Penderita Long Covid Lebih Berisiko Alami Kerusakan Ginjal
Penyakit ginjal sering dianggap silent disease karena keberadaannya tak disadari.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian penyintas Covid-19 menghadapi gejala berkepanjangan meski sudah dinyatakan pulih atau long Covid. Studi terbaru menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami long Covid lebih berisiko mengalami gangguan ginjal.
Studi ini dilakukan oleh peneliti dari Veterans Administration (VA) St Louis Health Care System dan Washington University School of Medicine. Temuan terbaru ini juga telah dimuat dalam Journal of the American Society of Nephrology.
"Long Covid dapat mempengaruhi setiap sistem organ, dan kita tahu (kondisi tersebut) dapat mempengaruhi ginjal," kata peneliti Dr Ziyad Al-Aly, seperti dilansir Medical News Today.
Dalam studi ini, peneliti melibatkan 1.726.683 partisipan. Para partisipan ini terdiri dari individu yang pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan individu yang tidak pernah terinfeksi. Di antara individu yang pernah terinfeksi SARS-CoV-2, ada 89.216 orang yang mengalami post-acute sequelae of Covid-19 syndrome (PASC) atau long Covid.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa individu yang pernah terinfeksi SARS-CoV-2 memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kerusakan dan penyakit ginjal dalam waktu 30 hari setelah terinfeksi dibandingkan individu yang tak pernah terinfeksi SARS-CoV-2. Semakin berat infeksi SARS-CoV-2 yang dialami, semakin berat pula tingkat keparahan masalah ginjal yang mungkin terjadi.
Penyintas Covid-19 yang pernah dirawat di rumah sakti dan mengalami insufiensi ginjal akut (AKI) juga tampak bergelut dengan masalah ginjal dalam jangka panjang. Mereka mengalami penurunan fungsi ginjal dalam jangka panjang yang lebih besar bila dibandingkan pasien dengan AKI yang tak dirawat di rumah sakit.
Yang cukup mengagetkan, Dr Al-Aly mengatakan penyintas Covid-19 yang hanya mengalami gejala relatif ringan dan tak membutuhkan perawatan di rumah sakit juga dapat mengalami masalah-masalah ginjal. Masalah ginjal yang dimaksud meliputi AKI, penurunan laju filtrasi glomerular (GFR), dan penyakit ginjal stadium akhir (ESKD).
"Ini merupakan poin yang sangat mengkhawatirkan," kata Dr Al-Aly.
Dr Al-Aly mengatakan angka pasien yang mengalami penurunan GFR adalah 1,46 orang per 1.000 pasien. Sekilas, angka tersebut mungkin terlihat kecil. Namun bila angka tersebut dikalikan dengan jumlah warga di suatu negara yang terkena Covid-19, maka angka 1,46 tersebut bisa menjelma menjadi angka yang jauh lebih besar.
Tak hanya itu, penderita long Covid-19 juga dapat mengalami penurunan GFR sebesar 30 persen dan tidak merasakan apa pun. Oleh karena itu, mereka mungkin tak akan menyadari penurunan fungsi ginjal ini.
"Inilah mengapa kami ingin memperingatkan komunitas medis pada umumnya, karena ini merupakan silent disease," ujar Dr Al-Aly.
Dr Al-Aly menambahkan, penurunan besar fungsi ginjal umumnya terjadi pada 120 hari pertama. Salah satu pasien yang ditangani Dr Al-Aly di klinik long Covid mulanya memiliki GFR sebesar 80. Saat ini, secara tiba-tiba GFR pasien tersebut hanya berkutat di angka 45.
"Ini hampir seperti ginjalnya menua 30 tahun dalam tiga atau empat bulan," ungkap Dr Al-Aly.
Berdasarkan temuan ini, Dr Al-Aly memperingatkan bahwa penyintas yang mengalami long Covid memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap gangguan ginjal dengan tingkat keparahan sedang hingga berat. Karenanya, Dr Al-Aly dan tim merekomendasikan perawatan long Covid agar terintegrasi dengan perawatan ginjal.