tulisan ini berupaya urun ide dalam menggagas kehumasan pemerintah yang profesional dengan menggarisbawahi dua gagasan penting.
Pertama, bahwa perlunya humas pemerintah didudukkan secara proporsional sebagai lembaga sektor publik yang memiliki karakteristik akuntabilitas publik yang berbeda dengan lembaga swasta. Kedua, sebagai konsekuensinya, perlunya humas pemerintah menjalankan peran-peran idealnya (yaitu peran demokratis dan peran pragmatis) secara optimal serta di sisi lain menjalankan peran politisnya secara sangat berhati-hati.