Studi: Usia 50-69 Tahun Paling Berisiko Long Covid
Studi di Inggris ungkap orang berusia 50-69 tahun paling banyak kena long Covid.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi observasional dari Inggris menunjukkan bahwa orang dewasa berusia 50 hingga 69 tahun lebih rentan mengalami long Covid. Kondisi ini ditandai dengan gejala jangka panjang penyakit akibat infeksi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2).
Temuan yang dirilis oleh Kantor Statistik Nasional itu berasal dari analisis terhadap survei yang melibatkan 26.000 peserta. Mereka seluruhnya positif Covid-19 dan rata-rata mengalami salah satu dari 12 gejala yang ditentukan pada interval mingguan, bulanan, hingga satu tahun.
"Serangkaian gejala termasuk demam, sakit kepala, nyeri otot, kelemahan, kelelahan, mual, muntah, sakit perut, diare, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas, kehilangan kemampuan indra pengecap, dan kehilangan penciuman," tulis laporan studi yang dirilis dirilis oleh Kantor Statistik Nasional, dilansir Fox News, Jumat (17/9).
Peserta kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang cocok dan negatif Covid-19. Secara keseluruhan, dari April hingga Agustus, satu dari 20 dengan sekitar 12.611 peserta melaporkan salah satu gejala dalam waktu 12 hingga 16 pekan setelah positif Covid-19. Secara statistik, angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Ketika dirinci berdasarkan usia, orang berusia 50 hingga 69 tahun tampak paling banyak melaporkan gejala Covid-19 yang bertahan lama. Sebanyak 12,5 persen melaporkan gejala empat hingga delapan pekan setelah positif Covid-19. Sementara 5,8 persen melaporkan gejala 12 hingga 16 pekan setelah infeksi.
Sebagai perbandingan, kontrol yang cocok melaporkan gejala masing-masing pada tingkat 3,8 persen dan 3,1 persen. Sementara itu, peserta yang lebih muda berusia 2-11 dan 12-16 tingkat pelaporan gejalanya terendah pada 12-16 pekan, masing-masing sebesar 3,2 persen dan tiga persen.
Orang tua melaporkan gejala atas nama anak. Hasil tambahan menunjukkan prevalensi long Covid yang sedikit lebih tinggi dilaporkan di antara perempuan dibandingkan dengan laki-laki, masing-masing 5,4 persen versus 4,5 persen pada 12-16 pekan. Ini termasuk di antara orang-orang dengan penyakit atau masalah kesehatan bawaan, dibanding mereka yang tidak memiliki masalah apapun (7,4 persen versus 4,5 persen).
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan karena sifatnya yang observasional dan ketergantungan pada data yang dilaporkan mandiri oleh responden. Termasuk juga faktor lainnya adalah rendahnya jumlah peserta kontrol yang masih melaporkan gejala dalam analisis lebih lanjut.
Analisis lain berusaha untuk menilai durasi gejala berkelanjutan, atau bukti kuat yang berpotensi mendukung potensi long Covid, dibandingkan gejala apa pun yang dilaporkan kapan saja setelah infeksi, meskipun data untuk peserta kontrol tidak ada berdasarkan usia.
"Karena sifat observasional dari analisis ini, tidak mungkin untuk mengatakan dengan pasti apakah gejala yang dilaporkan setelah tes positif untuk virus corona disebabkan oleh Covid-19 atau sesuatu yang lain," jelas para penulis studi.