LaporCovid-19 Terima 167 Aduan Terkait PTM di Sekolah

Aduan terkait pembelajaran tatap muka di sekolah diterima Januari-September 2021.

republika/mgrol100
Ilustrasi Sekolah Tatap Muka
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lapor Covid-19 menerima 167 aduan terkait pelanggaran kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah sejak Januari 2021 hingga September 2021. Pelanggaran mulai dari tidak memadainya sarana dan prasarana, dan penyimpangan perizinan orang tua.

Baca Juga


“Pada September 2021 kami menerima 22 laporan terkait tidak memadainya sarana prasarana pendukung untuk memitigasi Covid-19 dan penyelenggaraan protokol warga sekolah, serta penyimpangan sekolah terkait perizinan yang seharusnya dengan persetujuan orangtua tanpa paksaan," ujar Relawan Data LaporCovid-19 Natasha Devanand Dhanwani saat konferensi virtual Koalisi Keselamatan Anak Indonesia terkait Pembelajaran Tatap Muka Pertaruhkan Keselamatan Anak, Ahad (3/10).

Sarana prasarana bukan satu-satunya masalah dalam PTM, Lapor Covid-19 mencatat kebijakan 4 menteri tidak diimbangi dengan memaksimalkan cakupan vaksinasi pada pelajar yang berusia 12-17 tahun. "Vaksinasi pada pelajar sampai 2 Oktober 2021 baru mencapai 14,71 persen untuk dosis pertama dan 9,98 persen untuk dosis kedua," ujar Natasha.

Ia menilai capaian vaksinasi untuk pelajar masih rendah. Dia melanjutkan, vaksinasi untuk guru mencapai 62,18 persen untuk dosis pertama dan dosis kedua baru 38 persen per 22 September 2021. 

LaporCovid-19 juga menilai, pelaksanaan PTM juga berisiko untuk pelajar yang berusia dibawah 12 tahun. Sebab, dia melanjutkan, mereka belum boleh divaksinasi.

"Meskipun kasus positif mereka cukup rendah daripada kasus orang dewasa tetapi kasus mereka bisa menimbulkan gejala berat dan berakibat fatal," ujarnya.

Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri di kesempatan yang sama menambahkan, banyak sekolah yang belum siap melaksanakan PTM terbatas. Ia menyinggung data Kemendikbudristek tentang sekolah yang siap berjumlah 59,5 persen dan belum siap 40,4 persen.

"Tidak ada juga testing reguler sehingga kurang serius dan persiapannya mengandung banyak risiko," ujarnya.

Karena itu, ia meminta agar PTM dievaluasi kembali. Ia menilai, solusi untuk mengatasi kasus anak putus sekolah dan learning loss bukan PTM dengan segala konsekuensi kesehatan tersebut. P2G mengatakan, data pemerintah soal angka putus sekolah ternyata terbesar justru terjadi pada 2018-2019, yakni 301 ribu anak, atau lebih rendah dari 2020-2021 sebanyak 4 ribu anak. 

Sementara, ia mengatakan, potensi learning loss bisa diminimalisir apabila pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilaksanakan secara terstandar. "Sementara PJJ masih menjadi beban dan tidak ada inovasi. Saran kami maksimalkan PJJ," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler