4 Hadiah Terbaik Persembahan Orang Hidup untuk Almarhum
Orang yang sudah meninggal juga bisa menerima hadiah amalan
REPUBLIKA.CO.ID, — Bagi mereka yang meninggal seluruh hal duniawi akan terputus. Namun keluarga yang ditinggalkan dapat mengirimkan ‘hadiah’ untuk membantu mereka di alam kubur.
Empat hadiah terbaik di antaranya adalah sebagai berikut yang pertama, amal jariyah atau sedekah yang berkelanjutan. Dalam sebuah hadits:
أنَّ رَجُلًا قالَ للنبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا، وَلَمْ يُوصِ، فَهلْ يُكَفِّرُ عنْه أَنْ أَتَصَدَّقَ عنْه؟ قالَ: نَعَمْ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum berwasiat. Maka apakah dia dihapuskan (dosanya) jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau, “Ya”.”(HR. Muslim)
Kedua, membaca Alquran. Orang yang hidup dapat membacakan Alquran untuk mereka yang telah wafat dengan tujuan pahala dari membaca Alquran tersebut diberikan kepada mereka yang meninggal dunia. Mayoritas ulama sepakat pahala bacaan Alquran akan sampai.
Ketiga, berdoa. Ketika seseorang bertakziah, disunnahkan untuk mendoakan jenazah dan memohon ampunan atasnya. Salah satu doa yang disunnahkan adalah:
اللهم اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرَنَا وَكَبِيْرَنَا وَذَكَرِنَا وَاُنْثَانَا “Allaahummaghfir lihayyinaa wamayyitinaa wasyaahidinaa waghaaibinaa washaghiiranaa wakabiiranaa wadzakarinaa wauntsaana.”
“Ya Allah, berikanlah ampun, kami yang masih hidup dan kami yang telah meninggal dunia, kami yang hadir, kami yang ghoib, kami yang kecil-kecil kami yang dewasa, kami yang laki–laki maupun perempuan.”
Baca juga : Sholat di Awal Waktu, Ini Keutamaannya
Keempat, puasa dan berhaji. Melakukan puasa dan melaksanakan haji untuk orang yang telah meninggal dapat berarti membayar utang kedua ibadah mereka itu semasa hidup. Dan hal ini pun disunnahkan oleh Rasulullah SAW.
اْبنِ عَبَّاٍس رَضِيَ اللهُ عَنْهُماَ قاَلَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ، أَفَأَقْضِيَهُ عَنْهَا؟ قاَلَ: لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكَ دَيْنٌ، أَكُنْتَ قاَضِيَهُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَدَيْنُ اللهِ أَحَقٌ أَنْ يُقْضَى [رواه البخاري
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW kemudian berkata, Ya Rasulullah sungguh ibuku telah wafat padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan, apakah saya dapat berpuasa menggantikannya?”
Nabi menjawab, “Jika seandainya ibumu memiliki hutang, apakah engkau akan membayarkannya? Laki-laki itu menjawab: Iya. Selanjutnya Nabi bersabda: Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.” (HR Al Bukhari ).