Ini Tujuh Tersangka Pembunuhan Dua Petani di Lahan Tebu

Aksi premanisme yang berkedok 'melindungi petani' jangan terjadi lagi di Indramayu.

Republika/Lilis Sri Handayani
Kapolres Indramayu, AKBP M Lukman Syarief, menunjukkan barang bukti senjata tajam yang digunakan para tersangka dalam kasus bentrokan di lahan tebu PG Jatitujuh, yang menewaskan dua orang petani. Barang bukti itu ditunjukkan di Mapolres Indramayu, Rabu (6/10).
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Jajaran Polres Indramayu menetapkan tujuh tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap dua petani. Ketujuh tersangka itu terlibat dalam peristiwa bentrok berdarah di lahan tebu PG Jatitujuh, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Senin (4/10) sekitar pukul 10.15 WIB. 


Kapolres Indramayu, AKBP M Lukman Syarief, menyebutkan, dari ketujuh tersangka itu, salah satunya adalah Tryd (43 tahun), warga Desa Amis, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu. Tersangka merupakan Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Indramayu Selatan (F Kamis).

"(Dalam kasus itu), peran ketua F Kamis adalah menggerakkan dan menghasut (kelompoknya) untuk melakukan perlawanan, baik kepada petani penggarap yang bermitra dengan pabrik gula maupun melawan aparat," kata Lukman dalam konferensi pers di Mapolres Indramayu, Rabu (6/10).

Selain itu, tersangka lainnya adalah Eryt (53) dan Dryn (46), keduanya warga Desa Mulyasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu. Mereka merupakan pengurus F Kamis.

Adapula Sbg (48), warga Desa Bunder, Kecamatan Widasari dan Swy (51) warga Desa Tugu Kidul, Kecamatan Sliyeg. Mereka merupakan petani sekaligus anggota dari F Kamis.

"Dua tersangka lainnya masih kita lakukan pengejaran. Namanya sudah ada. Tim sudah saya bagi untuk melakukan pengejaran," tegas Lukman.

Kedua tersangka yang masuk DPO itu adalah pengurus F Kamis. Mereka merupakan pelaku pembacokan terhadap korban hingga korban meninggal dunia.

Sementara itu, untuk lima tersangka yang telah ditangkap, saat ini telah ditahan di Mapolda Jabar. Lukman menjelaskan, ketujuh tersangka itu terlibat dalam peristiwa konflik yang terjadi pada Senin (4/10) sekitar pukul 10.15 WIB, di kawasan lahan HGU PG Rajawali II Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. 

Peristiwa itu mengakibatkan dua korban meninggal dunia. Kedua korban yang meninggal dunia masing-masing Suhenda (40) warga Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka dan Dede Sutaryan alias Yayan (41), warga Desa Jatiraga, Kecamatan Jatitujuh.

Menurut Lukman, motif yang dilakukan para tersangka adalah untuk mempertahankan lahan garapan yang diakui sepihak oleh kelompok F Kamis, di kawasan HGU PG Rajawali Jatitujuh. Karenanya, mereka menghasut anggota dan pengurus F Kamis untuk mempertahankan lahan tersebut.

Lukman mengungkapkan, para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal. Di antaranya, pasal 338 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun.

Lukman mengakui, konflik di lahan tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun. Untuk itu, pihaknya bertindak tegas dengan menangkap para pelaku guna mencegah terulangnya kejadian serupa.

"Saya sepakat dengan Pak Dandim untuk segera mengakhiri konflik ini. Kita lakukan tindakan tegas. Tidak ada lagi aksi premanisme, intimidasi, pemerasan terhadap petani," tukas Lukman.

Lukman menilai, para petani sebetulnya ingin bermitra dengan pemerintah. Namun, mereka dihalang-halangi oleh F Kamis.

"Mereka ditekan, diintimidasi, dan diiming-imingi sesuatu agar ikut keorganisasian ini," kata Lukman.

Sebelumnya, langkah tegas Polres Indramayu dan Kodim 0616/Indramayu serta Brimob Polda Jabar dalam penanganan sengketa lahan tebu milik PG Jatitujuh, mendapat tanggapan dari Bupati Indramayu, Nina Agustina. Dia menilai, ketegasan aparat merupakan tindakan yang tepat.

Nina mengungkapkan, sengketa lahan yang diselesaikan dengan cara kekerasan tidak hanya merugikan petani. Namun, juga akan ikut mengganggu iklim investasi daerah.

Nina menilai, keberadaan petani seharusnya dilindungi dan bukan dijadikan obyek untuk kepentingan kelompok tertentu. Karena itu, dia berharap agar aksi premanisme yang berkedok 'melindungi petani' tidak terjadi lagi di Kabupaten Indramayu.

"Kasihan petani kita, seharusnya jangan diseret ke pusaran konflik kepentingan kelompok. Secara pribadi, saya prihatin dan menyampaikan terima kasih kepada Polres dan Kodim Indramayu atas tindakan tegas ini," tandas Nina, Senin (4/10). 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler