Cara-Cara Pertunangan yang Dikenal dalam Sunnah
Seorang wanita bisa menawarkan dirinya pada pria beriman untuk dinikahi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa cara yang terdapat dalam Sunnah (hadits Nabi) untuk pertunangan.
1. Pertunangan melalui keluarga wanita
Diriwayatkan bahwa 'Umar r.a. berkata, "Rasulullah saw. meminta Hafsah untuk menjadi istrinya, maka aku pun menyerahkannya pada beliau." (HR. Bukhari)
2. Pertunangan melalui hubungan langsung dengan wanita yang dilamar
Kitab-kitab fiqih menyebut situasi ini sebagai "Melamar langsung pada seorang wanita yang sudah akil baligh." Diriwayatkan Umm Salamah r.a. berkata, "Rasulullah menyuruh Hatib ibn Balta'ah memintaku untuk menikah dengan beliau (Rasulullah). Jadi aku mengatakan padanya, "Tapi aku punya anak perempuan dan aku ini wanita yang cemburuan. Maka, beliau (Rasulullah) berkata, 'Adapun anakmu berdoa semoga Allah memberinya kecukupan dan aku berdoa kepada Allah agar menghilangkan cemburu itu." (HR. Muslim)
Baca juga : Taliban Larang Penata Rambut Mencukur Janggut
Hadits sahih lainnya diriwayatkan oleh Anas, yang mengatakan, "Abu Talhah melamar Umm Salaym, tetapi wanita itu menolaknya, 'Demi Allah, engkau termasuk orang-orang yang sangat menarik bagi siapa pun, tapi engkau seorang kafir sedangkan aku perempuan muslim. Karena itu, aku dilarang menikah denganmu. Meski demikian, jika engkau bersedia menjadi muslim, kesediaanmu itu akan menjadi mahar bagiku dan aku tidak akan minta apa-apa lagi. Maka pria itu memeluk agama Islam dan itu menjadi mahar baginya." (HR. an-Nisa'i)
3. Ayah atau wali gadis itu melamar pria yang punya etika dan agama baik
Imam Bukhari menyebut situasi ini: "Seorang pria menawarkan anak atau saudara perempuannya pada orang yang beriman."
Abdullah ibn 'Umar berkata bahwa ketika Hafsah, putri 'Umar, menjadi janda karena kematian suaminya, Sahabat ibn Hudhafah as-Sahmi yang merupakan salah satu pejuang perang Badr dan meninggal di Madinah, 'Umar berkata, "Aku bertemu dengan 'Utsman ibn Affan dan menawarkan padanya, dengan berkata, 'Aku berharap akan menikahkan Hafsah denganmu. Dia menjawab, 'Aku akan memikirkannya. Aku menunggu selama beberapa hari, dan kemudian dia menemuiku dan berkata, 'Aku su dah mengambil keputusan untuk tidak menikah sekarang. Lalu aku bertemu Abu Bakr dan berkata padanya: ;Kalau kau mau, aku akan menikahkan Hafsah denganmu.' Abu Bakr diam saja dan tidak kembali menemuiku. Jadi, aku lebih marah padanya ketimbang pada 'Utsman. Beberapa hari berlalu dan kemudian Rasulullah melamar anakku, jadi aku menikahkan mereka. Di kemudian hari Abu Bakr bertemu denganku dan berkata, 'Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu kepadaku melainkan karena aku mengetahui Rasulullah pernah menyebut-nyebut Hafsah dan aku tidak ingin membuka rahasia beliau. Jika beliau tidak menginginkan Hafsah, aku pasti menerima Hafsah." Judul tersebut di atas yang ditulis oleh Bukhari mengingatkan kita akan apa yang dilakukan Syu'aib a.s., ketika dia menawarkan salah satu putrinya pada Musa a.s..
Allah yang Mahakuasa berfirman, Sang ayah berkata kepada Musa: "Aku bermaksud hendak menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua putriku ini, dengan syarat engkau bekerja denganku selama delapan tahun. Namun, jika engkau cukupkan sampai sepuluh tahun, itu terserah pada mu. Aku tidak memaksamu. Dan, insya Allah, engkau akan mengetahui aku adalah orang baik-baik." Musa menjawab, "Itu adalah persetujuan timbal-balik antara aku dan kamu. Yang mana saja di antara kedua jangka waktu itu yang aku penuhi, maka tidak ada lagi tuntutan apa pun dari pihakmu terhadap pihakku. Dan Allah menjadi saksi atas perjanjian yang kita buat ini." (al-Qashash: 27-28)
Baca juga : Kaum Muslim Hadapilah Kekerasan Ulama dengan Sikap Sabar
4. Pria melamar wanita melalui anggota masyarakat yang lebih tua
Sahl ibn Sad as-Sa'idi meriwayatkan, "Seorang wanita mendatangi Rasulullah saw.. Salah satu Sahabat berdiri dan berkata, 'Wahai Rasulullah! Apabila engkau tidak membutuhkannya, maka nikahkanlah dia denganku. Rasulullah saw. bersabda, 'Pergilah, aku menikahkanmu dengan hafalan surah Alquranmu." (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Seorang wanita menawarkan dirinya pada pria beriman
Tsabit al-Banai meriwayatkan, "Aku bersama Anas ketika putrinya hadir dengannya. Anas berkata, 'Seorang wanita mendatangi Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau menghasratkan diriku (maksudnya, maukah engkau menikahiku)?' Saat mendengar itu putri Anas berkata, 'Sungguh tak tahu malu wanita itu! Hina! Hina!' Anas berkata, 'Wanita itu lebih baik darimu; dia menyukai Rasulullah jadi dia menawarkan dirinya untuk dinikahi beliau." (HR. Bukhari)
Baca juga :Wanita Muslim Austria Diludahi dan Ditarik Jilbabnya
6. Isyarat lamaran pada masa iddah (bagi janda mati maupun janda cerai)
Allah Swt. berfirman,
Tidak mengapa bagimu menyatakan lamaran terhadap wanita itu dengan sindiran halus, atau kamu sembunyikan keinginanmu itu dalam hatimu karena Allah telah mengetahui bahwa lamaran itu nanti akan kamu utarakan juga kepadanya. Tetapi janganlah kamu membuat janji kawin dengan mereka secara rahasia, ke cuali sekadar mengucapkan sindiran halus menurut yang patut. Dan janganlah kamu mengambil keputusan untuk kawin sebelum habis masa iddahnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mengetahui apa pun yang ada di dalam hatimu, karena itu takutlah kepada Nya. Dan ketahui jugalah bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyantun. (al-Baqarah: 235)
Dalam Tafsir al-Jalalayn kita menemukan contoh-contoh dari lamaran yang bersindiran dalam frase-frase seperti: "Kau benar benar cantik," "Bagaimana mungkin ada orang seperti kamu?" dan "Ada orang yang tertarik padamu."
Baca juga : Mengecek Risiko Diabetes dengan Celana Jeans