Warga Sleman Diminta Setop Boros Pangan

Banyak masyarakat yang tidak menghargai pangan seperti makan tidak habis.

Wihdan Hidayat / Republika
Warga Sleman Diminta Setop Boros Pangan (ilustrasi).
Rep: Wahyu Suryana Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Bupati Sleman, Kustini Purnomo mengatakan, pemenuhan pangan di Sleman sedang menghadapi tantangan dengan tingginya alih fungsi lahan. Maka itu perlu strategi alternatif menekan kebutuhan pangan lewat penurunan pemborosan pangan.


Kustini menilai, salah satu penyebab terjadinya pemborosan pangan merupakan perilaku konsumsi pangan itu sendiri. Apalagi, masih banyak masyarakat yang tidak menghargai pangan seperti makan tidak habis dan belanja berlebihan.

Ada pula perilaku gengsi menghabiskan makanan di masyarakat, membiarkan hasil-hasil pertanian membusuk akibat harga rendah di petani dan lain-lain. Kustini mengingatkan, dalam satu kilogram saja terdapat setidaknya 50.000 butir beras.

Ia mencontohkan, jika penduduk Sleman masing-masing menyisakan satu butir nasi, maka jumlah nasi yang terbuang bisa sampai 24,7 ton per tahun. Artinya, banyak sekali pangan terbuang yang seharusnya dapat mencukupi kebutuhan pangan Sleman.

"Maka itu, saya mengajak kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Sleman untuk makan secukupnya dan jangan menyisakan apa yang kita makan. Mari kita mulai menghargai pangan, setop boros pangan mulai dari piring kita," kata Kustini, Selasa (5/10).

Penggunaan lahan di Sleman lima tahun terakhir menunjukkan luas lahan sawah rata-rata terus turun 0,08 persen per tahun dan pekarangan naik 0,12 persen. Kemudian, luas tegalan dan lain-lain turun 0,04 persen dari total luas Sleman.

Pemkab Sleman melakukan pengendalian alih fungsi lahan lewat Perda Pengendalian Lahan Pertanian dan Perkebunan Berkelanjutan (PLP2B). Serta, terus sosialisasi tingkatkan pola hidup sehat dan mengajak masyarakat mulai mengonsumsi organik.

Meski begitu, Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono menegaskan, ketersediaan pangan selama masa pandemi masih aman. Namun, Sleman tetap membuat gerakan masyarakat untuk setop boros pangan.

Gerakan itu dimunculkan bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia yang jatuh setiap 16 Oktober. Suparmono menekankan, gerakan itu memang dimunculkan karena kondisi Sleman yang saat ini menghadapi tantangan dengan tingginya alih fungsi lahan.

Maka itu, mau tidak mau harus ada satu strategi alternatif untuk menekan itu dan dimulai dari diri kita masing-masing. Suparmono menekankan, gerakan setop boros pangan dilakukan sambil meningkatkan sisi produksi lewat intensifikasi.

Sebab, ia menilai, sisa pangan di Indonesia cukup tinggi, bahkan menempati peringkat kedua setelah Arab Saudi. Suparmono memperkirakan, jika kondisi alih lahan dan cara konsumsi dibiarkan, pada 2022-2023 Sleman bisa defisit beras.

"Saat ini masih surplus beras 70.000 ton, tapi beberapa waktu lalu surplus 100.000 ton, jadi turun terus dari tahun ke tahun," ujar Suparmono. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler