Muslimah di Pemilu Norwegia: Tanpa Pencitraan Lebay di Got

Beginilah suasana pemilu di salah satu negara paling makmur dan bahagia di dunia.

Savitri Icha Khairunnisa
Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg (Kanan) ketika berkampanye di tengah pandemi dengan sederhana sekali, Dia berhasil memimpin negaranya ke laur dari paparan Covid-19 dengan sangat bak. Sayang dia kalalah dalam peimilu Norwegia 2021.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Savitri Icha Khairunnisa, Penulis dan Warga Indonesia Tinggal di Norwegia.

Baca Juga


Senin (13/09) yang lalu rakyat Norwegia mengadakan pesta demokrasi, yaitu Stortingsvalget (Pemilihan Umum Parlemen). 

Gaung kampanye memang cukup terasa sejak beberapa bulan belakangan. Meski kalau dibandingkan dengan pemilu di negara-negara lain, kampanye di Norwegia sangat jauh dari ingar-bingar yang heboh atau dramatis.

Nggak ada bagi-bagi sembako, nggak ada baliho kepagian, nirpencitraan semacam masuk gorong-gorong, nggak ada jualan slogan kosong "Kerja kerja kerja", nggak ada janji kampanye berlebihan.

Cerita suasana kampanye dan pertemuan saya dengan ibu perdana menteri Norwegia pernah saya tulis dan dimuat di Republika.

Pemilu kali ini diikuti oleh 77% warga negara Norwegia di seluruh dunia. Partisipasi yang menurut catatan termasuk rendah dan menjadi pertanyaan para pengamat politik. Bagaimanapun, pemilu berjalan dengan tertib dan aman. Tidak ada politik uang, tidak ada "serangan fajar", tidak ada kecurangan. Semua didukung sistem yang jujur dan adil. Dalam sehari semua suara selesai dihitung. Meski belum ada pengumuman resmi, pemenangnya sudah terlihat dengan jelas. 

Arbeiderpartiet/Ap (Partai Buruh) kali ini menang dengan raihan 48 (dari total 169) kursi di parlemen. Meski bukan landslide win, tapi sudah mencukupi sebagai partai pemenang pemilu.

Dalam waktu tak lama lagi Norwegia akan punya perdana menteri baru, yaitu pemimpin Ap: Jonas Gahr Støre. Pria 60 tahun ini adalah miliuner, berasal dari keluarga kaya. Berlatar belakang ilmu politik, karier politiknya cemerlang sejak tahun 2005. Ia pernah jadi menteri di era PM Jens Stoltenberg (sekarang Sekjen NATO) dan memimpin Ap sejak 2014.

Erna Solberg, PM Norwegia yang menjabat sejak 2013, mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada calon penggantinya itu. 

Begitu saja. Tanpa ada drama apa pun. Pemilu memang idealnya begitu, kan, ya? Yang menang merayakan dengan elegan, yang kalah mengakui dengan besar hati. Saking aman dan damainya pemilu di sini, rasanya kok kurang gereget begitu. Tidak ada pawai kemenangan, apalagi kerumunan yang merupakan pemandangan horor di masa pandemi seperti sekarang.

Selanjutnya partai pemenang akan melakukan lobi koalisi dengan partai-partai lain.

 
Keterangan foto: Suasana kampanye di Norwegia di tengah pandemi. Begitu sederhana, rapi, murah, dan tertib. - (Savitri Icha Khairunnisa)

                                   

                            ******

Bicara soal partai, untuk negara sekecil Norwegia yang penduduknya hanya 5,4 juta jiwa dan luasnya hanya 1/6 wilayah Indonesia, jumlah partainya lumayan banyak dan beragam.

Selain Ap, ada Høyre (Partai Kanan / Konservatif) pimpinan Erna Solberg. Selain itu partai-partai besar lainnya adalah FrP (Partai Progres), Sp (Centre), SV (Socialist Left), V (Venstre / Liberal), KrF (Partai Rakyat Kristen), MDG (Partai Hijau), dan Rødt (Merah / beraliran komunis). 

Sementara masih banyak partai kecil yang resmi terdaftar tetapi tidak lolos ke parlemen. Di antaranya Demokratene, Alliansen, Helsepartiet (kesehatan), Industri -og Næringspartiet, Liberalistene, Feminist Initiative, Folkeaksjonen nei til mer bompenger (Aksi Masyarakat Menolak Kenaikan Uang Tol), Kystpartiet (mengurusi soal pantai), NKP (komunis), Pasientfokus (fokus pada masalah pasien), Pensjonistparti (fokus masalah para pensiunan), Pirate Party (menolak kerahasiaan data di internet), dan Redd Naturen (fokus pada penyelamatan lingkungan).

Baca juga : Anadolu Agency: Intelijen Prancis Tahu Lafarge Mendanai ISI

Partai-partai kecil itu tidak semua punya kantor di tiap daerah. Ada yang hanya mewakili aspirasi masyarakat di kota tertentu. Entah bagaimana mereka mendanai kelangsungan hidup partai-partai tersebut. Yang jelas, mayoritas partai kecil itu sudah ada sejak lama dan hampir di tiap pemilu ada partai baru yang muncul. 

Meski memegang prinsip welfare state yang sosialis, Norwegia menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Siapa pun boleh menyampaikan aspirasi tentang apa pun tanpa khawatir tindakan represif aparat.

                         

 
Keterangan foto: Brosur kampanye yang sangat sederhana di kampande Pemilu Norwegia. Gaya pemilu seperti ini aneh padahal negara ini termasuk negara paling makmur di dunia. (Savitri Icha Khairunnisa)

 

Satu lagi yang unik dari sistem parlementer Norwegia. Meski pemilu dilaksanakan tiap empat tahun sekali, tidak ada batasan jabatan PM. Artinya, seorang PM boleh menjabat lagi setelah masa jabatannya habis, dengan syarat partainya menang pemilu dan dia diangkat lagi sebagai PM. Undang-undangnya memang mengatur begitu. 

Jabatan terlama sebagai PM Norwegia dipegang oleh Einar Gerhardsen (Ap/1945-1965). 

Sementara, Erna Solberg menjabat selama dua periode sejak 2013. Sebetulnya bisa saja ia dipilih lagi bila partainya (Høyre) menang. Dia juga tidak menyembunyikan niatnya jadi PM untuk ketiga kalinya. Tidak seperti pemimpin suatu negara yang malu-malu tapi mau jadi presiden lagi untuk ketiga kalinya.

Baca juga : Ini Syarat UMK Ikuti Program Sertifikasi Halal Gratis

Ambisi politik itu jelas ada. Namun, ketika suara rakyat tidak menghendaki, dan demokrasi dijalankan secara jujur, adil, dan transparan, maka menang atau kalah itu bukan persoalan besar. Toh, ia bisa tetap berkontribusi untuk bangsa dan negara dengan cara lain.
 
Keterangan foto: Suasana kampanye di Norwegia di tengah pandemi. Begitu rapi, sederhana, dan tertib. - (Savitri Icha Khairunnisa)

                                    *****

Meski saya dan suami tidak berhak ikut pemilu parlemen (karena bukan WN Norwegia), berita tentang pemilu sempat jadi bahan diskusi hangat di keluarga kami. 

Bagaimana peta politik Norwegia mulai bergeser. Statusnya sebagai negara penghasil minyak dan gas terbesar di Eropa tidak menghalangi Norwegia untuk mulai berfokus pada sumber-sumber alam terbarukan. Terlebih generasi muda sebagai pemilih baru, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang memiliki perhatian khusus pada keberlangsungan lingkungan hidup dan bumi. 

Partai-partai besar di sini memberi janji kampanye untuk mengurangi emisi karbon, dan memperbanyak sumber-sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Termasuk anak saya Fatih dan teman-temannya yang ternyata semangat berdiskusi tentang politik. Di sekolah mereka dapat pelajaran Samfunnsfag (Social Studies), di mana salah satu temanya adalah dunia politik Norwegia.

Saat pemilu kemarin, murid-murid kelas 10 diajak ke pusat Kota Haugesund. Mereka mengunjungi kantor-kantor perwakilan beberapa partai. Di sana mereka bisa melihat dan berinteraksi langsung dengan para kader partai. Pulangnya Fatih membawa oleh-oleh dari kampanye Ap (Partai Buruh) seperti di foto itu. Cuma segitu aja. Sungguh minim biaya.

Bagus sekali kalau remaja sudah diajari melek politik. Meski nantinya mereka tidak berkecimpung di dunia politik, pemahaman yang baik tentang politik sangat perlu. Karena hampir semua sektor kehidupan masyarakat tersentuh politik. Pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, jaminan hari tua, tunjangan untuk anak, kebijakan dalam dan luar negeri, kehidupan beragama, dan keseharian masyarakat.

Saya sempat tanya pada Fatih, dia akan memilih partai apa kalau sudah waktunya nanti. Dia bilang akan pilih partai yang melindungi pekerja dan pendatang seperti dirinya, dan peduli lingkungan. Dia bilang bahwa guru-gurunya pasti senang karena partai yang menaungi mereka (Ap) menang. Apalagi ibu wali kelas Fatih adalah ketua Partai Buruh (Ap) di kota tetangga.

                     


 
Keterangan foto: Gerai makanan hahal di Norwegia. Warga Muslim bahagia tinggal di negara itu. Pemilu yang bermutu menjamin kehidupannya- (Google.com)

 

Maka sebentar lagi Norwegia akan dapat pemimpin baru. Pergantian kekuasaan yang sudah hampir pasti berjalan lancar dan aman tanpa gejolak. PM yang baru akan dipilih dan dilantik oleh Raja Harald sebagai kepala negara Norwegia.

Masyarakat ada yang antusias, ada yang biasa-biasa saja, ada yang mungkin tak peduli siapa pun partai pemenang dan pemimpinnya. Yang penting kehidupan berjalan aman. Kesejahteraan tetap terjamin hingga hari tua. Mereka tetap bebas menyatakan pendapat. Kehidupan yang harmonis dengan sesama masyarakat tetap terjaga seperti selama ini. Kami para pendatang Muslim pun hidup bahagia di sana. Mereka menghormati kepercayaan kami meski minoritas. Tak ada sebutan yang menghina kami. Saya pun bebas ke mana-mana meski memakai hijab.

Di atas apapun, Norwegia tetap ingin mempertahankan status sebagai negara maju, makmur, dan salah satu yang paling bahagia di dunia.

Baca juga : Kapolri Keluarkan Pedoman Pengamanan Humanis Kunker Presiden

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler